Inspiratif! Terdampak Pandemi lalu Pilih Jadi Petani, Khairul Berhasil Ekspor Umbi Madu ke Korea

  • Bagikan
Khairul seorang Petani Umbi Madu/Tangkapan layar via CapCapung/IST

Mediatani – Seorang Petani Umbi Madu bernama M. Khairul beralamat di Dusun Belon Kecamatan Bandungan Kabupaten Magelang berhasil melakukan ekspor hasil panennya ke negara Singapura dan Korea.

Selain Umbi-umbian, Khairul juga bercocok tanam hortikultura. Hanya saja produk yang paling difokuskan adalah umbi-umbian. Salah satunya Umbi Madu yang mana hasil panennya diekspor melalui agen agroeksportir ke Singapura dan Korea.

Khairul seorang Petani Umbi Madu/Tangkapan layar via CapCapung/IST

Khairul berkisah, dulunya dirinya merupakan salah satu karyawan perusahaan di Jakarta. Namun karena dampak pandemi covid-19 dia kemudian diputuskan hubungan kerja sementara oleh perusahaan.

Dari situlah Khairul memilih untuk pulang ke kampugnya, di Magelang. Tidak mau berlama-lama menganggur, di Magelang dia pun langsung tertarik ke dunia pertanian.

“Tertarik karena di dunia pertanian kita bisa menyiapkan pangan bagi orang lain. Juga potensi umbi-umbian ini bagus sekali. Karena bisa menggantikan bahan pokok seperti nasi, juga bisa diekspor,” kisah Khairul yang dilihat di akun Youtube Cap Capung, Selasa (9/3/2021).

Khairul seorang Petani Umbi Madu/Tangkapan layar/Via CapCapung/IST

Dia menceritakan, sumber informasi mengenai bertani pun dia lihat melalui sosial media YouTube. Dari situ dia tahu kalau di Singapura, Korea dan Jepang banyak yang suka makan umbi-umbian, apalagi dia juga memiliki teman yang juga petani umbi madu yang telah melakukan ekspor.

“Awal bertanam saya belajar dari petani daerah sini, juga belajar dari sosial media. Karena pengaruh sosmed sangat bagus jika digunakan dengan positif. Saat ini saya dan teman-teman mengelola lahan sekitar 1 hektar. 1 hektar sementara proses penanaman dan 1 hektar lagi dalam tahap pencakulan,” jelas Khairul.

Selain umbi-umbian, timnya juga menanam cabai dan sayuran holtikultura. Cabai dikirim ke daerah Sumatera. Sementara sayurannya dijual door to door dan kepada pengepul di sekitar desanya.

“Alhamdulillah banyak petani juga yang mau bermitra dengan kami. Di sisi lain mereka bisa bekerja di lain tempat. Mereka hanya terima beres. Untuk perawatan umbi madu itu sangat mudah. Dari tahap pengolahan lahan, pertama kita gunakan traktor, kemudian dicangkul dan penanaman. Kita tunggu sebulan nanti ada pendangkiran yaitu membalikkan tanamannya agar tidak merambat ke yang lain,’ ungkapnya.

Khairul seorang Petani Umbi Madu/Tangkapan layar/Via CapCapung/IST

Penanaman umbi madu, sambung Khairul, tidak menggunakan pupuk karena lahan yang digunakan sebelumnya adalah bekas penanaman padi. Kemudian ditraktor saat masih ada jeraminya. Kandungan jerami itu ditengarainya sudah cukup menjadikan tanah subur, sehingga tidak perlu menggunakan pupuk kimia kimia.

Selain itu, lanjut dia, hama dari umbi madu pun tidak ada, dan justru lebih kuat. Mematikan rumput lain seperti ilalang dan memiliki masa panen sekitar 3 bulan setengah.

Karenanya, pihaknya membutuhkan umbi dalam kondisi spekta, yakni satu kilogramnya berisi 3-4. Karena kalau sudah terlalu besar akan sulit dijual, dan paling ke pasar lokal. Karena ekspor pun harus ikut permintaan.

“Keseluruhan lahan menghasilkan 24 ton. Dengan harga ekspor Rp10 Ribu perkilogram dan lolos ekspor sekitar 10 ton jadi bisa dapat Rp100 Juta. Jadi petani itu tidak miskin, jika dikelola dengan baik, petani Indonesia bakal maju semua,” katanya, optimis.

Dia menambahkan, bahwa penting bagi petani sebelum menanam harus tahu pasarnya dulu. Khairul sendiri awalnya bertanya ke eksportir, kemudian dikasih tahu untuk menanam umbi madu.

“Untuk menanam di lahan 1 hektar membutuhkan modal Rp 12 Juta. Biaya traktor Rp 600 Ribu per hektar, biaya cangkul Rp 4 Juta, biaya tanam serta biaya bibit sekitar Rp 2 Juta, pendangkiran Rp 4 Juta, jadi estimasinya Rp 12 Juta. Dengan modal itu dalam tiga bulan setengah bisa didapatkan Rp 100 Juta,” ujarnya, merincikan.

Kini Khairul pun sangat suka dengan bertani. Dia menilai pertanain akan selalu ada selagi masyarakat dunia masih membutuhkan makan maka potensi pertanian tidak mati. Apalagi, dirinya yang hanya belajar tiga bulan dan sudah bisa mengekspor umbi madu.

Khairul seorang Petani Umbi Madu/Tangkapan layar via CapCapung/IST

“Petani di desa saya rata-rata konvensional, mereka menanam hari ini, tiga bulan kemudian panen, dijual ke tengkulak seperti itu. Kalau begitu terus kan tidak akan maju. Maka dari itu kami mendirikan Indo Mitra Farm untuk bermintra bersama petani agar petani di daerah Magelang ini bisa makmur sejahtera.

“Bagi pemuda, ayo kita bertani karena petani itu keren, petani itu kaya,” ucapnya seraya mengajak.

Dia menginfokan, bahwa bagi siapa saja yang ingin berkunjung dan belajar ke Indo Mitra Farm bisa mendatangi alamat di Desa Kali Keces, Daerah Pakelan depan SMA Taruna Magelang. Bisa juga kunjungi media sosial kami di Instagram CV Indo Mitra Farm. (*)

  • Bagikan