Inovatif! Petani Gresik Usir Tikus dengan Urin Sapi

  • Bagikan
Inovasi Akhmad/ist

Mediatani – Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) seperti tikus di Indonesia memang masih menjadi momok bagi petani, khususnya tanaman padi. Berbagai upaya pun dilakukan petani untuk mengendalikan hama pengerat tersebut.

Mulai dari penggunaan pestisida kimia seperti racun hingga perangkap listrik yang berbahaya bagi manusia. Tapi di sisi lain justru memakan korban manusia akibat kesetrum.

Dalam mengatasi hal itu, Kementerian Pertanian bersama Dinas Pertanian di daerah terus mengembangankan metode pengendalian hama tikus yang ramah lingkungan, kreatif, inovatif, serta berbiaya murah dan efisien.

Salah satu metode yang dikembangkan pengendalian tikus ternyata bisa menggunakan urin sapi. Yup! Inovatif ya.

Cara pengendalian ini pertama dikembangkan salah satu petugas Pengendali OPT (POPT), Akhmad Sokhe asal Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Akhmad memanfaatkan fermentasi urin sapi sebagai repellent (pengusir) hama tikus pada pertanaman padi.

Selama ini, dia melihat banyaknya manusia atau petani justru menjadi korban tersengat listrik dari penggunaan perangkap tikus di sawah.

“Dengan metode ini petani bisa menghemat biaya karena bikinnya nggak mahal. Bahannya pun mudah didapat dan yang pasti aman tidak kesetrum listrik,” kata Akhmad, Jumat (25/6/2021), melansir, Minggu (27/6/2021) dari laman kominfo.jatimprov.go.id.

Dalam membuat larutan fermentasi, Ahmad menggunakan urin sapi sebagai bahan utama. Sementara, bahan penyertanya, molase, susu creamer, terasi tanpa pengawet, empon-empon (jahe, temu ireng, lengkuas, dan lain sebagainya), serta starter probiotik.

Cara pembuatannya, Pertama, empon-empon dihaluskan menggunakan blender. Kedua, empon yang sudah halus dicampur dengan molase, susu creamer, terasi tanpa pengawet, starter probiotik dan urin sapi ke dalam wadah besar seperti drum plastik.

Ketiga, tutup wadah drum dan pasang aerotor besar dan biarkan selama 21 hari untuk proses fermentasi sebelum larutan bisa digunakan. Keempat, setelah 21 hari saring hasil fermentasi.

“Untuk penggunaan dosisnya per 25 cc bahan cair fermentasi  ditambah 1 liter air bersih,” ujar Akhmad.

Bagaimana cara penggunaannya? Akhmad mendeskripsikan, pemakaiannya bahwa cukup dengan menyemprotkan larutan keseluruh bagian tanaman yang diduga sebagai tempat jalan atau sarang tikus.

Waktu penyemprotan dilakukan pagi dan sore dengan jarak minimal 14 hari sekali (4 sampai dengan 6 kali aplikasi).

UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Timur mengapresiasi temuan petani Gresik yang memanfaatkan fermentasi urin sapi sebagai repellent (pengusir) hama tikus pada pertanaman padi.

Kepala UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Timur, Irita Rahayu Aryati bangga dan senang atas temuan inovatif salah satu POPT-nya yang bertugas di Kabupaten Gresik tersebut.

“Saya sangat bangga atas temuan inovatif POPT kami bapak Akhmad Sokhe berupa fermentasi urin sapi yang digunakan sebagai bahan pengendali OPT tikus. Memang tugas utama POPT sangatlah penting dalam mendampingi petani untuk bisa mendampingi dan mengedukasi petani dalam mengendalikan hama (OPT) dalam menjaga tanamannya,” tutur Irita, Jumat (26/6/2021), melansir dari situs yang sama.

Kementan Dorong Karya Inovatif

Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Mohammad Takdir Mulyadi yang berkunjung ke Kabupaten Gesik, beberapa waktu lalumenyaksikan langsung penerapan aplikasi ferinsa pada gerakan pengendalian tikus di pertanaman padi.

Takdir pun turut mengapresiasi hasil temuan inovatif tersebut. Kementan melalui Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan terus mendorong dihasilkan dan diterapkannya karya inovatif dalam teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan.

“Saya harapkan karya inovatif yang ramah lingkungan dapat terus dilanjutkan dan juga direplikasi di daerah-daerah lainnya,” ucap Takdir.

Menurut dia, pengamanan produksi sudah menjadi tugas bersama baik petani, petugas POPT, penyuluh, dan Kementan.

“Saya meminta seluruh petugas POPT hadir mendampingi petani untuk terus gencarkan prinsip PHT dalam melakukan gerakan pengendalian,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi terus mendorong dan mendukung praktek kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berbasis alami yang ramah lingkungan sebagai bahan pengendaliannya.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran petani terhadap pentingnya budidaya tanaman sehat untuk keberlanjutan pertanian, diharapkan juga kesejahteraan petani turut meningkat.

Dengan demikian, hal ini turut mendukung percepatan terwujudnya pertanian maju, mandiri dan modern.

“Hal ini, sesuai arahan Mentan SYL produksi pangan harus jalan terus,tetapi hal-hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani juga harus dilakukan karena mereka ujung tombak ketahanan pangan negara kita,” tegas Suwandi. (*)

  • Bagikan