Harga Ayam Hidup Terjun Bebas, Peternak Menjerit

  • Bagikan
ILUSTRASI. ayam broiler/IST

Mediatani – Tidak hanya harga telur yang anjlok di Malang jawa Timur, tercatat kurang lebih dalam tujuh hari di akhir Januari 2021 harga ayam kembali terkoreksi jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) peternak.

Hal itu sebagaimana dilansir Selasa (2/2/2021) dari situs berita Liputan6.com, Catatan asosiasi perunggasan melalui Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia bahwa terjadi penurunan merata di seluruh wilayah terutama pulau Jawa.

Harga terendah di wilayah Jawa diketahui tercatat menyentuh harga Rp 15.000 per kg di hampir seluruh wilayah Jawa Tengah.

Bagai peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula, kondisi usaha budidaya peternak mandiri yang sebelumnya merugi selama 2 tahun terakhir, semakin berat saat secara tiba-tiba harga ayam hidup terjun bebas dari level harga Rp 19.500-20.000 per kg secara bertahap turun selama 7 hari terakhir menjadi Rp 15.000 per kg.

“Mengapa tiba-tiba, karena peternak yakin dengan kebijakan pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian tentang pengendalian supply produksi perunggasan melalui pengendalian dan produksi DOC harga di bulan Januari semestinya stabil di atas HPP peternak,” ungkap Sekretaris Jenderal GOPAN Sugeng Wahyudi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (1/2/2021) dikutip masih dari situs yang sama, Selasa (2/2/2021).

Argumentasi ini kemudian cukup beralasan, mengingat pada tanggal 26 November 2020, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengeluarkan SE yang mewajibkan bahwa perusahaan pembibitan unggas untuk mengurangi 61.254.748 butir telur tertunas umur 19 hari atau setara 57.028.170 ekor DOC.

Ditambah lagi pemerintah mewajibkan perusahaan pembibitan untuk mengurangi indukan ayam (Parent Stock) umur lebih dari 50 minggu sebanyak 4.000.000 ekor.

Maka, anjloknya harga ayam ini mengguncang usaha budidaya peternak mandiri yang sebelumnya telah menanggung beban akibat naiknya harga DOC (Day Old Chick/anak ayam umur 1 hari) sejak 2 bulan lalu.

Kini peternak mandiri harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk membeli DOC yang sudah menyentuh harga Rp 7000 per ekor.

Kondisi ini diketahui jauh di atas harga referensi pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 yang menetapkan harga DOC pada level harga Rp 5.000-Rp. 6.000 per ekor.

Ditambah lagi naiknya harga pakan pada level Rp 7.000-7.500 per kg menjadi beban produksi peternak mandiri kian berat.

“Catatan kami saat ini ialah dengan tingginya harga DOC dan Pakan, maka HPP peternak mandiri saat ini menyentuh harga sekitar Rp 19.300-Rp. 19.500 per kg. Sementara harga jual ayam hidup sejak 7 hari lalu anjlok di harga Rp. 15.000 per kg. Ini sangat berat dan kami tak ingin hal serupa, kerugian selama 2 tahun terakhir terulang di tahun 2021,” jelas dia.

“Jika kondisi ini tak disikapi untuk dicarikan solusinya, keberadaan usaha budidaya peternak mandiri yang dua tahun lalu tinggal 20 persen dari total produksi nasional, maka akan kian menyusut atau bahkan menghilang. Ini sungguh ironi di negeri yang berasaskan pancasila yang memberikan kesempatan seluas-luasnya setiap orang untuk berusaha. Tiba-tiba usaha budidaya peternak mandiri hilang dari usaha perunggasan nasional” ungkap Sugeng.

Dengan melihat perkembangan saat ini, GOPAN bersama PINSAR Indonesia pun berinisiatif untuk mengkonsolidasikan semua stakeholder perunggasan nasional agar mengevaluasi dan mengupayakan perbaikan harga jual ayam hidup menuju harga referensi pemerintah (Permendag No 7 Tahun 2020) pada level harga Rp 19.000-Rp 21.000 per kg.

“Kami bakal mengadakan rapat koordinasi perunggaasan nasional pada selasa 2 Februari nanti di Bogor, sebagai usaha mengkonsolidasikan stakeholder perunggasan nasional yang terdiri atas perwakilan Komisi IV DPR RI, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan POLRI, perusahaan integrasi, peternak mandiri dan asosiasi peternak ayam broiler untuk bersama-sama mengevaluasi dan mencari soluasi agar harga jual ayam hidup membaik dan menuju harga refrensi pemerintahn” tutur Sugeng.

“Selain itu kami pula berupaya melalui rapat koordinasi perunggasan nasional itu harga–harga sapronak (DOC dan pakan) bisa menyesuaikan dengan harga referensi pemerintah. Jika ini bisa terwujud, setidaknya dapat menekan harga HPP dan produksi ayam nasional semakin kompetitif,” ungkap Sugeng. (*)

  • Bagikan