Mediatani – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas angkat bicara menanggapi video viral di media sosial yang memperlihatkan petani Indonesia ramai-ramai menjual Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke Malaysia.
Menurutnya, kejadian tersebut merupakan hal yang wajar terjadi karena harga TBS yang berlaku di dalam negeri saat ini memang tengah anjlok.
“Wajar dong (petani jual ke Malaysia) di sana harganya mahal Rp 4.500 per kilogram. Kita cuma Rp 1.000 sampai Rp 1.200/kg. Tentu itu karena ada kebijakan kemarin berdampak ke sana,” ujar Mendag Zulhas di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (4/7/2022).
Ia juga menjelaskan, anjloknya harga TBS dalam negeri disebut disebabkan karena pasokan di pabrik kelapa sawit (PKS) sudah terlalu banyak. Karena itu pengusaha sawit tidak bisa lagi membeli TBS dari petani.
“Tangki penuh karena nggak bisa ekspor. Ini sudah terealisasi setengah (ekspor). Jadi perlu penyesuaian konsumen perlu waktu. Pabrik belum operasi, tangki penuh, korban petani sawit TBS Rp 1.000 sampai Rp 1.200,” jelasnya.
Oleh karena itu, tambah Zulhas, pihaknya tengah mempercepat proses ekspor bagi para pengusaha sawit. Percepatan itu diupayakan dengan cara menaikkan jatah ekspor pengusaha yang tadinya 1:5 menjadi 1:7.
Terkait perhitungannya, Zulhas menjelaskan, misalnya digambarkan bahwa produsen sawit telah memenuhi kebutuhan dalam negeri 1.000 ton CPO. Dengan aturan lama, jika sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri itu (DMO), maka perusahaan dapat mengekspor 5.000 ton.
Zulhas menambahkan, jika jatah ekspor ditambah menjadi 1:7, maka perusahaan dapat mengekspor lebih tinggi. Misalnya, jika sudah memenuhi kebutuhan 1.000 ton maka dapat mengekspor CPO 7.000 ton. Perbandingan 1 banding 5 atau banding 7 merupakan pengalinya.
Sebelumnya, viral di media sosial Instagram, video petani yang ramai-ramai menjual tandan (TBS) kelapa sawit mereka ke Malaysia. Dalam unggahan video itu, petani mengirim menggunakan sampan atau perahu kayu dan truk.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung membenarkan akan hal tersebut. Hal itu dilakukan oleh para petani sawit di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.
“Itu bukan hoax, itu benar terjadi. Petani menjual TBS ke Malaysia menggunakan alat transportasi seadanya bertaruh nyawa. Ini masalah perut, mereka juga harus berpikir untuk keluarga,” tuturnya, Senin (4/7/2022).
Meski begitu, Gulat mengakui, tindakan yang dilakukan oleh petani sawit itu tidak diizinkan oleh peraturan negara. Alasan petani menjual TBS kelapa sawit mereka ke Malaysia karena banyak pabrik kelapa sawit (PKS) yang saat ini sudah tidak menerima TBS dari petani.
Gulat menjelaskan, PKS sendiri saat ini tidak menerima TBS dikarenakan pasokan yang sudah penuh dan tidak mampu untuk menampung lagi. Karena sebagian besar pabrik yang menampung TBS sudah tidak beroperasi lagi.
“Karena itu tangki CPO belum turun. Ekspor belum sama sekali (lancar),” ungkapnya.
Selain alasan pabrik TBS di dalam negeri sudah penuh, harga jual yang lebih mahal juga menjadi pertimbangan mereka. Harga TBS di Malaysia sendiri sekitar Rp 4.800/kg, sementara di Indonesia khususnya di Kalimantan hanya Rp 800 sampai Rp 1.100/kg.
Menurut Gulat, saat ini tidak ada perusahaan yang membeli TBS petani seharga Rp 1.600/kg, seperti yang diimbau oleh Mendag Zulhas.
“Mereka kan juga berhitung, kalau dibeli Rp 1.600/kg harga CPO harus Rp 9.000, sementara CPO kita Rp 7.000, tumpur mereka dong. Mana ada perusahaan mau rugi,” jelasnya.
Gulat berharap agar adanya solusi untuk mempercepat proses ekpor agar harga TBS dalam negeri tidak semakin anjlok.
“Imbauan itu (Rp 1.600) kami berterima kasih, tetapi itu bukan solusi untuk saat ini, solusinya bagaimana memperlancar ekspor supaya berputar,” tegas Gulat.