Hutan Lindung akan Menjadi Area Pembangunan Food Estate

  • Bagikan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Mediatani – Pembangunan lumbung pangan nasional atau Food Estate dikabarkan akan dilakukan di kawasan hutan lindung di Indonesia. Hal tersebut dijelaskan melalui peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate.

Aturan itu ditandatangani oleh MenLHK Siti Nurbaya Bakar pada 26 Oktober 2020 dan diundangkan di Jakarta pada 2 November 2020 oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

Dilansir dari situs JDIH KLHK, Sabtu (14/11), Pasal 19 ayat (1) menjelaskan bahwa penyediaan Kawasan Hutan untuk pembangunan Food Estate dengan mekanisme penetapan KHKP (Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dilakukan pada : a. Kawasan Hutan Lindung; dan/atau b. Kawasan Hutan Produksi.

Lalu, dalam Pasal 19 ayat (2) dijelaskan bahwa kawasan hutan lindung yang dimaksud tersebut adalah yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.

Penyediaan kawasan hutan untuk Food Estate yang diklaim untuk mendukung ketahanan pangan itu dapat dilakukan pada kawasan yang memenuhi sejumlah syarat. Misalnya, telah dibebani hal pengelolaan oleh BUMN bidang kehutanan.

Kemudian, kawasan yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan setelah dikeluarkan dari areal kerjanya, dan terakhir yang telah dicadangkan atau telah dibebani izin perhutanan sosial. Dalam hal ini, kawasan tersebut telah dicadangkan untuk tanah objek reformasi agraria (TORA) dengan menyesuaikan program yang berorientasi pada rakyat dan reforma agraria.

Kemudian, penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan Food Estate ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang akan ditelaah oleh Dirjen selama paling lama 30 hari kerja.

Setelah prosedur telah dipenuhi, Menteri akan menerbitkan Keputusan tentang Penetapan KHKP peta penetapan KHP. Dalam pasal 25 ayat (1) dijelaskan penetapan KHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4), pengelola KHKP dalam jangka waktu paling lama dua tahun wajib menyelesaikan Komitmen.

Dalam beleid tersebut, dijelaskan bahwa pengelolaan KHKP yang diberikan pemerintah paling lama berlaku untuk 20 tahun dan dapat diperpanjang melalui mekanisme evaluasi dari pelaksanaan pengelola.

Namun demikian, dalam Pasal 38 dijelaskan bahwa pengelolaan KHKP dapat dicabut sewaktu-waktu oleh Menteri apabila pemegang KHKP melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, tidak memenuhi sebagaian atau seluruh kewajiban yang telah ditentukan, atau pengelola melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan pemberian KHKP.

Selain itu, pengelola juga tidak dapat memindahtangankan KHKP kepada pihak lain atau merubah nama pemegang KHKP tanpa persetujuan menteri. Termasuk, memperjual-belikan areal KHKP kepada pihak lain.

“Pencabutan KHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dilakukan setelah ada peringatan tertulis dari Direktur Jenderal sebanyak tiga kali,” tulis Menteri Siti dalam Pasal 39 ayat (1) aturan tersebut.

Terkait pembiayaannya, pelaksanaan penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan Food Estate dengan mekanisme penetapan KHKP bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan/atau sumber dana lain yang tidak mengikat.

Penolakan Walhi

Penerbitan Permen LHK 24/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate itu menuai protes dari berbagai pihak, salah satunya adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati menganggap aturan tersebut akan memperkuat dominasi korporasi terhadap kawasan hutan Indonesia dan membuat rakyat kecil seperti petani akan tergusur.

“Lahirnya permen ini semakin menegaskan muka jahat program food estate. Pada prinsipnya, food estate merupakan konsep yang mendorong pertanian skala besar dengan mengandalkan kolaborasi negara dan investasi. Sederhananya, food estate merupakan konsep pertanian tanpa petani,” kata Nur Hidayati, dikutip dari kaltimsuara, Minggu (15/11/2020).

Hutan Lindung

Berdasarkan catatan Walhi, 33,45 juta hektar atau 26,57 persen kawasan hutan saat ini telah dikapling untuk kepentingan bisnis korporasi. Dan dalam waktu 20 tahun belakangan, tercatat lebih dari 26 juta hektar kawasan hutan dilepaskan untuk kepentingan bisnis.

Menurutnya, aturan itu akan membuka ruang penguasaan investasi melalui skema kolaborasi negara dan korporasi. Terlebih, setelah diundangkannya Omnibus Law Cipta Kerja / CILAKA (UU 11/2020), munculnya aturan seperti P.24 tentu akan makin mempercepat eksploitasi lingkungan hidup dan deforestasi di Indonesia.

“Justru akan mempercepat laju deforestasi dan merusak lingkungan hidup, dalam prakteknya dan pengalaman selama ini, pelepasan Kawasan hutan seringkali berujung pada kerusakan lingkungan hidup. Praktek tersebut bisa dilihat dari pengalaman selama ini, sejak proyek PLG di Kalimantan, hingga MIFEE di Papua,” lanjutnya.

  • Bagikan