Mediatani – Upaya swasembada sapi yang diupayakan pemerintah sejak lama hingga kini belum membuahkan hasil. Sementara, kemampuan pertumbuhan produksi semakin kalah cepat dibanding peningkatan konsumsi. Pada akhirnya fokus pemerintah dalam pengembangan sapi nasional dipertanyakan.
Dikutip, Selasa (23/3/2021) dari situs republika.co.id, Pakar Peternakan dari Universitas Padjajaran, Rocahdi Tawaf, mengatakan bahwa pertumbuhan konsumsi dan produksi daging sapi berdasarkan tren data Badan Pusat Statistik dan Qasa menunjukkan kesenjangan. Konsumsi mengalami peertumbuhan hingga 6,4 persen sementara produksi hanya mampu tumbuh 1,30 persen.
Di samping itu, upaya swasembada sudah dimulai pemerintah sejak 1995 silam namun tak pernah membuahkan hasil. “Kebijakan swasembada tidak pernah terealisasi, jadi mau ke mana? Kalau saya teliti ya itu inkonsistensi kebijakan dengan keinginan pemerintah yang ingin dicapai,” kata Rochadi dalam webinar Meat & Livestock Australia, Senin (22/3), Dikutip, Selasa (23/3/2021) dari situs republika.co.id.
Untuk memenuhi kebutuhan, importasi menjadi pilihan pemerintah. Salah satunya lewat impor sapi bakalan Australia. Kerja sama antara Indonesia dan Australia sudah terjadi sejak 30 tahun lalu.
Rochadi menjelaskan bahwa Indonesia dan Australia memiliki keunggulan komparatif. Di mana, usaha pembiakan sapi di Australia sangat efisien tetapi mahal dalam hal penggemukan.
Sebaliknya, penggemukan sapi di Indonesia jauh lebih murah dari Australia. Menurutnya, keunggulan itu seharusnya lebih dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi industri sapi nasional.
“Indonesia efisien untuk penggemukan, Australia efisien untuk pembiakan. Jadi bukan saling memusuhi, bahwa Indonesia (ingin swasembada) tidak suka sama Australia. Ini harus kolaborasi,” ujar Rochadi.
Dari segi geografis, Rochadi menilai Australia sangat dekat dengan Indonesia sehingga biaya logistik bisa menjadi lebih murah dari negara produsen lain seperti Brazil negara kawasan Amerika Latin. Keunggulan komparatif dan kedekatan jarak itu lebih baik dimanfaatkan untuk membangun supply chain kedua negara.
Menurutnya, Australia bisa menjadi mitra yang menguntungkan karena juga mengalami masalah tingginya biaya penggemukan sapi di dalam negeri. “Filosofinya simbiosis mutualisme. Hidup berdampingan saling memanfaatkan peluang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Peternakan dan Kemitraan Kadin Indonesia, Yudi Guntara Noor, menambahkan, di Indonesia lahan lebih dipilih dijadikan area perkebunan seperti kelapa sawit karena tingkat kesuburan tanah.
Beternak sapi kurang menjadi pilihan atas dasar pertimbangan usaha oleh masyarakat. Sementara di Australia, hamparan yang banyak tak mampu untuk ditanami komoditas sawit. Sebaliknya lebih sesuai untuk menjadi ladang gembala dalam pengembangbiakan sapi.
“Jadi kita tidak bisa mengambil semuanya karena kita bukan produsen daging yang menunjang. Di NTT dan NTB ada lahan, betul. Tapi itu kecil,” kata dia.
Dengan sumber daya yang tersedia, Yugi menilai bahwa Indonesia sulit memenuhi kebutuhan daging seluruh masyarakat Indonesia.
Dia menilai, jika konsumsi per kapita protein hewani dari daging naik 1 kilogram per tahun, setidaknya butuh tambahan 270 ribu ton daging setiap tahunnya.
Pemerintah, kata Yugi, harus memahami situasi yang ada. Senada Rochadi, ia menilai saat ini harus mulai dibentuk rantai pasok yang tepat antara Indonesia dan Australia.
“Tinggal dipilih mau kemana? sapi bakalan, daging beku atau apa. Jadi tidak perlu lagi dikotomi impor tidak impor. Bentuk supply chain dan value chain,” katanya.
Peternak di Kediri Akan Dapat Bantuan 1.000 Ekor Sapi
Sementara itu, para peternak sapi di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, akan menerima bantuan pemerintah pusat sebanyak 1.000 sapi. Bantuan itu diketahui, nantinya bakal diberikan kepada komunitas peternak, salah satunya peternak di Kecamatan Ngadiluwih.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Kediri pun terus menjalin komunikasi dengan pemerintah pusat. Hal itu disampaikan oleh Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana. Menurut bupati, sejauh ini telah ada beberapa pihak yang melakukan survei.
“Kemarin sudah ada beberapa pihak yang survei ke SPR yang ada di Kecamatan Ngadiluwih. Salah satunya karena dianggap memiliki infrastruktir SPR sudah cukup baik. Bantuan 1.000 ekor sapi, di antaranya 500 ekor sapi import serta 500 ekor sapi bakalan,” kata dia, melansir, Minggu (21/3/2021) dari situs suara.com yang juga mengutip dari beritajatim.com.
Sementara itu, Professor Moladno sebagai kepala pusat studi pembangunan pertanian dan pedesaan IPB (Institut Pertanian Bogor) menjelaskan bahwa pihaknya sudah merespon ajakan Bupati Kediri untuk merancang kegiatan peternakan yang disinergikan kebutuhan peternak rakyat dengan pemerintah pusat.
Denag tujuan agar kegiatan dari pusat ke rakyat betul betul berjalan dan bersinergi dengan sangat baik. “Untuk bantuan sapi memang ada, yang saya dengar namanya korporasi peternakan. Ini sedang diverifikasi, mudah-mudahan dapat,” kata Moladno. Baca lengkapnya klik di sini. (*)