Tradisi Mappadendang Suku Bugis Saat Pesta Panen

  • Bagikan
Sumber foto: 1001indonesia.net

Mediatani – Selain keindahan alam, flora dan fauna, Indonesia juga terkenal kaya akan ragam budaya yang khas di setiap daerah masing-masing. Misalnya, seperti tradisi di Suku Bugis Sulawesi Selatan dan sekitarnya yang dikenal dengan tradisi Mappadendang.

Dikutip dari laman Etnis.id, tradisi Mappadendang merupakan kegiatan untuk mengolah padi menjadi beras dengan cara ditumbuk menggunakan alu’ (semacam tongkat besar yang terbuat dari bambu) di atas lesung. Hal ini tentu saja dilakukan jauh sebelum adanya mesin giling padi yang canggih dan modern.

Tradisi mappadendang ini merupakan pesta adat yang dilakukan oleh masyarakat Bugis untuk mensyukuri panen hasil pertaniannya. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun menurun di masyarakat Bugis khususnya beberapa wilayah seperti Bone.

Selain di Bone, ritual Mappadendang juga kerap dilakukan oleh masyarakat di wilayah yang dikenal dengan penghasilan pertaniannya yang melimpah, misalnya di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Pinrang saat pascapanen padi.

Tradisi Mappadendang itu sendiri adalah suatu pesta yang diadakan secara besar-besaran oleh masyarakat. Tradisi ini umumnya dilakukan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Suku Bugis kepada Sang Pencipta atas rezeki berupa hasil panen yang dianugerahkan kepada mereka.

Menurut keterangan dari tetua kampung dan juga tokoh masyarakat di Desa Allamungeng Patue, tradisi Mappadendang ini digelar sebagai bentuk respon dari tafsiran mimpi salah satu warga pendatang yang saat ini sudah menjadi warga tetap di Desa Allamungeng Patue.

Dia menceritakan bahwa kurang lebih sudah 20 tahun lamanya tradisi Mappadendang ini terakhir kali diselenggarakan. Kemudian, seorang tetua kampung yang dikenal memiliki kekuatan spiritual berjuluk sanro (dukun) mendengar ada seorang warga desa yang mimpi didatangi oleh sosok yang tidak dikenal, di mana mimpi yang hampir sama juga dialami oleh sang sanro.

Warga desa tersebut kemudian menceritakan apa yang ada di dalam mimpinya di hadapan masyarakat khususnya para tetua kampung dan pemuka adat. Dirinya mengakui bahwa apa yang ada di dalam mimpinya terlihat jelas dan tidak seperti mimpi pada umumnya. Hal ini diakui karena dirinya mendengar ada suara yang seperti memanggil namanya ketika berada di ruang makan keluarga.

Setelah itu, dia keluar menemui sosok yang tidak dikenal. Dia kemudian diajak untuk menunggangi kuda oleh sosok yang tidak dikenal tersebut. Ketika sudah berada di atas kuda, sosok misterius ini kemudian menyampaikan keinginannya yang ingin melihat sebuah perayaan.

Menurutnya, perayaan yang dimaksud oleh sosok misterius yang ada di dalam mimpinya ini adalah sebuah perayaan yang sudah lama tidak dilakukan oleh warga setempat dan dalam jangka waktu yang sudah cukup lama. Hal inilah kemudian yang membuat tradisi Mappadendang ini kemudian kembali di lakukan oleh warga desa.

  • Bagikan