Begini Cara Petani India Tingkatkan Panen dan Atasi Kelangkaan Air

  • Bagikan
Petani Ambalesh Kashinath di India memamerkan kembang kol tanamannya. Foto: DW.com

Mediatani – Setelah gagal panen yang disebabkan kekeringan parah, kini petani di Maharashtra, India, bisa memetik hasil lebih banyak melalui metode yang sederhana namun imajinatif.

Dilansir dari DW.com – Krishna Narode (26 tahun) petani dari desa Gangapur di negara bagian Maharashtra di India barat, menjadi bersemangat ketika mengamati lahan pertanian seluas empat hektar tempatnya membudidayakan berbagai tanaman.

Lahannya dia gunakan untuk menanam buah-buahan, seperti pepaya, tebu, gandum, jahe, dan beberapa bulan lagi ia akan panen.

Narode berharap bisa menghasilkan setidaknya 600.000 rupee (sekitar hampir Rp 200 juta) dari panennya tahun ini. Pada tahun 2016, ia hanya menghasilkan sedikit uang, hingga nyaris menyerah.

Namun sejak menggunakan metode pertanian baru yang telah dipelajarinya, hasil yang didapatkan mampu membantu komunitas petani.

Latur, salah satu distrik di Marathawada, merupakan daerah rawan kekeringan. Daerah ini terkenal karena kelangkaan air dan tingginya jumlah kasus bunuh diri para petani.

Lima tahun lalu, pihak berwenang bahkan harus mengerahkan kereta khusus untuk memasok air ke wilayah tersebut. Polisi pun dikerahkan untuk berjaga di luar penampungan air, waduk, dan titik distribusi.

Namun, akhirnya sebuah inisiatif yang dipimpin oleh petani bernama Mahadev Gomare, dengan bantuan sekelompok penduduk desa yang berkomitmen, telah mengubah keadaan yang menyedihkan ini.

Beberapa tahun yang lalu, mereka meremajakan Sungai Manjara sepanjang 143 kilometer beserta anak-anak sungainya yang menjadi sumber air utama untuk sekitar 500 ribu penduduk di 900 desa.

Lebih dari 900 ribu meter kubik lumpur dikeruk dari dasar sungai. Lumpur inilah yang menyebabkan kemampuan sungai untuk mengisi ulang air tanah berkurang secara signifikan.

Setelah dikeruk, lumpur tersebut kemudian digunakan di ladang untuk membantu meratakan lahan pertanian.

“Setelah sungai dihidupkan kembali, ketersediaan air meningkat, dan inisiatif lain untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan ekologi daerah itu dimulai,” kata Gomare.

Para petani juga mendapat bantuan teknis dari Yayasan Art of Living yang berperan dalam peremajaan sungai, drainase, struktur bronjong dan penahan air hujan di sungai dan anak sungai.

Sejak itulah, komunitas petani dengan bertahap beralih ke sistem pertanian alami, penghijauan, agroforestri, perhutanan sosial, pertanian tahan iklim, serta pembibitan untuk menghijaukan daerah tersebut dan membantu meningkatkan hasil pertanian.

Bukan hanya petani, seluruh ekosistem desa ikut merasakan dampak positif karena ketersediaan air lebih banyak, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang signifikan. Perubahan tersebut membuat transformasi dramatis dalam kehidupan petani.

“Ini memakan waktu, tetapi tenaga kami telah membuahkan hasil dan sekarang kami melihat banyaknya senyuman di wajah para petani,” kata petani lainnya, Kaka Sehab Sindi.

Data dari pemerintah, jumlah petani kecil dan marjinal di India yang mengolah lahan seluas kurang dari dua hektar mencapai 86 persen dari total 146 juta usaha pertanian di India.

Berdasarkan data tersebut, merupakan tantang tersendir bagi negara dalam memperkenalkan teknologi dan praktik baru ke sejumlah besar petani kecil yang tersebar di pedesaan yang luas dan mengintegrasikannya dengan pasar modern.

“Kami tahu para petani di luar Delhi tengah memperjuangkan undang-undang yang menjamin harga dukungan minimum untuk produk mereka, tetapi kami memutuskan untuk mengubah nasib kami sendiri,” kata Ambalesh Kashinath, seorang petani tanaman sereal.

Alih-alih mengandalkan bantuan pemerintah, para petani di Marathwada mengusahakan sendiri perubahan nasib mereka dengan mengubah cara pengelolaan tanaman.

Pengolahan tanaman ini dapat memberikan hasil panen yang lebih baik, meningkatkan ketahanan pangan dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak buruk perubahan iklim.

 

  • Bagikan