Mediatani – Belakangan ini, banyak perusahaan startup di bidang pertanian mulai mengambil peranan penting dalam pencapaian di sektor pertanian Tanah Air. Salah satunya startup tersebut adalah Crowde.
Crowde yang merupakan salah satu Startup pertanian berbasis teknologi ini terus berupaya untuk membantu memajukan sektor pertanian di Indonesia. Terkait hal ini, Mirza Adhyatma selaku VP of Product Crowde mengatakan bahwa startup ini memiliki beberapa strategi yang tujuannya untuk memajukan pertanian.
“Pertama, kita rekrut empat puluh field agent yang sudah dibekali aplikasi AgScout agar lebih memudahkan perkembangan monitoring dan pendampingan para petani saat berbudidaya, aplikasi mampu mempermudah mitra petani dalam memperoleh saran yang tepat tentang budidaya,” ungkap Mirza.
Upaya tersebut, berdasarkan pada fakta pertumbuhan di sektor pertanian yang tidak sejalan dengan kondisi para petani yang masih awam dengan teknologi. Hal ini diungkapkan dalam laporan riset terbaru yang telah dirilis oleh Crowde bersama DSInnovate dalam laporan bertajuk “Driving the Growth of Agriculture Technology Ecosystem in Indonesia”.
Laporan ini membahas terkait lanskap pertanian di Indonesia. Selain itu, laporan ini juga membahas terkait tantangan dalam industri pertanian, hingga studi kasus agritech yang ada di Indonesia.
Lewat laporan terbarunya, Crowde menyampaikan bahwa pada Q3 tahun 2020, tercatat sebesar 215% pertumbuhan yang dialami oleh sektor pertanian. Meskipun demikian, di tahun 2020 dari total 33,4 juta petani tercatat hanya ada 4,5 juta petani telah memanfaatkan internet selama satu tahun belakangan.
Hal ini karena rendahnya tingkat pendidikan petani yang tercatat sebanyak 14 juta petani hanya dari lulusan tingkat sekolah dasar. Padahal teknologi dinilai mampu mempermudah proses pertanian dari hulu ke hilir sehingga berdampak juga pada pendapatan para petani.
Mirza Adhyatma menyampaikan bahwa kondisi para petani Indonesia hingga saat ini masih sangat tradisional. Hadirnya teknologi seharusnya bisa menjadikan sektor pertanian jauh lebih maju dan modern. Sehingga diharapkan proses budidaya berjalan jauh lebih efektif dan bisa memaksimalkan hasil panen.
Strategi yang kedua, Crowde mendukung ekonomi inklusif sebagai permodalan bagi petani kecil dan unbanked. Caranya yaitu dengan menyiapkan regu farmer consultant yang tugasnya menolong para petani di mana saja untuk mengajukan permodalan secara komputerisasi melalui aplikasi AgSales. Selain itu, juga membekali petani dengan literasi keuangan.
“Strategi Ketiga, Crowde bekerja sama dengan 9 off-taker institusional dan 118 off-taker retail lokal untuk menampung semua hasil panen mitra petani. Sehingga mereka tidak perlu lagi bingung mengenai akses pemasaran hasil panennya,” lanjut Mirza.
Mitra petani cukup berkonsentrasi untuk menjalankan budidayanya dan berusaha agar produktivitas hasil panen mereka bisa terus meningkat.
Upaya yang dilakukan Crowde ini sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan pemasaran yang dihadapi petani Indonesia. Hal ini dikarenakan petani Indonesia masih sering mengalami situasi sulit, seperti fluktuasi harga, fasilitas seperti gudang dan transportasi yang belum memadai.
Tidak hanya itu, situasi sulit yang biasa dijumpai juga adalah lokasi produsen dan konsumen yang tersebar, minimnya pengetahuan para petani terkait pemasaran, kurang tanggap kepada permintaan pasar dan mekanisme distribusi yang tidak efisien.
“Harga rendah yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen disebabkan karena panjangnya proses distribusi,” imbuhnya.
Sementara itu, Pian, salah satu mitra petani Crowde di Kabandungan menyampaikan bahwa upaya tersebut bisa dirasakan manfaatnya. Menurutnya, akses permodalan menjadi lebih mudah. Sehingga lahan garapan menjadi semakin luas hingga bisa memaksimalkan pertanian didaerahnya.
Berkat upaya yang dilakukan tersebut, menjadikan Crowde terpilih sebagai salah satu startup di Indonesia dan mengikuti program Google for Startup Accelerator.