Mediatani – Keluhan petani tentang sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi masih santer terdengar dari obrolan para petani di berbagai daerah. Tak hanya itu, di saat stok pupuk melimpah, petani kerap membelinya dengan harga yang mahal dari distributor.
Petani di Kabupaten Blora, Jawa Tengah merupakan salah satu yang dikabarkan mengalami hal tersebut. Menjelang musim tanam ini, beberapa petani harus mengeluarkan uang lebih untuk menebus pupuk bersubsidi yang didapatnya. Padahal, pemerintah telah mengimbau agar para distributor dan pengecer atau penyalur untuk menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).
Terkait keluhan petani atas kondisi tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo angkat bicara. Ganjar meminta kepada masyarakat untuk melaporkan jika ada oknum distributor nakal atau memainkan harga pupuk bersubsidi.
“Kasih saya, siapa oknum itu!,” katanya dilansir dari Liputan6, Jumat (13/11/2020).
Ganjar meminta warganya tidak usah takut melapor ke pihak berwenang jika di lapangan menemukan ada pelanggaran dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Menindak tegas kejadian tersebut, pemerintah tak segan mencabut izin operasi distributor pupuk maupun kios jika jika terbukti nakal dan melakukan penyelewengan sehingga menyebabkan petani kesulitan pupuk.
“Kalau ada penyelewengan segera laporkan dan pengawas jangan ragu untuk menindak. Salah satu pengecer izinnya dicabut karena yang bersangkutan memberikan tambahan biaya,” ungkap Ganjar.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Pasal 15, BAB V tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Kemasan Pupuk Bersubsidi, Pengecer resmi tidak boleh menyalurkan atau menjual pupuk bersubsidi di atas HET.
HET pupuk bersubsidi jenis urea Rp1.800 per kilogram atau Rp90.000, SP36 Rp2.000 per kilogram atau Rp100.000, ZA Rp1.400 per kilogram atau Rp70.000, NPK Rp2.300 per kilogram atau Rp115.000, untuk masing-masing kemasan volume 50 kilogram.
Kemudian untuk pupuk bersubsidi jenis NPK dengan Formula Khusus per kilogram Rp3.000 atau Rp150.000 dengan kemasan volume 50 kilogram, sedangkan pupuk organik Rp500 per kilogram atau Rp20.000, untuk kemasan volume 40 kilogram.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pupuk bersubsidi diberikan untuk meringankan beban petani. Menurutnya, dengan pupuk subsidi, pemerintah bisa menjamin agar pertanian bisa terlaksana dengan baik, produksi meningkat, dan kesejahteraan petani juga meningkat.
“Oleh karena itu, mekanisme harga pupuk subsidi kita atur dalam Permentan 01/2020,” tegasnya.
Sementara itu, PT Pupuk Indonesia (Persero) juga menyatakan tidak ragu untuk menindak tegas distributor dan penyalur pupuk bersubsidi yang kedapatan melakukan kecurangan harga. Sebab hal tersebut mengganggu prinsip penyaluran 6 Tepat, yakni tepat jumlah, waktu, tempat, jenis, mutu dan harga.
“Produsen pupuk tentunya tidak segan menindak tegas para distributor dan kios-kios yang tidak menyalurkan pupuk bersubsidi dengan jujur. Sebagai sanksi, izin distribusi atau penyaluran bisa saja dicabut,” kata Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana dikutip dari Kompas, Selasa (14/4/2020).
Wijaya menyebut, setiap tindakan penyelewengan pupuk bersubsidi dapat dijerat hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara.
Selain itu, ia juga mengimbau petani yang telah terdaftar dalam e-RDKK agar hanya membeli pupuk bersubsidi di kios-kios resmi. Sehingga petani bisa mendapatkan harga yang sesuai dengan HET.