Mediatani – Perkembangan sektor pertanian di Indonesia menjadi salah satu isu penting yang sering didiskusikan akhir – akhir ini. Peran pemuda atau yang biasa kita sebut generasi milenial ini dinilai mampu menjadi pemicu perkembangan sektor pertanian di Indonesia.
Sebagai negara agraris, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara yang bisa swasembada pangan. Dengan bantuan pemuda dan peran teknologi yang semakin lama semakin canggih ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mencapai terwujudnya kemajuan disektor pertanian khususnya.
Merespon hal tersebut, jurusan Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berinisiatif untuk melakukan diskusi bersama terkait membahas tentang peran pemuda pada sektor pertanian. Diskusi kali ini bersinergi dengan Tsuji Kasunari selaku Associate Profesor dari Saga University, Jepang. Diskusi ini berlangsung pada hari Senin (25 januari 2021) dan diselenggarakan secara daring.
Pihak dari Jurusan Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mencoba mengangkat tema peran pemuda pada sektor pertanian. Tsuji sebagai narasumber atau pembawa materi menjelaskan terkait tentang tren pertanian yang saat ini sedang dialami di Jepang. Tsuji menjelaskan bahwa terdapat pengurangan produksi dan ekonomi dalam sektor pertanian di Jepang.
“Saat ini di Jepang sedang terjadi fenomena penuaan. Sebab sebagian besar pemudanya tidak ingin bergerak pada sektor pertanian, dan tentulah ini menjadi masalah serius sebab dikhawatirkan tidak ada lagi pemuda ingin meneruskan atau melanjutkan pertanian di Jepang”, ungkap Tsuji dalam diskusi daring tersebut.
Tidak hanya itu, dampak dari fenomena yang terjadi di Jepang adalah ketergantungan pada impor produk pertanian sehingga itu juga menyebabkan tren konsumsi pangan di Jepang yang cenderung mulai meninggalkan produk lokal. Melihat fenomena yang dihadapi Jepang sekarang, diharapkan dalam diskusi ini bisa ditemukan solusi agar mendorong generasi muda sehingga lebih tertarik untuk ikut terjun dan berkontribusi langsung ke sektor pertanian ini.
Selain peran pemuda yang digalakkan, pengaktifan kelompok tani juga dinilai bisa menjadi solusi dari fenomena ini. Kedua masalah ini menjadi fokus Jepang saat ini agar sektor pertanian bisa berkelanjutan dan tetap terjaga hingga masa depan.
Diskusi kali ini juga memberikan kesempatan kepada peserta diskusi untuk menyampaikan saran ataupun memberi pertanyaan. Beberapa pertanyaan pun mulai dilontarkan oleh para peserta diskusi, salah satunya Rahayu Relawati yang berprofesi sebagai salah satu dosen di Agribisnis. Rahayu menanyakan terkait tentang strategi seperti apa yang harus diterapkan untuk mengatasi fenomena ini sehingga generasi muda memiliki kesadaran dan kepekaan agar berminat terjun ke sektor pertanian ini.
Menjawab pertanyaan tersebut, Tsuji memaparkan bahwa salah satu solusi yang dinilai efektif untuk dilakukan adalah dengan meningkatkan pendapatan dan juga insentif pada sektor pertanian ini. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus mengambil peran penting dengan cara terus mendukung kestabilan harga hasil produk pertanian. Pemerintah dan Perguruan Tinggi harus bersinergi untuk meneliti sesuatu yang bisa menjadi solusi permasalahan yang muncul di bidang pertanian.
Selain itu, Tsuji juga menjelaskan bahwa sifat rajin yang dimiliki petani bisa membantu mengatasi fenomena yang terjadi saat ini. Salah satu faktor ini dinilai mampu meningkatkan pertanian di Jepang.
“Satu faktor penting yang mampu meningkatkan pertanian di Jepang, yaitu sifat rajin yang dimiliki oleh para petani. Bersama perguruan tinggi dan pemerintah, para petani di Jepang rajin meneliti sesuatu yang bisa menjadi solusi permasalahan yang muncul di bidang pertanian”, ujar Tsuji.
“Ketika sudah ditemukan, solusi itu akan dibagikan dan dijelaskan pada kelompok tani yang lain,” tutupnya.