Mediatani – Kesuksesan itu milik siapa saja, Muhammad Ikhsan Fathoni ialah salah satunya. Meski mengalami keterbatasan fisik yakni menyandang tuna daksa, hal itu bukanlah sebuah hambatan untuknya meraih kesuksesan.
Ikhsan berhasil beternak cacing di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Pria asal Solo tersebut merintis usahanya secara mandiri sejak tahun 2012, lalu dan kini menghasilkan puluhan juta perbulannya.
Dia mengisahkan, awalnya dirinya bahkan sempat menjual sapi untuk modal membuat kandang cacing itu. “(Saya) dibantu anak-anak dan keluarga juga,” ujarnya, Sabtu (20/3/2021), dikutip, Minggu (21/3/2021) dari situs timesindonesia.co.id.
Cacing yang dia budidayakan itu, lalu dijual dalam bentuk cacing utuh untuk pakan burung maupun umpan pancing. Sementara sisa-sisa cacing atau kotoran cacing yang biasa disebut Kascing pun ia jual sebagai pupuk.
Ikhsan memasarkan produknya dalam bentuk kemasan di daerah Magetan. Ia juga menjualnya dalam bentuk kiloan di daerah Jawa Tengah.
“Di toko-toko Magetan dan Madiun hampir semua ada (produk saya),” ungkap dia.
Harga yang dia patok pun cukup terjangkau. Pupuk dijual seharga Rp 2 ribu per kilo, dan Rp700 per kilo untuk yang belum dikemas (curah). Sedangkan, cacing ia jual seharga Rp100 ribu per kilo untuk cacing merah dan Rp150 ribu per kilo untuk cacing fosfor.
Cacing merah yang diternaknya juga dijual dalam bentuk kemasan seharga Rp40 ribu. Setiap kemasan sendiri terdiri dari 40 gram dengan kisaran isi kurang lebih 25 cacing.
Dia mengatakan, proses beternak cacing sendiri pun cukup mudah. Hanya dengan menyediakan media, tempat dan bibit. Medianya berupa limbah tebuh, bibitnya bisa dibeli dari tempat yang menyediakan bibit cacing.
“Panen pertama sebulan. Panen selanjutnya, bisa dalam 20 hari. (hasilnya) 40-50 kilo sekali panen,” tuturnya.
Ikhsan mengaku telah memiliki banyak mitra dalam usaha ternak cacingnya itu. Mayoritas mitranya datang dari peternak yang ingin memasarkan produknya.
Ia juga saat ini menerima pesanan dari salah satu perusahaan farmasi. “Biasanya mereka jadikan cacing untuk obat,” imbuhnya.
Ikhsan mengungkapkan, dalam beternak pun dia tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya. Hingga saat ini pun Ikhsan dapat meraup hingga Rp. 10 juta tiap bulannya.
“Tidak ada kesulitan, daerah sini belum ada saingannya,” kata Ikhsan saat ditanya mengenai usaha ternak cacing yang dikembangkannya.
Tidak hanya Ikhsan, berawal dari sebuah keresahan seorang warga Desa Kebaman Srono, Banyuwangi I Gusti Bagus Haryasa muncul ide untuk memanfaatkan kotoran atau limbah ternak.
Dengan ide kreatifnya ia mampu menyulap benda yang kerap dianggap menjijikkan itu menjadi media budidaya cacing dan menghasilkan pundi rupiah hingga Rp 5 juta setiap bulannya.
Menurutnya budidaya cacing menjadi solusi yang pas untuk memanfaatkan feses (sapi) karena budidayanya pun juga mudah. Syarat budidaya cacing hanya satu, yaitu cacing harus diberi makan.
“Awalnya, kami berminat usaha ini karena melihat suatu permasalahan pada limbah ternak. Bingung untuk bagaimana memanfaatkannya. Akhirnya untuk budidaya cacing,” kata pemilik Rumah Cacing Siti Jenar ini, Minggu (7/3/2021) yang dikutip, Senin (8/3/2021) dari situs suarajatimpost.com.
Dalam budidaya ini, dirinya memilih cacing jenis Lumbricus Rubelus dan jenis African Night Crawler (ANC). Menurutnya dua jenis cacing tanah ini memiliki berbagai manfaat. Selain menjadi bahan pakan ternak, juga bermanfaat untuk di jadikan bahan baku obat-obatan.
Bagus mengungkapkan untuk perawatan budidaya cacingnya ini, dia membutuhkan 600 kilogram kotoran sapi per satu kwintal cacing sebagai makanan.
“Untuk memberi makan, pakai kotoran sapi yang sudah didiamkan selama semalam. Karena cacing itu tergolong hewan rakus, satu kwintal butuh 600 kilogram kotoran sapi,” jelasnya.
Usia panen cacing rata-rata tiga bulan sejak benih cacing ditanam. Asik dalam budidaya cacing, menurut koordinator pebudidaya cacing Banyuwangi ini, tanam benih cacing cukup satu kali saja.
“Setelah panen pertama, selanjutnya setiap bulan panen tanpa menanam benih lagi. Jadi cukup sekali saja benih kita tanam Selanjutnya tinggal panen,” imbuhnya.
Dari panen cacing itu, Bagus bisa meraup penghasilan setiap bulan sekitar Rp 2 juta, dengan harga jual Rp 20.000/per kilogram. Selain pemasukan dari panen cacing, media cacing yang berbahan kotoran hewan tersebut juga bisa dijual untuk pupuk organik dengan harga Rp 10.000 per 45 kilogram.
Komposnya atau pupuk organik tersebut sudah dingin dan siap pakai. Sehingga petani tinggal mengaplikasikanya di lahan pertaniannya.
“Sehingga perbulan total saya mendapatkan bisa berpenghasilan hingga Rp 5 juta dari penjualan cacing dan kascing (sebutan kompos media cacing),” pungkasnya. (*)