Mediatani – Pemanfaatan bahan alam atau herbal saat ini menjadi salah satu upaya para peneliti untuk menemukan pendukung pengobatan Covid-19. Termasuk menggunakan bahan alami virgin coconut oil (VCO).
Dilansir dari kompas – Pakar Pulmonologi FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Ketua Tim Airbone Disease RSUP Dr. Sardjito, Ika Trisnawati mengatakan pilot studi VCO sebagai terapi adjuvan Covid-19 saat ini tengah berlangsung di 4 rumah sakit Yogyakarta, yaitu RSUP Dr. Sardjito, RSA UGM, RSUD Wonosari, serta RSUD Sleman.
Latar belakang penggunaan VCO untuk terapi Covid-19 disebabkan kandungan VCO yang telah diketahui memiliki aktivitas anti virus yang baik seperti asam laurat (C12) dan monolaurin (ML) beserta derivatnya.
“VCO merupakan medium chain fatty acids (MCA) yang mengandung asam laurat diubah menjadi monogliserida monolaurin yang mempunyai efek antiviral dengan cara menghancurkan membran lipid virus,” jelasnya dalam webinar Uji Klinis dan Penanganan Covid-19, Pusat Kedokteran Herbal FKKMK UGM.
Cara kerja VCO seperti pada sabun, mampu merusak membran sel pada virus.
“Saat VCO masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi monolaurin yang saat berinteraksi dengan membran sel virus dan akan merusak lapisan lipid pada sel tersebut. Dengan begitu, membran sel virus menjadi rusak dan tidak berfungsi,” kata dia.
Sebuah penelitian menunjukkan adanya penurunan D Dimer dan ferritin yang signifikan (p<0,05) baik sebelum dan setelah intervensi pada kelompok VCO. Lalu, terjadi penurunan CRP, IL6 dan procalcitonin, namun tidak signifikan.
“VCO dapat menurunkan marker inflamasi pada penderita Covid-19 sehingga diharapkan dapat mencegah perberatan penyakit,” jelasnya.
Di sisi lain, Riri Indriani dari BPOM mengatakan Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman. Data Riset Obat dan Jamu mencatat dari spesies tanaman yang ada, 2.848 di antaranya termasuk tumbuhan obat yang tersebar pada 405 etnis di 34 provinsi.
“Potensi bahan alam Indonesia memberi peluang besar untuk dimanfaatkan sebagai produk jamu, maupun obat herbal terstandar dan fitofarmaka, termasuk sebagai terapi adjuvan Covid-19,” ungkapnya.
Riri mengatakan bahwa BPOM telah melakukan pendampingan terhadap penelitian herbal terkait Covid-19. Hingga kini dilakukan 15 penelitian yang memanfaatkan bahan alam dan 2 di antaranya telah selesai menjalani uji klinik.
Kemudian, 4 penelitian masih dalam tahapan uji klinik, 5 penelitian tahap penyusunan protokol uji klinik, 1 penelitian tahap uji praklinik, dan 3 penelitian masih dalam tahap penyusunan protokol uji praklinik.
Uji praklinik ditujukan sebagai anti inflamasi, daya tahan tubuh, antipiretik dan anti Covid-19. Dari penelitian yang telah berjalan tersebut ia mengatakan terdapat beberapa pembelajaran yang bisa diambil.
Contohnya, saat uji praklinik terdapat kesulitan menemukan hewan model yang bisa menggambarkan patofisiologi Covid-19 pada manusia secara menyeluruh. Sementara itu, uji klinik juga tidak mudah dilakukan dalam kondisi pandemi karena banyak faktor yang memengaruhi validitas hasil akhir uji klinik.
Persoalan lain yang didapatkan seperti ukuran sampel, populasi subjek, hingga kategori subjek. Kemudian, manifestasi klinik pasien Covid-19 yang beragam menuntut peneliti harus lebih cermat dalam menentukan definisi operasional perbaikan gejala klinis.
Walaupun begitu, mengingat besarnya potensi bahan alam Indonesia, Riri menekankan untuk terus mengembangkan penemuan dan pengembangan obat herbal hingga menuju hilirisasi produk.
Dalam pengembangannya dibutuhkan dukungan dan sinergitas dari pihak terkait, termasuk dari para akademisi atau perguruan tinggi.
“BPOM pun akan selalu hadir mendukung upaya hilirisasi produk obat bahan alam,” imbuhnya.