BPS Ungkap Petani Hadapi Sejumlah Tantangan di Saat Pandemi

  • Bagikan
Sumber foto: cnnindonesia.com

Mediatani – Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkapkan adanya beberapa tantangan dan permasalahan yang dihadapi para petani selama pandemi berlangsung di Indonesia. Suhariyanto selaku Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa untuk bisa terus menunjukkan pertumbuhan positif, sektor pertanian harus bisa mengatasi sejumlah tantangan dan masalah yang dihadapinya.

“Pertama – tama, Pemerintah harus lebih cepat untuk mengidentifikasi beberapa masalah dan tantangan yang akan dihadapi oleh para petani. Setelah itu pemerintah bisa membuat kebijakan agar bisa mendukung sektor pertanian,” ujar Suhariyanto.

Faktanya, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tetap mengalami pertumbuhan positif meskipun saat berada di tengah pandemi Covid-19. Meskipun mencatat pertumbuhan yang positif, tetapi beban di sektor pertanian pun menjadi semakin berat. Hal ini dikarenakan bertambahnya pengangguran di daerah kota yang dikarenakan adanya pandemi kembali ke desa, dan menjadi petani. Sehingga, membuat jumlah tenaga kerja pada tahun 2020 yang lalu di sektor pertanian menjadi meningkat dari 27,53 persen menjadi 29,76 persen.

“Jadi ketika share PDB sektor pertanian hanya 13 persen sementara harus menanggung 29,76 persen tenaga kerja, bisa dibayangkan beban sektor pertanian menjadi berat. Berdasarkan hal tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa akan terjadi juga penurunan produktivitas pertanian,” jelas Suhariyanto saat diskusi INDEF dengan tema “Daya Tahan Sektor Pertanian: Realita Atau Fatamorgana?” yang berlangsung pada hari Rabu (17/2).

Di lain sisi, sumber daya manusia pada sektor pertanian ini masih kurang menguntungkan sebab mayoritasnya didominasi oleh mereka yang berpendidikan cukup rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tercatat 24,93 juta orang (65,23 persen) yang berpendidikan SD ke bawah, SMP 6,79 juta (17,77 persen), SMA dan SMK sebanyak 5,80 juta orang (15,18 persen), dan lulusan diploma ke atas tidak sampai satu juta atau tepatnya 0,70 juta orang (1,82 persen).

Banyak pula tenaga kerja yang dikatakan sudah tidak produktif ditinjau dari segi umurnya. Tenaga kerja pertanian didominasi berusia 45 hingga 59 tahun tercatat sebanyak 12,38 juta orang atau 32,39 persen, pada usia 30 hingga 44 tahun tercatat sebanyak 11,14 juta, usia 60 tahun ke atas tercatat sebanyak 8,09 juta atau 21,17 persen, dan tidak lebih dari 30 tahun tercatat sebanyak 6,61 juta atau 17,29 persen.

“Masalah tersebut perlu menjadi perhatian, bahwa sektor pertanian ini memang didominasi oleh mereka yg minim berpendidikan dan berumur lanjut usia. Sehingga segera mungkin, kita harus mencari solusi terkait bagaimana cara agar generasi muda bisa masuk ke sektor pertanian,” tutur Suhariyanto.

Selain itu, Persoalan harga yang selalu anjlok saat panen, sehingga membuat para petani sering dirugikan. Hal ini harus menjadi perhatian untuk menjaga harga jual agar petani tidak lagi mengalami kerugian saat panen.

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah nilai tukar petani yang menjadi rendah. Menurut Suhariyanto, mengatakan bahwa peningkatan produksi pertanian ternyata tidak membuat pendapatan petani meningkat. Nilai tukar petani ini berarti nilai tukar daya beli produk pertanian terhadap harga yang dibayar petani.

“Pada tahun 2020 yang lalu, pada dasarnya nilai tukar pertanian memang mengalami kenaikan jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2019, tetapi tingkat kenaikannya hanya sebesar 0,74 persen,” sambungnya.

Persoalan lain yang menjadi perhatian adalah tentang upah nominal petani yang masih tergolong rendah. TIdak hanya itu, disparitas kemiskinan perkotaan dan pedesaan masih tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, mencatat sebagian besar rumah tangga yang termasuk miskin bekerja pada sektor pertanian dengan persentase yaitu sebesar 46,30 persen.

  • Bagikan