Mediatani – Saat ini ikan lele juga menjadi salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan secara komersial di Amerika Serikat (AS). Selain karena memiliki prospek pasar yang cukup tinggi, ikan lele lebih mudah dibudidayakan dibanding komoditas ikan air tawar lainnya.
Meski mudah untuk dibudidayakan, para pembudidaya lele di AS juga harus menghadapi tantangan serangan penyakit yang bisa menyebabkan kerugian. Penyakit yang muncul itu disebabkan oleh bakteri.
Dilansir dari USDA Agriculture Research Services (ARS), industri ikan lele di Alabama, Amerika Serikat telah mengalami kerugian yang besar akibat serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Wabah penyakit tersebut telah menyerang sejak tahun 2009.
Kerugian terparah terjadi pada tahun 2020, yang mencapai 13,5 juta dolar AS atau 9 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Angka kerugian tersebut berasal dari total ikan lele yang mati, biaya pakan obat dan perawatan kimia.
Sebelum membuat ikan lele mati, penyakit tersebut terlebih dulu membuat ikan lele kekurangan nafsu makan, tubuh mengalami pendarahan dan berenang tidak stabil.
Para ilmuwan ARS kemudian melakukan berbagai upaya untuk mencari tahu penyebab munculnya penyakit tersebut dan mengamati proses penularan bakteri tersebut, upaya pencegahan dan lainnya.
“Penyakit pada ikan budidaya, seperti ternak lele yang lebih dikenal jarang terjadi dalam gelembung,” ungkap Benjamin Beck.
Berbagai faktor yang berkontribusi terhadap virulensi dan infeksi Aeromonas hydrophila itu kemudian diperiksa secara sistematis pada penelitian tersebut.
Ada banyak pertanyaan yang muncul dibenak para ilmuwan terkait penyebab timbulnya penyakit tersebut, apakah dari pola makannya, kadar oksigen yang menipis, perawatan kimia atau adanya infeksi parasit.
Benjamin mengaku bahwa pihaknya belum menemukan jawaban pasti terhadap pertanyaan tersebut. Namun, cara seperti apa patogen bekerja dan cara mengatasinya itu coba dilakukan dengan menggunakan pendekatan holistik.
Hasil penelitian terhadap ikan lele
Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan, para ilmuwan menemukan bahwa penyebab paling memungkinkan munculnya varian penyakit itu adalah pemberian makan yang tinggi.
“Banyak pembudidaya telah melaporkan bahwa tingkat pemberian pakan yang tinggi sering diikuti oleh wabah penyakit,” ungkap Beck.
Terbukti, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan ikan akan menjadi semakin rentan terhadap penyakit jika pemberian pakannya juga semakin berat.
Cara pemberian pakan dan kualitas air memang menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam proses budidaya. Salah satu langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk jangka panjang menurut para ahli adalah dengan melakukan vaksinasi.
“Program pemuliaan atau seleksi genetik untuk ketahanan penyakit mungkin merupakan solusi jangka panjang,” terangnya.
Namun, tambah Beck, dalam jangka pendek, para ilmuwan terus mencari tahu perubahan yang terjadi pada tingkat kolam yang dapat dilakukan sehari-hari untuk mengurangi kemungkinan wabah Aeromonas skala besar.
Scott Elliot dari Kantor Komunikasi ARS menjelaskan, kasus Aeromonas hydrophila ini mengingatkan kita untuk tidak dapat melihat masalah budidaya secara terpisah atau hanya dari satu sudut pandang saja.
“Kita perlu memahami penyakit yang terjadi di lingkungan pertanian dan merangkul kompleksitas lingkungan,” kata Scott Elliot.