Mediatani – Ada 2 jenis ternak ayam yang ada di Indonesia, yakni pertama, ternak ayam layer (telur) dan juga pedaging (potong). Dikutip, Selasa (9/3/2021) dari situs detikcom, Kepala Dinas Peternakan Kota Blitar Adi Andhaka mengatakan bahwa sebenarnya kedua jenis ternak ayam itu sama-sama menguntungkan.
Di samping diketahui Kota Blitar merupakan penyumbang pasokan telur nasional sebanyak 30%. Para peternak ayam layer di sana pun bisa menghasilkan puluhan ton telur dalam sebulan. Tidak salah jikalau daerah ini bisa jadi tempat menimba ilmu bagi yang ingin memulai usaha ternak ayam.
Dari segi modal, ayam broiler dapat dikatakan lebih sedikit dibandingkan dengan ayam layer. Untuk ayam broiler modal yang harus dikeluarkan mencakup bibit Day Old Chicken (DOC) dan juga kandang, sedangkan untuk ayam layer, modal yang harus dikeluarkan akan lebih besar karena ayam telur harus dibarengi dengan vaksin untuk menghindari penyakit.
“Memang ayam petelur dapat menghasilkan telurnya setiap satu hari. Tetapi jangka panen yang panjang yaitu sekitar 24 bulan membuat peternak harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk membeli pakan yang harus dibeli setiap harinya,” ungkap Adi saat ditemui detikcom beberapa waktu yang lalu, dikutip, Selasa (9/3/2021).
Dari sisi perawatan, ayam broiler dapat dikatakan membutuhkan pakan yang berprotein lebih tinggi dibandingkan dengan ayam layer, namun jangka waktu panen yang pendek membuat pakan ayam broiler tidak terlalu banyak. Berbeda dengan ayam layer yang membutuhkan pakan 120 gram per harinya untuk 1 ekor ayam dengan jangka waktu panen hingga 24 bulan.
“Selain mengurus karyawan, menjadi peternak ayam ini juga harus mengurus nyawa ayam. Sebelum datang DOC, bersihkan kandang, alat-alat harus komplit, semua disiapkan dengan baik. Kalau ada yang sakit ayamnya dipisahkan, divaksinasi, diberi pengobatan,” imbuh Adi.
Dalam pemasaran, Adi juga menyarankan peternak ayam broiler bermitra dengan industri agar pemasarannya lebih terjamin. Berbeda dari ayam layer yang bisa dilakukan secara mandiri dan tidak bermitra.
“Kalau ayam pedaging itu saya sarankan jangan mandiri namun kemitraan, karena semua (pasar) berada di bawah perusahaan. Ayam pedaging itu usia panennya sekitar 33-34 hari, pembersihan kandang sekitar 2 bulan atau 60 hari,” jelas Adi.
Adi pula menuturkan bahwa untuk ayam broiler setahun dapat panen hingga 6 kali dan bisa 4 kali mendapatkan keuntungan, tetapi juga masih bisa mengalami kerugian hingga 2 kali, sebab sektor ayam pedaging sudah dikuasai oleh pabrikan. Dari segi modal, ayam broiler juga lebih kecil dibandingkan dengan ayam layer.
“Karena sektor ayam pedaging sudah dikuasai oleh pabrikan, mereka sudah punya breeding farm untuk menghasilkan DOC (Day Old Chicken, ayam yang baru menetas), pabrik pakan, RPU (rumah potong unggas), pasar, sistem, dan masuk juga di masyarakat kemitraan,” tutur Adi.
Berbeda dari ayam broiler yang bermitra hingga dapat dengan mudah mendapatkan pasar, ayam layer kebanyakan dilakukan secara mandiri, sehingga seluruh biaya pakan hingga pemasaran harus dipikirkan sendiri oleh peternak.
“Ya kalau ayam layer karena tidak bermandiri jadi harus kerja keras mencari pasar, itu dia kuncinya kalau ingin menjadi peternak ayam layer adalah sabar,” tuturnya.
Bila dikatakan mana yang lebih untung, sebenarnya keduanya punya keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Namun, beberapa peternak di Blitar lebih memilih untuk beternak ayam layer karena harganya lebih stabil dibandingkan dengan ayam pedaging.
Dalam memasarkan telur ayamnya, mereka pun menggunakan sebuah aplikasi yang masih berbentuk pilot project yaitu ‘Pasar Mikro’. Aplikasi cuma-cuma dari BRI ini bertujuan untuk memangkas mata rantai distribusi yang selama ini dialami oleh para peternak.
Pimpinan Cabang BRI Blitar mengatakan mimpi besar dari aplikasi Pasar Mikro adalah mampu memotong mata rantai yang panjang. Tujuan besarnya nanti adalah mampu menyediakan akses pembiayaan melalui aplikasi tersebut.
“Nah dari situ nanti akan muncul berapa sih volume maksimal yang bisa dikembangkan lagi, dan itu tentunya butuh modal. Nah modal itu ada semacam soft loan dari BRI, jadi ini arahnya lebih ke dalam akses permodalan. Kalau secara umumnya seperti itu,” pungkas Yulizar.