Mediatani – Pada musim hujan barat ini, ikan ipun mulai bermunculan di Muara Kali Sagara. Kejadian ini bertepatan dengan munculnya nyale (cacing laut) di kawasan pantai selatan Lombok Tengah dan Lombok Timur. Hal itu membuat warga Dusun Lekok Desa Gondang Kecamatan Gangga beramai-ramai menangkap ikan tersebut.
Dilansir dari Radar Lombok, Minggu (14/2), salah seorang tokoh warga Dusun Lekok (Teluk Sedayu), Jaharudin mengatakan sejak dulu, ikan ipun itu terus menarik perhatian warga dusun. Menurutnya, ikan tersebut biasanya muncul pada musim penghujan barat yang disertai ombak deras, angin kencang dan petir.
Ikan Ipun tersebut sebenarnya berasal dari laut karena terbawa ombak deras sehingga mereka berimigrasi menuju kali secara bergerombol. Ikan ipun memilih bermigrasi ke kali Segara Lombok karena merupakan kali terbesar dan nyaman sebagai tempat berimigrasi.
“Dulu bermunculan bisa seminggu, sekarang puncaknya dua hari dan hari ketiga sudah mulai hilang dan berkurang karena ditangkap oleh warga setempat. Termasuk warga dari luar Lombok Utara berdatangan jika sudah tahu melalui media sosial,”tuturnya.
Menurutnya, dulu, keberadaaan ikan ipun di muara tersebut cukup lama karena hanya warga sekitar yang datang untuk menangkap. Namun, karena banyaknya warga yang datang dari daerah lain, membuat tempat tersebut menjadi sangat ramai, sehingga ikan ipun itu merasa terganggu dan separuhnya berimigrasi ke kali yang lain.
“Tapi kali segara tetap menjadi pusat ikan Ipun berimigrasi,” terangnya.
Biasanya ikan ipun yag berimigrasi ke muara kali sering menjadi mangsa ikan besar, karena ikan ipun berukuran kecil-kecil berwarna putih. Mereka berimigrasi menuju muara kali karena di wilayah itu terdapat hewan kecil yang menjadi makanannya.
Ia menjelaskan, beda halnya dengan bau nyale yang bisa diprediksi bulan dan tanggal kedatangannya, kemunculan ikan ipun tidak dapat diprediksi sehingga sulit mengetahuinya.
Biasanya kemunculan ikan ipun baru bisa diprediksi ketika cuaca esktrem. Menurutnya, sulitnya mengetahui munculnya ikan tersebut karena pengaruh letak geografis daerahnya.
“Dan juga biasanya ikan ipun disertai ikan-ikan jenis lainnya,” jelasnya.
Karena itu, warga tidak bisa membuat event seperti halnya saat bau nyale muncul. Jika nyale bisa diprediksi dengan tanggal Sasak, sedangkan ikan ipun menggunakan bulan atas (bulan Islam). Ketika ikan ipun bermunculan, biasanya para nelayan tidak berani melaut terlalu jauh, karena cuaca ekstrem masih diprediksi terjadi.
Ikan ipun yang ditangkap biasanya bisanya diolah menjadi kuliner seperti ikan asin yang dimasukan ke dalam bambu lalu dibakar, rengginang, dan jenis kuliner lainnya.
Masyarakat Tana Ai juga menangkap ikan ipun
Selain di wilayah Lekok Lombok Utara, masyarakat Tanah Ai yang merupakan sebutan bagi suku yang mendiami wilayah timur Kabupaten Sikka, Flores, NTT juga memiliki aktifitas untuk menangkap ikan ipun. Aktifitas itu mereka lakukan ketika musim tanam Berakhir.
Sembari menanti panen, masyarakat Tana Ai biasanya akan disibukan dengan aktifitas menangkap ikan ipun yang berada di kali Nangagete. Selain karena ikan seperti teri ini bisa dimanfaatkan untuk dikonsumsi, masyarakat Tana Ai menganggap ikan ipun adalah berkat dari langit.
Masyarakat yang berada di wilayah pinggiran sungai Nangagete ini, menganggap kemunculan ipun di saat-saat tertentu sebagai rezeki dari Ama Pu (Sang Pencipta). Menurut mitos masyarakat Tana Ai, kemunculan ikan ipun berasal dari gumpalan besar menyerupai kantung yang dimuntahkan oleh seekor ikan besar yang disebut ikan raja.
Gumpalan yang dihasilkan itu berupa ikan-ikan kecil mirip ikan teri halus. Gumpalan itu kemudian tersebar di dua tempat, yaitu satu gumpalan di daerah Iyangloeng dan satu lagi di Nangamera. Kedua gumpalan ikan tersebut kemudian secara bersamaan bergerak menuju muara kali Nangagete di Bangkoor.