Mediatani – Musim perburuan paus komersial resmi kembali mulai dilakukan di Jepang. Tradisi tersebut merupakan perburuan ketiga setelah kembali dimulai pada 2019 lalu.
Dimulainya musim berburu paus tersebut ditandai dengan empat kapal vessel pemburu paus yang berlayar dan diperkirakan akan menangkap lebih dari 100 ekor paus di sejumlah perairan.
Sebelumnya, Jepang pernah menyetujui untuk berhenti melakukan perburuan paus komersial selama 30 tahun lamanya. Namun, negara yang dijuluki Negeri Matahari Terbit itu memutuskan untuk kembali melakukan perburuan meski kecaman datang dari berbagai negara dan organisasi dunia.
Empat kapal vessel Jepang yang telah diberangkatkan pada Sabtu, (04/04/2021) itu, dua kapal diantaranya berangkat dari pelabuhan Ishinomaki, Prefektur Miyagi dan dua lainnya berangkat dari Hachinohe, Prefektur Aomori. Perburuan paus itu dilakukan untuk kepentingan komersial.
Dilansir dari The Japan Times, pada bulan Juni mendatang, akan diberangkatkan lagi kapal kelima dari pelabuhan Abashiri, Hokkaido. Kelima kapal yang beroperasi itu diprediksi akan menangkap sekitar 120 ekor paus di lepas pantai Sanriku pada Oktober mendatang.
Jepang keluar dari IWC sejak 2019
Jepang dinyatakan secara resmi telah keluar dari organisasi konservasi paus, International Whaling Comission (IWC) pada tanggal 1 Juli 2019. Hal tersebut dilakukan untuk kembali melanjutkan perburuan paus komersial seperti sebelumnya.
Akibatnya, perburuan paus yang dilakukan secara masif tersebut telah membuat keberadaan spesies paus minke atau yang biasa juga disebut paus tombak itu terancam punah. Paus yang ukuran tubuhnya bisa mencapai 10 meter dengan seberat 10 ton ini selalu menjadi target utama industri perburuan paus.
Dilansir dari Mongabay, selain diburu untuk keperluan komersial, paus yang sebagian besar hidup di Samudera Atlantik ini juga banyak diburu untuk keperluan riset, dan perburuan tradisional. Sejak 3 dekade terakhir, sudah sekitar 41 ribu paus yang terbunuh.
Saat Jepang masih menjadi anggota IWC, Jepang sudah menghentikan perburuan paus pada tahun 1988 untuk keperluan komersial. Namun, karena alasan penelitian, negara itu kembali melakukan perburuan paus meski telah dikritik sebagai bentuk penyamaran perburuan komersial.
Jepang yang telah melakukan perburuan paus sejak seabad lalu itu awalnya karena daging paus itu dimanfaatkan sebagai sumber protein utama negara tersebut ketika dalam masa-masa sulit pasca-perang dunia II. Namun, konsumsi daging paus saat ini telah mengalami penurunan di beberapa dekade terakhir, terutama di kalangan generasi muda.
Negara lain yang mempraktikan perburuan paus
Dilansir dari RT, selain Jepang, selama ini beberapa negara lainnya yang juga masih melakukan aktivitas perburuan paus meski dilarang oleh IWC, yakni Norwegia dan Islandia. Namun Jepang dan Norwegia paling banyak mendapat kritikan lantaran pemerintahnya justru memperbolehkan praktek pembunuhan mamalia raksasa tersebut.
Bahkan pada awal 2021 ini, Pemerintah Norwegia telah mengizinkan dilakukannya pembunuhan terhadap lebih dari 1.200 paus tombak. Whale and Dolphin Conservation menyebutkan bahwa meski permintaan daging paus terus menurun, masih tercatat 500 paus yang dibunuh pada tahun lalu.
Atas kejadian tersebut, Pemerintah Norwegia dan Komisi Eropa telah telah mendapat petisi yang berisi tentang tuntutan penghentian aktivitas pembantaian paus.
Selain itu, petisi tersebut berisi permintaan untuk menutup pelabuhan bagi pengiriman daging paus asal Norwegia. Hingga saat ini, inisiatif tersebut telah mendapat dukungan dari tiga juta orang.
Sama halnya dengan Norwegia, Islandia juga berupaya untuk mendapatkan pengecualian dari moratorium IWC. Perburuan paus tersebut dilakukan dengan alasan untuk diambil dagingnya, meski jumlahnya tidak sebanyak Norwegia atau Jepang. Hingga tahun 2014, negara ini membunuh 906 paus minke untuk diambil sirip dan dagingnya.
Menurunnya jumlah orang yang mengonsumsi daging paus di Norwegia maupun Islandia membuat beberapa pengamat yakin bahwa perburuan paus di kedua negara tersebut dilakukan untuk dikirim ke Jepang.