Atasi Limbah Peternakan Maggot, Mahasiswa Unair Ciptakan Alat Produksi Kitosan

  • Bagikan
Lima Mahasiswa Unair Ciptakan Alat GC-Reaktor untuk Produksi Kitosan
Lima Mahasiswa Unair Ciptakan Alat GC-Reaktor untuk Produksi Kitosan

Mediatani – Mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) kembali menorehkan prestasi di masa pandemi. Lima mahasiswa yang berasal dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini dengan kompaknya menciptakan sebuah alat reaktor produksi kitosan dengan memanfaatkan limbah dari peternakan maggot.

Kelima mahasiswa tersebut adalah Abdufattah Yurianta, Muhamad Faqih  Muhamad Rizaldi Bin Nuryasin, Mikhail Naufal dan Firman Hidayat selaku ketua tim.

Diketahui bahwa maggot berpeluang cukup besar untuk dijadikan sebagai bahan baku alternatif pakan ikan atau unggas sebab memiliki nilai protein tinggi. Kelebihan inilah yang membuat maggot banyak diternakkan oleh masyarakat.

Maggot atau sering disebut lalat tentara hitam (black soldier fly) ini, selain dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan juga dapat menghasilkan pupuk organik. Meski memiliki beragam manfaat, usaha ini juga menghasilkan limbah.

Sayangnya, pengolahan limbah dari budidaya ini masih belum maksimal. Padahal, limbah cangkang lalat bisa menghasilkan zat baru yang bernilai jual. Salah satu limbah yang dihasilkan dalam peternakan maggot tersebut adalah cangkang Lalat BSF yang hanya dibuang begitu saja.

Permasalahan inilah yang menjadi kendala, bagaimana pengelolaan limbah maggot tersebut. Apakah belum maksimal sehingga tidak menghasilkan profit. Padahal, kandungan limbah maggot ternyata mengandung kitin yang bisa diolah menjadi kitosan atau polimer alami.

Cangkang yang dihasilkan mengandung kitin sekitar 23,2 persen dari total massanya. Apabila diolah dengan benar, bisa menjadi usaha baru berupa hasil kitosan. Dimana kitosan ini bisa digunakan sebagai supleman pakan ternak dan bermanfaat bagi kesehatan.

Sehingga, muncullah ide yang menawarkan alat GC-Reactor untuk produksi. Kelima mahasiswa ini pun membuat alat khusus pengolahan limbah maggot menjadi kitosan. Hal inilah yang melatarbelakangi mereka menciptakan alat untuk memproduksi kitosan, baik alat atau kitosan yang nantinya bisa dimanfaatkan oleh para peternak.

Kerjasama dengan Peternak Lokal di Jawa Timur

Pekerjaan apapun yang dilakukan sendiri hasilnya mungkin tidak maksimal. Karena itu, mereka pun melakukan kerjasama dengan salah satu peternak maggot lokal di Jawa Timur, yakni UMKM Stargot. Melalui kerja sama ini, para mahasiswa mendapatkan limbah maggot berupa cangkang lalat.

Selanjutnya, cangkang lalat tersebut kemudian diteliti dan diolah menjadi kitosan dengan menggunakan alat ciptaan mereka.

“UMKM Stargot ini ada tiga tempat, pertama di Kramat, Sidoarjo, dengan jumlah produksi pupuk organik sebesar 200 kg per hari, kemudian di Porong dengan jumlah produksi 1,9 ton per hari, dan Lamongan juga 1,9 ton per hari. Tetapi saat ini kami mengambil sampelnya di Sidoarjo,” ujar Firman Hidayar, dikutip dari laman news.unair.ac.id, Rabu 11 Agustus 2021

Penasaran dengan Cara Kerja Alatnya?

Pembuatan alat tersebut dilakukan di Laboratorium Mekanik FST Unair. Respons positif pun muncul dari mitra mereka UMKM Stargot saat pengambilan sampel data. Kandungan kitin yang ada di cangkang maggot berubah menjadi kitosan atau disebut proses deasetilasi.

Cara kerja alat tersebut menggunakan alat pemanas dari gelombang mikro atau microwave dengan derajat suhu yang lebih tingi. Sehingga, proses deasetilasi dari kitin menjadi kitosan lebih cepat terjadi.

“Meski prosesnya hampir sama dengan pembuatan kitosan pada umumnya, namun dengan mengunakan reaktor lebih cepat. Pertama, limbahnya dimasukkan ke lubang reaktor kemudian dipanaskan menggunakan microwave. Selanjutnya, diaduk dengan alat pengaduk atau stirrer yang ada di alatnya itu. Nanti juga ada kran katup buat lubang keluaran hasilnya,” ucap Firman.

Harapannya, hal ini dapat menyelesaikan permasalahan mitra dalam mengolah limbah cangkang pupa lalat BSF, dimana dapat diolah menjadi kitosan yang menghasilkan keuntungan.

Keungulan kerja alat ini, yakni bisa menghemat waktu dalam proses pembuatan kitosan pada umumnya. Selain itu, alat tersebut juga ramah lingkungan tanpa menghasilkan residu berbahaya saat proses produksinya.

Berkat karya alat GC-Reaktor ini, mereka berhasil lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa-Penerapan Iptek (PKM-PI) tahun 2021 yang diadakan oleh Kemendikbud-Ristek RI.

  • Bagikan