Mediatani – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana akan memperketat pengawasan kegiatan yang terkait dengan sumber daya kelautan dan perikanan yang tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di tahun 2023.
“Tahun ini pengawasan terhadap operasional rig, reklamasi, dan dermaga yang tidak dilengkapi dengan PKKPRL juga dilakukan dengan ketat. Pada prinsipnya seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap, wajib dilengkapi PKKPRL”, ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin yang dilansir dari laman antaranews.com, Rabu (4/1/23).
Sepanjang tahun 2022, menurutnya, KKP telah berhasil menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan secara ilegal, contohnya kasus penggelaran sistem komunikasi kabel laut (SKKL) yang tidak sesuai dengan izin lokasi perairan, kasus kapal penambang pasir yang terjadi di Perairan Bangka dan juga kasus penambangan dan pengangkutan pasir laut di Beting Aceh, Pulau Babi dan Pulau Rupat.
Pada kesempatan yang sama, Adin juga menyampaikan bahwa sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memberikan instruksinya agar lebih diperketat lagi pemberian izin Persetujuan Kesesuaian PKKPRL. Terlebih bagi kegiatan pemanfaatan ruang laut memiliki risiko tinggi.
Upaya yang diambil ini bertujuan untuk memulihkan kesehatan laut, menyeimbangkan pemanfaatan ekonomi dan ekologi berdasar dengan prinsip ekonomi biru.
KKP sepanjang tahun 2022, tambah Adin, juga sudah berhasil mengamankan sebanyak 97 unit kapal perikanan ilegal yang terdiri dari 79 kapal ikan Indonesia (KII) dan 18 kapal ikan asing (KIA).
“Penerapan sistem pengawasan berbasis teknologi terintegrasi terbukti efektif dalam memberantas illegal fishing,” tutur Adin.
Meski begitu, untuk mendukung kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan soal persiapan implementasi Penangkapan Ikan Terukur (PIT), pengawasan lebih diperketat selama tahun 2022 untuk kapal perikanan dalam negeri pada saat pre-fishing dan post-fishing.
Berdasarkan data KKP, kepatuhan pelaku usaha kapal perikanan dalam negeri tergolong cukup tinggi, yaitu 92,17 persen. Angka ini diperoleh dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Pengawas Perikanan terhadap 23.265 kapal perikanan.
Dalam pengawasan sumber daya perikanan berbasis risiko yang terintegrasi dengan sistem perizinan One Single Submission (OSS), Ditjen PSDKP sepanjang tahun 2022 telah memeriksa sebanyak 278 unit pengolahan ikan, 562 pelaku usaha distribusi hasil perikanan dan 725 pelaku usaha pembudidayaan ikan.
Dalam mewujudkan pengembangan budidaya yang ramah terhadap lingkungan, Adin juga memastikan bahwa pelaku usaha pembudidayaan ikan sudah memenuhi kewajiban perizinan berusaha dan standar CBIB dan/atau CPIB.
Untuk tahun 2022, KKP sudah menangani sejumlah 137 kasus pelanggaran yang diantaranya adalah pelanggaran administratif dan tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan.
Sebanyak 71 kasus sudah diberi sanksi administratif dan sebanyak 59 kasus telah diproses hukum secara pidana. Total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang didapat dari pengenaan denda administratif dan penggantian kerugian atas kerusakan karang yaitu sebesar Rp 33.942.778.600.
Menyoal pemanfaatan barang bukti kasus tindak pidana perikanan, Adin menjabarkan bahwa terdapat 41 kapal berstatus inkrah yang diusulkan KKP untuk dapat dihibahkan kepada nelayan supaya meningkatkan kesejahteraan para nelayan.
Hal ini sesuai dengan arahan dari Menteri Kelautan dan Perikanan, bahwa hasil penindakan terhadap kapal illegal fishing yang berstatus inkrah diusulkan untuk dimanfaatkan oleh para kelompok dan koperasi nelayan.