Mediatani– Tanaman liar menurut beberapa sumber dapat diartikan sebagai bagian dari vegetasi (tanaman) yang tumbuh dengan sendirinya dan tanpa campur tangan manusia. Terkadang orang salah mengartikan tanaman liar dan gulma.
Gulma adalah tanaman yang tumbuh di suatu wilayah yang telah diganggu manusia, sedangkan tanaman liar tumbuh di wilayah yang belum terganggu manusia.
Secara kasat mata, tanaman liar dapat dikenali karena wujudnya yang paling berbeda dari tanaman sekitarnya. Bahkan, tanaman liar sering diidentikkan dengan tanaman berbahaya dan beracun sehingga tak banyak orang yang berani memanfaatkan tanaman liar yang berguna.
Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dijelaskan 3 tanaman liar yang sebenarnya bermanfaat dan tak harus dihindari.
1. Patikan kebo
Tanaman yang memiliki nama ilmiah Euphorbia hirta ini merupakan terna dengan tinggi kurang lebih 20 cm, batangnya bersilia, dan berwarna merah atau keunguan. Terna adalah tanaman yang memiliki batang lunak atau tidak membentuk kayu karena hanya mengandung jaringan kayu yang sangat sedikit.
Pohon patikan kebo umumnya memiliki percabangan yang berdiameter kecil. Bunganya membentuk bola yang keluar dan ketiak daun bergagang pendek dengan warna merah kecokelatan.
Bunga patikan kebo mempunyai susunan satu bunga betina dikelilingi oleh lima bunga yang masing-masing terdiri atas empat bunga jantan dan satu bunga betina.
Manfaat dari tanaman liar satu ini adalah sifatnya sebagai tanaman herbal. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa ekstrak patikan kebo terbukti menunjukkan aktivitas menghambat pertumbuhan sel kanker.
Sifat lainnya sebagai antiinflamasi, yaitu ditemukan adanya kandungan triterpenes, β-amyrin, 24-methyl enecycloartenol, dan β-Sitosterol. Patikan kebo yang diambil ekstrak metanolnya dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri, terutama terhadap bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228, Pseudomonas pseudoalcaligenes ATCC 17440, Proteus vulgaris NCTC 8313 dan Salmonella typhimurium ATCC 23564.
Terakhir, efek antijerawat juga ditemukan dalam tanaman ini dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis.
2. Jalawure
Tanaman liar yang populer sebagai pangan alternatif di Kabupaten Garut beberapa tahun silam juga dikenal dengan nama ilmiah Tacca leontopetaloides. Menurut penjelasan dari Badan Ketahanan Pangan LIPI, karakteristik jalawure yang berasal dari famili Taccaceae ini secara alamiah tumbuh liar di pesisir pantai, khususnya di pantai Garut Selatan.
Tanaman jalawure berupa terna tegak (perdu) dengan tinggi antara 1,5-2,0 meter, serta tidak berkayu, dan bercabang. Tangkai daun melekat pada batang berbentuk segi lima.
Selain itu, tanaman ini merupakan tanaman berbunga/berbiji dan berakar serabut yang berbentuk umbi. Jalawure berkembang biak melalui vegetatif (umbi) dan reproduktif (biji).
Tanaman liar jalawure menyimpan cadangan makanan dalam bentuk umbi di dalam tanah dengan ukuran umbi bervariasi antara 1 – 2 kg. Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan dalam umbi terkandung karbohidrat sebesar 38,16 gram/100 gram. Sedangkan dalam bentuk tepung jalawure mengandung karbohidrat 83,07 gram/100 gram.
Tepung jalawure mengandung karbohidrat paling tinggi dibandingkan dengan tepung beras, tepung jagung, dan tepung terigu. Maka dari itu, umbi dan tepung jalawure sudah pasti kaya akan karbohidrat.
Selain itu, umbi jalawure juga mengandung zat besi (Fe) sebesar 11,9 mg/gram dan vitamin C 3,28 mg/100 gram yang tidak ditemukan pada tepung beras, tepung jagung, dan tepung terigu.
3. Babadotan
Tanaman liar dengan nama ilmiah Ageratum conyzoides ini termasuk yang mudah ditemukan di sekitar kita dengan bau yang menyerupai bau kambing.
Ciri-ciri dari tanaman liar sekaligus gulma ini diantaranya adalah biji yang berkeping dua (dikotil), perakaran tunggang, mempunyai daun lebar yang berujung lancip dan bergerigi, bunga berwarna putih, biru muda, dan keunguan, mempunyai mahkota seperti lonceng dengan diameter 5-15 mm dan berkelompok dengan jumlah bunga bisa mencapai 30 buah bunga.
Menurut Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Pertanian Provinsi Jambi, babadotan berpotensi dijadikan sebagai pestisida nabati yang ramah lingkungan sekaligus menggantikan pestisida sintetis.
Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tumbuhan/tanaman baik dari daun, buah, biji atau akarnya yang memiliki senyawa aktif atau metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme penggangu tanaman (OPT) dan bersifat tidak merusak lingkungan.
Senyawa aktif yang terdapat di dalam tumbuhan babadotan antara lain berasal dari golongan alkaloid, saponin, flavonoid, anthraquinon, terpen, steroid, tannin, fenol, dll.
Selain jenisnya yang banyak, kadar bahan aktifnya juga tinggi sehingga mampu mengendalikan berbagai OPT sebagai pestisida nabati multiguna.