Mediatani – Sebagai sapi asli Indonesia terkhusus Jawa Barat. Sapi Pasundan termasuk kekayaan alam sektor peternakan. Namun populasinya kini diketahui mengalami penyusutan, karena faktor seperti alih fungsi lahan, dan pembangunan kawasan industri.
Sapi ini adalah kekayaan ternak lokal Indonesia yang telah dipelihara secara turun-menurun oleh masyarakat peternak Jawa Barat (Jabar) sebagai sumber penghidupannya. Sayangnya populasiny kini tergerus oleh alih fungsi lahan untuk kepentingan industri.
“Jumlah populasi saat zaman Gubernur Ahmad Heryawanitu itu berkisar 35 ribu lebih itu tahun 2017, tapi kalau sekarang itu sekarang hampir 20 sampai 25 ribuan. Mengapa demikian? Karena telah banyak alih fungsi lahan. Seperti pembangunan kawasan industri,” kata Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Aida Rosana, Senin (25/1/2021) dikutip Rabu (27/1/2021) dari situs berita Republika.co.id.
Aida mengungkapan alih fungsi lahan itu membuat para peternak Sapi Pasundan tak dapat berternak lagi, padahal jenis sapi tersebut memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan jenis sapi lainnya, seperti lebih tahan terhadap faktor cuaca dan dagingnya pun lebih berkualitas.
Menurutnya, Pemprov Jawa barat bertekad akan terus melakukan pengembangan terhadap Sapi Pasundan untuk bisa menggenjot kembali populasi sapi tersebut walaupun pada tahun lalu terhambat oleh perubahan (refocusing) anggaran untuk penanggulangan Covid-19.
“Kita bakal kembangkan, tetapi tadinya mau 2020, tapi karena ada refocusing, maka kita ingin mengembangkan sapi pasundan di Kabupaten kuningan dan Kabupaten Garut,” ujar dia.
Pengembangan Sapi Pasundan satu di antaranya dilakukan dengan membangun klaster khusus pengembangan sapi itu yang rencananya akan didirikan di Kabupaten Kuningan.
Dia mengatakan, Kabupaten Kuningan termasuk ke dalam 11 daerah sebaran sapi pasundan di Jawa Barat. Terkhusus Kecamatan Cibingbin, yang merupakan saat ini memiliki populasi sapi pasundan sekitar 5.000 ekor melalui pemeliharaan intensif dan semi intensif.
“Kita telah rapat penetapan sumber bibitnya, sudah mulai ke arah situ sehingga banyak. Karena masih di 11 kabupaten dan makin sedikit jumlahnya. Ini yang harus diselamatkan karena ini adalah hasil sumber daya genetik asli lokal Jabar,” terang dia.
Lebih lanjut diungkapkannya, bahwa saat ini kebutuhan daging sapi di Jabar mencapai 195 ribu ton yang setara dengan 1 juta ekor lebih per tahunnya.
“Karena kan di kita banyak hotel restoran, mungkin memang dengan pandemi Covid-19 ini agak menurun, tetapi kita belum bisa data berapa pengurangannya. Kita ini, penyediaannya dari sapi lokal Jabar ini hanya 9 hingga 10 persen. 90 persen harus impor, baik antar pulau maupun sapi bakalan dan daging impor,” ujarnya.
Sementara itu, Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) melakukan monitoring Kampung Tangguh KITA, Rabu (27/1/2021). Yang mana ialah sebuah peternakan sapi lokal binaan KITA di Riau menjadi tujuan monitoring tim KITA.
Sekretaris Jenderal KITA, Ayep Zaki dikutip Rabu (27/1/2021) dari kanalindonesia.com menuturkan bahwa monitoring ini dilakukan untuk membantu para peternak sapi dalam meningkatkan produktivitas hasil ternaknya.
Selain itu kata Zaki, dia juga ingin mengetahui kondisi langsung di lapangan dan mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh para peternak.
“Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan, KITA akan terus mengembangkan potensi peternakan dan pertanian di daerah-daerah di wilayah Indonesia. KITA pula akan membantu petani dan peternak dengan melakukan penyuluhan dan pembinaan,” ucap Zaki.
Zaki pun berharap agar ke depannya, Indonesia mampu memproduksi daging sapinya sendiri untuk seluruh kebutuhan masyarakat Indonesia, sehingga impor daging sapi yang selama ini dilakukan bisa dihentikan.
“Dengan meningkatnya produktivitas hasil peternakan, secara otomatis nasib peternak sapi akan lebih baik lagi,” ujarnya, menambahkan. (*)