Ratusan Ikan Koi Asal Jepang Bawa Virus, BKIPM Lakukan Pemusnahan

  • Bagikan
BKIPM musnahkan ikan koi dari Jepang

Mediatani – Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta 1 memusnahkan 109 ikan koi yang berasal dari Jepang. BKIPM memusnahkan ikan hias tersebut di Instalasi Karantina BKIPM, Jalan Perimeter Selatan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin, 21 Juni 2021.

Pemusnahan ini dilakukan karena ikan tersebut diketahui telah terserang oleh penyakit dan virus. Tindakan kekarantinaan tersebut diterapkan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit ikan karantina (HPIK) dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia.

“Penyebab dilaksanakan pemusnahan ini adalah karena media pembawa tersebut dalam pemeriksaan analisa laboratorium ditemukan penyakit bernama Carp endema virus disease (CEVD),” ungkap Kepala Balai Besar KIPM Jakarta I, Habrin Yake.

Dijelaskannya, ikan yang biasa dibanderol dengan harga jual hingga ratusan juta ini masuk ke Indonesia sebanyak dua kali. Pada tanggal 17 April 2021, jenis ikan mas (Cyprinus Carpio) itu masuk sebanyak 46 ekor dan 29 April 2021 sebanyak 63 ekor.

“Pengiriman ikan ini ke Indonesia dilakukan secara ilegal, dan dalam memasukkan barang itu harus sesuai dengan aturan, dilengkapi dengan dokumen yang lengkap. Tetapi pada saat pemeriksaan ditemukan virus yang dipersyarakatkan oleh negara Indonesia terkait media pembawa tersebut. Sehingga kita lakukan pemusnahan,” ujar Habrin.

Ikan hias dari Negeri Sakura itu dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebelum dikubur, semua ikan tersebut terlebih dahulu dimasukkan (dipping) ke dalam cairan formalin.

“Pemusnahan kita lakukan dengan cara dipping dengan menggunakan formalin, setelah itu langsung dikubur. Kenapa harus direndam dulu, karena mempertimbangkan aspek animal welfare. Jadi kita memastikan ikan-ikan ini sebelum dikubur benar-benar telah mati,” ujarnya.

Selain koi, ikan lain yang juga ikut dimusnahkan, yakni 80.000 ekor Benih Bawal Bintang (Trachinotus falcatus) asal Taiwan, 550 ekor Ikan Cupang (Betta sp.) dan 100 ekor Ikan Guppi (Poecilia reticulata) asal Thailand.

Pemusnahan tersebut dilakukan lantaran ditemukan adanya penyakit dari golongan virus RSIVD atau Red Sea Bream Iridovirus Disease pada ikan-ikan tersebut.

Ketenaran ikan hias yang naik selama masa pandemi Covid-19 memang tak bisa disangkal. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga membenarkan bahwa pandemi yang melanda Tanah Air telah mendongkrak permintaan ikan hias.

Hal itu membuat budidaya ikan hias menjadi salah satu peluang usaha yang berpotensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama di masa pandemi.

Ikan koi merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar yang juga sangat diminati oleh masyarakat. Tak jarang pembudidaya dalam negeri mendatangkan indukan ikan ini dari Jepang yang merupakan negara asalnya.

Ikan koi yang berasal dari Jepang biasanya dibanderol dengan harga yang begitu tinggi. Hal itu disebabkan karena prosesnya sangat rumit, para pembudidaya ikan koi perlu usaha keras memelihara ikan-ikan tersebut, karena mereka biasanya memiliki 10,000 ekor ikan koi dan butuh biaya besar untuk memelihara semuanya.

Seiring dengan pertumbuhan ikan-ikan tersebut, pembudidaya ikan akan melakukan beberapa penyisihan dan pemilahan. Peternak harus sangat selektif dalam memilih ikan yang memiliki bentuk yang baik.

Kategori ikan yang dipilih sesuai dengan tipe ikan koi yang dibiakkan. Misalnya, dalam  membiakkan Kohaku (merah dan putih), ikan koi yang memiliki warna kuning dan hitam pada tubuhnya harus dipisahkan.

Selanjutnya pembudidaya ikan akan menentukan ikan koi yang akan dijual dengan harga lebih tinggi dan memilih ikan yang akan terus dipelihara hingga harganya menjadi lebih mahal lagi, mungkin dengan kisaran harga $10-20,000.

Namun, tidak semua ikan koi Jepang tersebut dihargai mahal, ikan koi Jepang berharga mahal hanya yang berkualias karena telah melalui proses pemilihan yang panjang. Dari 10,000 ekor koi yang dipelihara, mungkin hanya akan ditemukan 20 – 30 ekor yang memiliki kualitas dengan panjang 18″ kemudian berkembang menjadi 26″ dan pada akhirnya hanya 2 – 3 ekor saja yang benar-benar berkualitas tinggi dan sisanya akan dijual.

  • Bagikan