Mediatani – Danau Maninjau merupakan danau tektovulkanik yang selama ini dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, mulai membangkitkan lisrik (205 GWh/tahun), sumber air minum, irigasi, perikanan tangkap hingga perikanan budidaya dan pariwisata di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Secara ekologi, danau yang luasnya mencapai 9.737,5 hektare ini juga berfungsi sebagai habitat bagi banyak organisme, mengontrol kesetimbangan air tanah dan iklim mikro.
Hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) menunjukkan ada sebanyak 14 jenis ikan yang hidup di Danau Maninjau.
Jenis ikan yang selama ini menjadi target tangkapan nelayan, yakni ikan bada atau ikan seluang (Rasbora argyrotaenia), ikan baung (Mystus spp.), gariang (Tor soro), asang (Osteochilus haselti), barau (Hampala macrolepidota), dan nila (Oreochromis niloticus).
Kepala BRPSDI, Iswari Ratna Astuti menjelaskan bahwa ikan Seluang di Danau Maninjau sudah menjadi komoditas penting dan sumber protein untuk masyarakat sekitar dan berpotensi sebagai ikan hias.
“Nilai ekonomi yang diperoleh dari kegiatan perikanan baik tangkap maupun budidaya masing-masing adalah Rp1,12 miliar/tahun dan Rp43,3 miliar/tahun sedangkan dari kegiatan pariwisata sebesar Rp2,15 miliar/tahun,” jelasnya.
Degradasi Lingkungan
Meski demikian, tambah Ratna, Danau Maninjau telah mengalami degradasi lingkungan dan sumber daya ikan. Hal ini disebabkan karena terjadinya pencemaran yang berasal dari kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA), rumah tangga, dan pertanian.
“Masyarakat mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan budidaya KJA sebagai mata pencaharian,”ungkapnya.
Dipaparkannya, kegiatan budidaya itu menghasilkan beban cemar bahan organik sebesar 24.750 ton/tahun atau setara dengan 1.079 ton/tahun nitrogen dan 123,8 ton/tahun fosfor yang berdampak pada peningkatan kesuburan perairan, karena masuknya nutrien yang berlebih menyebabkan degradasi habitat.
Lebih lanjut dijelaskan Ratna, degradasi habitat ini mengakibatkan penurunan produktivitas produksi KJA dan seringnya terjadi kematian massal ikan budidaya selain disebabkan oleh fenomena alam yaitu tubo belerang.
Pada tahun 2014, kematian massal ikan yang terjadi mencapai 1.000 ton dengan nilai Rp 20 miliar. Di tahun 2021, pada rentan waktu Januari hingga Desember, tercatat kerugian sekitar Rp35,28 miliar akibat kematian 1.764 ton ikan secara massal.
Langkah KKP dalam Pengelolaan Danau Maninjau
Dari serangkaian riset yang dilakukan, ada beberapa opsi yang direkomendasi dalam pengelolaan Danau Maninjau, antara lain, perbaikan kualitas air; konservasi dan pemanfatan berkelanjutan sumber daya ikan; dan peningkatan produksi ikan tangkapan yang menerapkan Model Culture Based Fisheries (CBF).
Terkait perbaikan kualitas air, peneliti BRPSDI Profesor Krismono menjelaskan, beberapa langkah yang dapat dilakukan, seperti mengurangi beban cemar yang masuk ke perairan serta pemanfaatan teknologi fitoremediasi, melalui beberapa cara.
Pengurangan produksi dan jumlah KJA
Seeperti yang diketahui bahwa produksi ikan budidaya di Danau Maninjau mencapai 50.091 ton/tahun dengan jumlah KJA sebanyak 16.497 petak sedangkan daya dukung hanya 15.430 ton/tahun dengan jumlah KJA sebanyak 8.230 petak.
Agar kegiatan budidaya dapat berkelanjutan, maka perlu dilakukan pengurangan produksi dan jumlah KJA masing-masing hingga sebesar 34.661 ton/tahun atau 70 persen dan 8.267 petak atau 50,1 persen.
Penggunaan KJA ramah lingkungan (KJA SMART)
KJA Smart merupakan inovasi teknologi pemulihan sumber daya ikan yang low waste & ramah lingkungan. KJA ini adalah hasil riset sinergi PUI bersama Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI.
Dengan KJA Smart, dapat dilakukan pencegahan dan pengendalian eutrofikasi dengan mengadopsi sistem akuaponik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat diterapkan di perairan terbuka waduk/danau
Sisa pakan terbuang dan sisa metabolisme ikan tertampung dan terendapkan di sistem penampungan sisa pakan dan tanaman akuaponik dapat berfungsi sebagai fitoremidiasi polutan (metode untuk mencuci limbah menggunakan tanaman).
Selain itu, teknologi ini dapat menampung masukan beban pencemaran organik di perairan danau atau waduk, menghasilkan produk tanaman organik, serta dapat menjadi destinasi ekowisata dan eduwisata.
Pembuatan kalender budidaya
Kalender ini dibuat untuk mengantisipasi kematian massal ikan sebagai akibat dari umbalan dan tubo belerang.
Pada bulan Januari- Maret proses umbalan terjadi sebagai akibat hembusan angin dari arah timur, sedangkan pada bulan April- Mei sebagai akibat hujan dan angin, sedangkan pada bulan Oktober-Desember sebagai akibat intensitas hujan yang tinggi. Sehingga waktu yang memungkinkan untuk kegiatan budidaya adalah Juni-September setiap tahunnya.
Fitoremediasi dengan pembuatan lahan basah di tepian danau.
Fitoremediasi merupakan suatu proses menggunakan tanaman hijau yang meliputi rempah (contohnya, Thlaspi Caerulescens, Brassica Juncea, Helianthus annuus) berkayu (contohnya, Salix spp, Populus spp). Tanaman ini dapat menghilangkan, menyerap, atau mengubah berbagai kontaminan yang berbahaya bagi lingkungan seperti logam berat.
Konservasi dan pemanfatan berkelanjutan sumber daya ikan
Dalam melaksanakan konservasi dan pemanfatan berkelanjutan sumber daya ikan, dapat dilakukan dengan penetapan kawasan suaka yang telah dilengkapi dengan habitat pemijahan buatan dengan rumpon terapung.
Selain itu juga dengan membentuk habitat pemijahan semi eksitu pada sungai inlet Danau Maninjau, serta penetapan ukuran mata jaring alat tangkap gillnet yang digunakan yaitu ≥ 3,0 inci.
Menebat jenis ikan endemik
Dalam peningkatan produksi ikan tangkapan yang menerapkan Model Culture Based Fisheries (CBF), dapat dimulai dengan penataan KJA secara bertahap hingga mencapai daya dukung yang diperbolehkan. Jenis ikan yang ditebar berupa ikan asli Danau Maninjau maupun ikan pemakan plankton yaitu ikan tawes, paweh, dan nilem.
Penebawan ikan jenis ini dilakukan untuk pemulihan sumber daya ikan danau serta pemulihan kualitas air dengan mengurangi kesuburan plankton menggunakan ikan pemakan plankton sekaligus menjaga kestabilan produksi perikanan tangkap.