Mahasiswa ITS Manfaatkan Limbah Cangkang Kerang dan Sampah Organik Jadi Bahan Semen

  • Bagikan
Ardi Lukman Hakim, Ruzain Rafie Sukma Putra, dan Adityo Pratomo Putro penggagas inovasi Eco-Cement

Mediatani – Saat ini kebutuhan semen sebagai bahan atau material untuk membuat bangunan semakin tinggi. Hal tersebut berimbas pada tingkat eksploitasi batuan kapur yang juga semakin tinggi. Padahal, jenis batuan tersebut termasuk dalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.

Tiga mahasiswa dari Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mencoba untuk mengatasi persoalan tersebut dengan menggagas sebuah inovasi yang diberi nama Eco-Cement.

Ketiga mahasiswa penggagas inovasi itu adalah Ardi Lukman Hakim bersama kedua rekan yang membantunya, yakni Ruzain Rafie Sukma Putra dan Adityo Pratomo Putro.

Dilansir dari ITS Online, Ardi menjelaskan bahwa ia bersama timnya telah membuat semen dengan bahan organik yang memanfaatkan limbah cangkang kerang dan sampah organik serta menggunakan campuran albumen (putih telur) sebagai zat perekatnya.

“Karena menggunakan bahan baku organik, maka inovasi ini kami namakan Eco-Cement yang berarti semen yang berasal dari bahan organik,” ungkap Ardi.

Menurut Ardi, ia memilih limbah cangkang kerang dan sampah organik sebagai bahan baku pembuatan semen karena ketersediaan bahan tersebut cukup melimpah dan belum banyak dimanfaatkan.

Sebelumnya, tiga mahasiswa yang bergabung dalam tim bernama Go Team ini juga telah melakukan riset terhadap limbah yang dimanfaatkan. Alhasil, riset tersebut menunjukkan hasil yang baik, dimana ditemukan fakta bahwa limbah tersebut bisa dimanfaatkan dalam bentuk campuran semen.

Limbah cangkang kerang

Meski demikian, Ardi mengatakan bahwa fakta lain yang juga ditunjukkan dari hasil penelitian tersebut adalah rendahnya daya rekat dari campuran semen yang menggunakan limbah cangkang kerang dan sampah organik.

Sehingga, akhirnya setelah berusaha mencari solusi dari berbagai referensi dan berdiskusi dengan dosen pembimbing, ia dan timnya memilih untuk menggunakan campuran albumen (putih telur) sebagai zat perekat.

“Albumen kami pilih karena sudah terbukti memiliki daya rekat tinggi dan dapat meningkatkan kekakuan semen,” ungkapnya.

Eco-Cement menggunakan albumen karena mengandung senyawa resin yang berfungsi sebagai pengikat antar material. Semakin tinggi albumen yang dicampurkan, maka daya rekat yang dihasilkan juga semakin baik dan tegangan hancurnya juga menjadi lebih tinggi.

Selain itu, penggunaan albumen pada Eco-Cemen juga dapat meningkatkan daya tekannya dan menurunkan densitasnya.

“Kalau densitasnya tinggi, campuran semen semakin sulit menyatu,” tambahnya.

Eco-Cement ini baru bisa mereka buat setelah melakukan beberapa kali percobaan. Langkah pertama yang dilakukan Go Team adalah menghaluskan cangkang kerang dan sampah organik, kemudian bahan-bahan yang halus tersebut dipadukan.

Selanjutnya, bahan tersebut ditambahkan albumen yang dibagi menjadi tiga komposisi yaitu 7,5 gram, 10 gram, dan 12,5 gram. Setelah mencoba ketiga komposisi, mereka mendapatkan hasil kuat tekan campuran semen yang terbaik pada komposisi ketiga yaitu albumen 12,5 gram.

Mahasiswa asal Madiun ini menjelaskan bahwa kelebihan dari inovasi Eco-Cement yang digagasnya itu adalah hasil campuran semennya yang memiliki daya tekan lebih baik. Selain itu, semen tersebut juga ramah lingkungan karena terbuat dari bahan organik dan bisa dijadikan sebagai solusi untuk mengurangi eksploitasi batu kapur.

“Selain itu, kami juga memanfaatkan limbah yang bisa mengurangi masalah lingkungan mengingat sampah merupakan masalah utama dunia,” pungkasnya.

Berkat inovasi tersebut, tim yang dibimbing oleh Orchidea Rachmaniah ST MT, Dosen Kimia ITS ini berhasil memperoleh Medali Emas dalam ajang Kompetisi Paper Nasional pada 20 Maret 2021. Kompetisi yang bertajuk National Paper Competition for Dies Natalis 23rd FTP ini diadakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

Mahasiswa Angkatan 2020 ini berharap inovasi yang berhasil digagasnya itu bisa menjadi solusi pemanfaatan limbah dan mengurangi masalah lingkungan yang terjadi.

“Semoga pemerintah dan lembaga terkait bisa menjadikan inovasi ini sebagai alternatif semen batu kapur agar tidak terus dieksploitasi karena dapat merugikan di masa yang akan datang,” tuturnya.

  • Bagikan