Kementan Kembangkan Pertanian Modern Melalui Santri Tani Milenial

  • Bagikan
Sumber foto: tribunnews.com

Mediatani – Dalam upaya untuk meningkatkan minat terhadap bidang pertanian terutama bagi generasi milenial, Kementerian Pertanian berinisiatif untuk menjadikan pondok pesantren menjadi basis usaha pada bidang pertanian atau agrobisnis modern berbasis korporasi.

Kementerian Pertanian telah menargetkan bahwa nantinya para petani di Indonesia akan diisi oleh orang-orang milenial yang memiliki akhlak mulia, serta mampu membawa sektor pertanian menjadi lebih maju dan terdepan.

Pondok pesantren yang dijadikan contoh adalah Al-Ittifaq. Sebuah pesantren modern yang terletak di Ciwidey, Bandung, Jawa Barat. Dalam pesantren ini, para santri bukan hanya diajarkan untuk membaca serta menghafal ayat-ayat suci Alquran saja, melainkan juga diajarkan tentang bagaimana cara agar bisa menjadi pengusaha terutama di bidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi pertanian yang paling mutakhir.

Berdasarkan dari arahan Syahrul Yasin Limpo selaku Menteri Pertanian, Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto telah mengunjungi Pesantren Al-Ittifaq. Dalam kesempatan yang sama, Prihasto juga menyerahkan hibah bantuan yaitu berupa benih sayuran serta mobil boks berpendingin roda 4 dengan maksud untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing pada bidang hortikultura.

“Kementerian pertanian akan memberikan bantuan untuk Pesantren Al-Ittifaq sebab pesantren ini dinilai telah berhasil mendidik para santri menjadi orang-orang yang sholeh dan sholeha, serta menciptakan santri tani yang modern dan unggul di bidang pertanian,” Ujar Anton sapaan akrabnya, saat ditemui di lokasi kunjungan, Selasa (16/3) lalu.

Anton juga memberikan apresiasinya terhadap para santri tani atas antusiasme mereka yang tinggi dalam bertani. Terlebih lagi saat ini para kawula muda justru lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain game.

“Santri-santri di sini sangat luar biasa. Mereka bisa mengkombinasikan antara ilmu agama dan ekonomi. Lahan satu meter persegi mampu menghasilkan yaitu sebesar Rp 750 ribu per tiga puluh harinya. Jika punya sepuluh meter persegi berarti rata-rata santri menghasilkan Rp 7,5 juta per sepuluh meter perseginya,” tambah Anton.

Merespon hal tersebut, KH Fuad Affandi selaku Pimpinan Pesantren Al-Ittifaq, menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Kementerian Pertanian karena telah memilih pesantren Al-Ittifaq sebagai tempat kaderisasi para petani milenial. Ulama besar dari Ciwidey ini memang berniat menjadikan pesantren asuhannya sebagai pesantren berbasis pertanian sebab dia yakin bahwa tanah di negeri ini sangat mudah ditumbuhi sayur dan buah-buahan segar.

“Malam kita berdzikir dan pagi kita bertani. Setiap tanah di negeri kita ini sangatlah subur. Kita bisa menanam apapun lalu tumbuh dan mampu menghasilkan dengan cepat,” ujarnya.

Sejauh ini, Pesantren Al-Ittifaq telah dijadikan sebagai tempat magang ataupun pelatihan agribisnis. Mulai dari kalangan santri, mahasiswa, hingga petani yang berasal dari berbagai daerah. Tercatat bahwa hasil pertanian dari Pesantren Al-Ittifaq ini mampu menjadi pemasok terhadap pasar lokal hingga pasar modern untuk area Bandung dan sekitarnya.

Produk yang telah dihasilkan dari kegiatan agribisnis tersebut memiliki nilai keunggulan kompetitif dan komparatif, sehingga Pesantren Al-Ittifaq dijadikan sebagai laboratorium dalam upaya menumbuhkembangkan jiwa mandiri dan juga jiwa wirausaha para santri.  Hal ini sejalan dengan tujuan dari pendidikan yang diterapkan oleh Pesantren Al-Ittifaq, yakni mampu mencetak santri yang memiliki akhlak mulia, mandiri dan berjiwa wirausaha.

Kegiatan agribisnis yang dilakukan di pesantren ini juga memiliki efek ganda terhadap kelangsungan proses pendidikan di Pesantren Al-Ittifaq. Hasil dari kegiatan agribisnis dapat digunakan sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan warga pesantren, sehingga dapat menekan biaya produksi.

  • Bagikan