Olah Sampah Organik Jadi Pakan Ternak, Solusi Atasi Penumpukan Sampah

  • Bagikan
ILUSTRASI. Sampah organik/IST

Mediatani – Perusahaan pengelola sampah, Magalarva, mengubah sampah menjadi pakan ternak berprotein tinggi, untuk mengatasi masalah sampah yang terus menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pendiri Magalarva, Rendria Labde, dikutip Jumat (12/2/2021) dari situs serambinews.com mengatakan bahwa dalam sehari, perusahaannya mampu menghasilkan 1 ton larva yang berkembang biak dari memakan sampah organik.

Magalarva pun cukup membantu memecahkan penumpukan sampah organik sekaligus menghasilkan larva berprotein tinggi yang berguna bagi para peternak maupun perusahaan pertanian.

Perusahaan ini, kini mengklaim dapat mengelola sampah organik sekitar 6 sampai 10 ton per harinya. Sampah organik itu kemudian dihancurkan dan diubah menjadi pakan larva.

“Kita udah nyoba ke cabe, tomat, sayur-sayuran seperti selada dan juga kale, dan sudah terbukti bahwa pupuknya itu jauh lebih bagus dibandingkan pupuk yang bisa kita beli di pasaran,” kata Rendria dikutip dari situs yang sama.

Menurut Rendria, pupuk itu mampu meningkatkan produktivitas dari tanaman sekitar 3,5 kali lipat. Selain larva dan pupuk, Magalarva juga menghasilkan tepung berprotein tinggi, proteinnya lebih tinggi dari tepung biasa sekitar 50 persen.

“Tepungnya cocok untuk peternakan ikan dan ayam,” kata Rendria.

Terakhir, produk yang dihasilkan Magalarva dari sampah ialah minyak yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa sawit.

Minyak tersebut kemudian dapat digunakan dalam rangka untuk memproduksi sabun. “Produknya masih sangat kecil,” ujar Rendria.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Februari 2019, Indonesia sedikitnya menghasilkan sekitar 64 juta ton sampah di setiap tahunnya. Dari data ini, sekitar 60 persen sampah diangkut dan ditimbun di TPA, 10 persen sampah didaur ulang, sedangkan 30 persennya tak dikelola dan mencemari lingkungan.

Berdasarkan data KLHK, komposisi sampah itu didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai 60 persen dari total sampah.

Sampah plastik pun menempati posisi kedua dengan 14 persen disusul sampah kertas 9 persen dan karet persen. Sampah lainnya terdiri atas logam, kain, kaca, dan jenis sampah lainnya.

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan sampah KLHK mendukung penuh inovasi yang dilakukan Magalarva.

Menurut dia, hal ini menjadi jawaban perihal soal penumpukan sampah di berbagai TPA.

“Paling tidak 60 persen itu bisa mengurangi timbunan sampah yang dibuang ke landfill. Sehingga landfillnya bisa bertahan lebih lama,” jelas dia.

Selain sampah organik, sebelumnya mediatani.co juga menuliskan perihal limbah medis masker sekali pakaiyang dapat membahayakan populasi hewan.

Berikut cara membuang limbah medis.

Pertama, bersihkan tangan terlebih dahulu. Lalu lepaskan dari belakang telinga dengan cara melepas kaitan atau tali kepala.

Kemudian lipat lah masker tanpa menyentuh bagian depannya. Setelah itu, buang segera maskernya ke tempat sampah tertutup.

Terakhir, jangan lupa pastikan kebersihan. Cuci tangannya juga dengan antiseptik berbasis alkohol atau sabun dan air.

Sementara itu, manajer kebijakan dan penelitian untuk Keep Wales Tidy menuturkan bahwa organisasinya telah memperhatikan dampak penggunaan masker.

Organisasi asal Inggris itu menyadari jika masker dan sarung tangan yang sekali pakai banyak ditemukan di trotoar dan taman di seluruh wilayah Wales karena dibuang sembarangan.

Worldwide Wildlife Fund (WWF) pula melaporkan kekhawatirannya itu terkait pembuangan masker yang sembarangan.

“Walau hanya 1 persen masker yang dibuang dengan sembarangan, akan tetap saja mengakibatkan 10 juta masker per bulan yang mencemari lingkungan,” ujar WWF mengutip Kompas.com yang mengutip Independent.

Lebih lanjut dia menjelaskan, masing-masing masker memiliki berat sekitar 4 gram. Itu berarti, masker dapat menambah lebih dari 40 ribu kilogram plastik di alam.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa masker sekali pakai benar-benar terbuang di tempat sampah dan bukan pada alam terbuka.

Apalagi jika ada kemungkinan masker bisa terlepas saat dipakai atau bahkan tak sengaja jatuh. Pada akhirnya, hal itu pun menyebabkan masker terbuang tidak pada tempatnya.

Menyikapi hal itu, Laura Riiska dari Keeping Tampa Bay Beautiful memberikan solusinya yakni penggunaan tali pengikat atau lanyard.

Lanyard pun dapat membantu mencegah masker terlepas atau jatuh terbuang. Maka, masker dapat tetap bisa dibuang pada tempatnya.

KTBB pula meminta para pemakai masker untuk memotong tali pengaitnya itu sebelum dibuang. Cara itu ditengarai dapat mencegah satwa liar terjerat masker.

Masker kain Di sisi lain ungkap Amanda Keetley selaku pendiri Less Plastic, bahwa tak ada cara yang aman untuk membuang masker wajah sekali pakai.

Jadi untuk menyelamatkan lingkungan, lebih baik masyarakat menggunakan masker yang bisa dicuci sehingga dapat dipakai berkali-kali alias masker kain.

“Apa pun cara yang dilakukan agar membuang masker sekali pakai, itu hanya akan membuat volume sampah semakin banyak dan menumpuk,” kata Keetley.

Dia mengungkap, masker sekali pakai sebaiknya benar-benar digunakan dalam situasi medis. Di luar daripada itu, Keetley menyarankan penggunaan masker kain.

Mike Bilodeau, direktur regional PlasticOceans untuk Eropa pun mendorong pembuatan alat pelindung diri (APD) seperti masker menggunakan elemen plastik yang dapat didaur ulang dan digunakan kembali.

Dengan begitu, masker yang digunakan lebih ramah lingkungan dalam jangka panjang.

  • Bagikan