Mediatani – Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui memanfaatkan fotobioreaktor untuk meningkatkan produktivitas mikroalga karena kulturnya dapat dikontrol secara optimal. Teknologi tersebut diterapkan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yaitu Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee.
Dengan teknologi ini, BPBAP Ujung Batee mampu memproduksi 3 juta sel mikroalga jenis Skeletonema per hari dan 100 juta sel per hari untuk mikroalga jenis Nannochloropsis.
Fotobioreaktor adalah sebuah reaktor tembus pandang yang dilengkapi dengan instalasi suplai media dan emisi gas yang dapat digunakan untuk mengkultur mikroalga. Bioreaktor ini dapat membuat cahaya masuk, sehingga organisme yang berukuran mikroskopis yang memiliki klorofil untuk memanfaatkan sumber cahaya dalam melakukan fotosintesis.
Dilansir dari laman resmi KKP, (2/3), Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto sangat mengaspresiasi dilakukannya pengembangan teknologi fotobioreaktor untuk kultur mikroalga ini. Menurutnya, di industri perikanan budidaya, mikroalga menjadi sumber pakan yang biasanya digunakan untuk pakan larva ikan dan udang, zooplankton dan ikan herbivora.
BPBAP Ujung Batee mengembangkan aplikasi teknologi fotobioreaktor pada kultur mikroalga ini dengan memanfaatkan wadah transparan berbahan akrilik sehingga cahaya yang diterima memiliki rasio luas permukaan dan volume yang lebih tinggi.
Pengembangan teknologi ini dilakukan didasari karena peningkatan produksi perikanan budidaya akan memicu kebutuhan pakan dari level pembenihan hingga pembesaran.
“Pakan alami seperti halnya mikroalga ini sangat esensial dan diperlukan untuk menghasilkan benih ikan ataupun udang yang berkualitas. Mikroalga menjadi sumber penyedia nutrisi, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral serta zat nutrisi lainnya”, sambungnya.
Seperti yang diketahui, tambah Slamet, peningkatan kebutuhan benih berkualitas seiring dengan peningkatan produksi berdampak langsung kepada kebutuhan akan pakan alami. Untuk itu, ia berharap teknologi seperti ini dapat terus berkembang, sehingga mampu mengatasi masalah impor pakan alami di Indonesia.
Dikatakannya, hal ini juga sesuai dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono yang mengharapkan agar Unit Pelaksana Teknis (UPT) melalui inovasi teknologinya bisa menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat dan negara.
Terpisah, Kepala BPBAP Ujung Batee, Tahang menyampaikan bahwa saat ini pengembangan teknologi fotobioreaktor yang dilakukan untuk kultur mikroalga ini baru pada dua jenis mikroalga saja yaitu Nannochloropsis dan Skeletonema.
Untuk diketahui, mikroalga jenis Skeletonema ini dicirikan dengan bentuknya yang silinder dengan warna coklat keemasan, sedangkan mikroalga jenis Nannocholopsis umumnya berbentuk bulat dan berwarna hijau.
“Skeletonema untuk kebutuhan pakan benur udang windu dan vaname, sedangkan Nannochloropsis untuk kebutuhan pakan benih kakap putih. Ini telah membantu meningkatkan produktivitas benih yang dihasilkan. Karena pengembangan teknologi kultur ini, banyak pembudidaya yang berminat dan datang untuk belajar langsung ke BPBAP Ujung Batee,” terang Tahang.
Selain Skeletonema dan Nannocholopsis, jenis mikroalga lainnya yang juga umum digunakan dalam kegiatan budidaya diantaranya yaitu Dunaliella, Chlorella, Chaetoceros, Spirulina dan Thalasiossira.
Dilansir dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI, mikroalga merupakan living factory yang mampu menghasilkan beranekaragam produk kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, pigmen, & zat bioaktif lainnya yang berkualitas tinggi.
Peneliti Puslit Limnologi-LIPI, Awalina dalam Webinar Microalgae Biorefinery Series dengan tajuk “Teknik Budidaya dan Pemanfaatan Mikroalga” beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa permintaan dari pasar global terhadap mikroalga cukup besar dengan harga tinggi, karena microalgae based fine chemicals ini digunakan sebagai feed stock untuk neutraceutical, pharmaceutical, kosmetika, dan pakan ikan/ternak.