Vegan Leather Berbasis Nabati, Solusi Industri Mode di Masa Depan

  • Bagikan
Sumber foto: casaindonesia.com

Mediatani – Industri kulit terhadap pencemaran lingkungan dan juga hewan semakin lama semakin berdampak negatif. Pasalnya, penggunaan pewarna pakaian dinilai mengambil andil besar terhadap pencemaran lingkungan.

Tidak hanya itu, eksploitasi yang berlebihan terhadap penggunaan kulit dan bulu hewan asli pun semakin mengkhawatirkan. Percobaan laboratorium terhadap hewan dan masih banyak lagi kejahatan lain yang dilakukan demi terciptanya selembar pakaian.

Seiring berjalannya waktu, para desainer fashion mencoba meminimalisir penggunaan kulit asli hewan demi menghentikan eksploitasi pada hewan.

Salah satunya dengan menggunakan vegan leather atau kulit vegan yang berbahan baku dua jenis polimer plastik yaitu, polyurethane (PU) dan polyvinyl chloride (PVC). Kedua bahan ini diketahui mempunyai tekstur yang mirip kulit asli yang berkerut-kerut.

Sayangnya, kedua bahan ini adalah bahan sintetis yang membuatnya tidak bisa didaur ulang dan tidak ramah lingkungan sebab dalam prosesnya menggunakan zat-zat kimia.

Penggunaannya dalam jumlah yang banyak berdampak pada meningkatnya polusi karena lepasnya zat-zat kimia dan limbah. Sehingga, penggunaan vegan leather ini dinilai belum mampu menjadi solusi untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini para peneliti mencoba lagi mencari solusi dari permasalahan ini. Kabar baiknya, vegan leather mampu dibuat dengan menggunakan beberapa bahan alami yang berbasis nabati (plant based).

Beberapa vegan leather nabati ini terbuat dari daun kaktus, jamur, daun pisang, buah nanas, beragam bunga dan kertas daur ulang, serta gabus. Beberapa bahan alami ini bisa didaur ulang dan betul-betul biodegradable.

Bahkan, dengan sentuhan teknologi pun vegan leather nabati ini mampu bertahan lebih lama serta perawatannya lebih mudah.

Vegan leather diprediksi mampu menjadi tren di masa depan karena memiliki dampak negatif yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan kulit asli hewan. Perbandingan tersebut bisa kita lihat dari proses produksinya.

Pada proses pembuatan kulit asli hewan, dimulai dari pembiakan, pemeliharaan, membunuh, hingga penyamakan kulit memiliki dampak lingkungan yang tinggi.

Dikutip dari greenmatters.com, memelihara hewan (biasanya sapi) untuk kulit membutuhkan banyak lahan, air, dan pakan. Selain itu, hewan juga mengeluarkan zat metana ke atmosfer.

Bahkan, kotoran dari peternakan pun berpotensi mencemari saluran air, tanah, dan udara. Sehingga, akan berisiko terhadap kesehatan masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitarnya.

Meskipun begitu, saat ini belum banyak produk fesyen atau desain yang memakai kulit vegan yang sepenuhnya ramah lingkungan. Sebab, setiap bahan dibuat dengan campuran tanaman dan poliuretan, atau berbahan dasar tanaman yang dilapisi dengan resin berbahan dasar plastik.

Sebagai konsumen yang cerdas, kita telah diberikan pilihan. Jika kita peduli dengan isu lingkungan ini, maka sepatutnya kita mengurangi pembelian produk fesyen yang terbuat dari bahan dasar yang tidak ramah lingkungan.

Bahkan untuk membeli vegan leather pun kita harus berhati-hati. Sebaiknya carilah produk yang lebih sedikit dampak buruknya pada lingkungan atau berbasis nabati.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version