Inovatif! Teguh Ubah Lahan Eks Tambang Jadi Lokasi Peternakan Sapi

  • Bagikan
ILUSTRASI. ternak sapi /antara foto/ist

Mediatani – Teguh Priyatno pusing tujuh keliling. Ternak sapinya kawin sedarah. Jika terus begini, kualitas keturunannya pun bakal memburuk, bahkan bisa cacat.

Beruntungnya dia, sapi pejantan tangguh telah didatangkan perusahaan. Sehingga, kekhawatiran itu sirna.

Kisah ini pun diceritakan Teguh kepada Gubernur Kaltim Isran Noor saat tengah mengunjungi mini ranch sapi di lahan eks tambang batu bara di Jonggon, Kukar, belum lama ini.

Teguh merupakan sosok peternak yang masuk program pengembangan sapi di lahan eks perusahaan tambang batu bara.

Peternak dari Kelompok Karya Makmur itu melanjutkan kisahnya.

Masalah yang dihadapi tidak sampai di situ, tak hanya kawin sedarah. Sempat pula ada masalah kematian pedet atau anak sapi ketika curah hujan tinggi.

Namun, dia bersyukur lagi karena sudah dibangunkan kandang untuk sapi betina yang bunting tua.

“Tapi, masalahnya sekarang soal status lahan ini kan pinjam pakai, jadi waktunya setahun. Sedangkan, untuk lahan eks tambang ini, harus kita olah lagi meskipun untuk menanam rumput untuk pakan sapi,” keluhnya, melansir, Selasa (22/6/2021) dari kaltim.prokal.co.

Bersama beberapa kelompok ternak lainnya, Teguh beternak sapi di lahan eks tambang batu bara di Jonggon. Pihaknya mendapat pendampingan dan binaan dari Yayasan Life After Mine di kawasan 200 hektare ini.

Pembina Life After Mine Andrew Hidayat menuturkan bahwa lahan eks tambang batu bara tidak hanya untuk peternakan. Tetapi juga untuk menanam jagung.

“Konsepnya ke masyarakat membangun mitra untuk bisa mengembangkan masyarakat lokal. Lahan pasca-tambang, terbaik untuk peternakan dulu. Peternakan kan butuh makan. Jadi, ada jagung. Secara ekosistem bagus,” katanya.

Populasi sapi di lahan eks tambang batu bara ini rencananya ada 1.800 ekor dari lima kelompok peternak. Meksi, yang sudah existing di lahan yang ada saat ini, sekitar 500 ekor.

Dalam meningkatkan kualitas breeding sapi di sini, pihaknya berencana mendatangkan sapi dari Kupang, NTT yang terkenal memiliki kualitas bagus. Para peternak juga diajari bagaimana beternak secara modern.

Arif Julfahir dari Kelompok Pemuda Karya mengungkapkan, mereka mendapat pengalaman baru soal pengolahan pakan ternak.

Mereka lalu membuat silase untuk pakan ternak. Untuk diketahui, silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproses dari bahan baku berupa tanaman hijauan/jerami dengan jumlah kadar, atau kandungan air pada tingkat tertentu.

Kemudian dimasukkan sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara, yang biasa disebut dengan silo selama kurang lebih tiga minggu. “Kami ada 17 anggota. Kami perlu alat untuk membuat pakan lagi,” ujar Arif.

Hal semacam ini, akan diupayakan diatasi. Sehingga, peternakan sapi bisa lebih berkembang. Lanataran, kebutuhan daging di Kaltim terbilang tinggi dan sangat bergantung dengan pasokan dari daerah lain.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim Munawar mengungkapkan, Kaltim punya kans besar. Sebab, Benua Etam punya lahan luas yang menunjang peternakan sapi.

Saat ini, produksi sapi lokal hanya memenuhi 27 persen kebutuhan Kaltim. Sisanya, bergantung dari luar daerah.

“Ini miris dengan lahan luas, tidak bisa swasembada. Maka saat ini, sapi sawit dan perhutanan sosial kita upayakan. Kalau daging unggas sudah 90,20 persen. Kita sudah swasembada unggas,” ucapnya.

Memang, populasi sapi di Kaltim saat ini hanya 123 ribu ekor. Padahal, kebutuhan sapi di Kaltim mencapai 650 ribu ekor.

Saat ini pihaknya pun berusaha mewujudkan program 2 juta ekor sapi di Kaltim. Lahan eks tambang dinilai menjanjikan untuk area peternakan.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christiannus Benny menjelaskan, mulai dana corporate social responsibility (CSR) hingga luas lahan, bisa mendukung. Tetapi, hal ini masih perlu dikembangkan.

“Untuk dana CSR. Bayangkan, kuota kita itu tiap tahun 77,5 juta ton batu bara, kalikan seribu rupiah,” kata dia.

Dana CSR itu, bisa digunakan untuk membantu pengembangan peternak dan petani di lahan eks tambang. Belum lagi untuk pemanfaatan lahan, luasnya masih sangat potensial.

Benny mengambil contoh mini ranch di Jonggon, Kukar, yang seluas 200 hektare. Dari lahan tambang 45 ribu hektare itu, dirasa Benny juga kecil, dan masih bisa dikembangkan lagi lahannya.

Ia melanjutkan, masih banyak hal yang perlu dikembangkan dari peternakan tersebut. Misalnya, pemanfaatan biogas kotoran sapi, memperbanyak jumlah sapi, hingga jenis rumput.

“Selain itu, mini ranch juga harus diperbanyak. Soalnya di situ lima kelompok tani, hanya satu mini ranch, ya sangat kecil,” jelasnya.

Saat ini lahan-lahan eks tambang batu bara di Kaltim pelan-pelan dialihfungsikan. Tidak hanya untuk peternakan. Tetapi juga untuk pertanian dan perkebunan.

“Sebentar lagi, saya juga mau ke Berau. Mau lihat perkembangan pertanian dan kebun kakao di lahan eks tambang di sana,” sambungnya. (*)

  • Bagikan