Mediatani – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah berencana untuk menjadikan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai pusat budidaya lobster nasional. Pasalnya, daerah tersebut memiliki potensi budidaya perikanan yang cukup besar, khususnya untuk komoditas lobster.
Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, Menteri Trenggono dan Gubernur NTB Zulkieflimansyah kembali bertemu untuk membahas hal-hal strategis maupun teknis dalam rangka mewujudkan Lombok sebagai pusat budidaya lobster nasional.
“Kenapa kita kembangkan di sana? Yang pertama NTB secara infrastruktur dan sumber daya manusia sudah memenuhi syarat, tinggal kita perkuat,” ujar Menteri Trenggono saat mengawali diskusi yang berlangsung pada Kamis (5/5/2021) di Kantor KKP, Jakarta Pusat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pemprov NTB, produktivitas budidaya di kampung lobster Lombok Timur sepanjang tahun 2020 mencapai 82.568 kilogram dengan nilai Rp41,28 miliar. Sedangkan jumlah pembudidaya yang beroperasi ada sekitar 147 kelompok dengan total keramba jaring apung sebanyak lebih dari 8.400 lubang.
Untuk mewujudkan rencana Lombok sebagai pusat budidaya lobster nasional itu, KKP telah menyusun dua skema program, yakni melalui program lobster estate atau kampung budidaya lobster.
KKP juga telah membentuk tim yang saat ini sudah berada di Pulau Seribu Masjid untuk melakukan survei sekaligus mengumpulkan data pendukung yang dibutuhkan dalam menentukan program yang akan dipilih nantinya.
Menteri Trenggono menegaskan bahwa program pengembangan yang dilaksanakan harus sesuai dengan prinsip ekonomi biru, sehingga tambak-tambak budidaya lobster yang beroperasi tidak mengancam kelestarian laut Lombok yang indah dan bersih.
Di samping itu, program pengembangan tersebut juga harus membawa berkah bagi masyarakat sekitar, baik dari sisi ekonomi maupun sosial.
“Tahun ini kita persiapan termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Kalau kita sudah bisa menetapkan lokasi dan sebagainya, tahun di 2022 pembangunan dimulai,” papar Menteri Trenggono.
Sementara itu Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengutarakan bahwa saat ini wilayah kerjanya memang memiliki potensi budidaya lobster yang belum tergarap maksimal. Potensi yang baru tergarap bahkan tidak sampai 10 persen dari total seribuan hektare area yang dinyatakan potensial.
Sehingga, dia yakin rencana pengembangan Lombok sebagai pusat budidaya lobster nasional nantinya akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi daerah dan membuat penghasilan masyarakat meningkat. Selain itu, kendala-kendala yang selama ini dihadapi oleh pemda dan pembudidaya lobster juga bisa mendapatkan solusi.
“Kendalanya seperti dinamika pasar yang tidak stabil, terbatasnya sarana prasarana pendukung kualitas budidaya termasuk mesin pencacah pakan, hingga penataan KJA yang belum sesuai dengan estetika lingkungan wisata,” ungkapnya.
Selain membahas budidaya lobster, pertemuan tersebut membahas tentang rencana pengembangan budidaya udang dan rumput laut di NTB. Ada beberapa kawasan di daerah tersebut yang dinilai potensial untuk mengembangkan budidaya dua komoditas ini.
Sebagai informasi, Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi yang memiliki luas lautan lebih dari 29.000 km2 dan garis pantai sepanjang 2.333 km. Wilayah ini juga kaya akan berbagai sumberdaya kelautan dan perikanan, baik potensi perikanan tangkap dengan komoditi ikan tongkol, calakang dan tuna, cumi-cumi, rumput laut, lobster maupun ikan-ikan dasar/karang seperti kerapu dan kakap.
Selain itu, NTB juga memiliki potensi perikanan air payau seperti udang dan bandeng maupun potensi garam dan perikanan air tawar. Namun, diantara sekian banyak potensi tersebut, lobster merupakan primadona bagi para nelayan.
Dari 10 wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTB, wilayah perairan Kabupaten Lombok Timur merupakan area yang paling memiliki potensi besar baik dalam hal penangkapan benih maupun budidaya lobster.
Tiga wilayah perairan di Kabupaten Lombok Timur yang menjadi pusat budidaya lobster, yakni Teluk Jukung dengan jumlah pembudidaya sebanyak 747 orang dan dengan jumlah lubang keramba sebanyak 4.382.
Selanjutnya di wilayah Teluk Ekas ada sebanyak 510 orang pembudidaya dengan jumlah lubang keramba sebanyak 2.492. Terakhir, di wilayah Teluk Serewe terdapat pembudidaya sebanyak 40 orang dengan jumlah lubang keramba sebanyak 62 orang.