Manfaatkan Rawa-rawa, Warga Setu Tangerang Selatan Sukses Budidaya Ikan dan Udang Galah

  • Bagikan
Keramba jaring apung di rawa-rawa yang terletak di Kelurahan Setu, Tangerang Selatan

Mediatani – Warga dan Karang Taruna di Kelurahan Setu, Tangerang Selatan mencoba untuk memanfaatkan rawa-rawa untuk menghasilkan cuan demi meningkatkan pendapatan ekonomi mereka. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu menjadikan lahan tertidur tersebut sebagai tempat budidaya ikan dan udang galah.

Rawa-rawa yang memiliki luas 2,7 hektar tersebut terdapat di sekitar permukiman warga, dekat Kantor Kelurahan Setu, Tangerang Selatan, Banten. Budidaya ikan tersebut dilakukan dengan menggunakan keramba jaring apung.

Setiap keramba memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari 3 meter x 4 meter hingga 5 meter x 4 meter dengan isi sebanyak 300-500 ekor ikan. Beberapa jenis ikan air tawar yang dibudidayakan, yakni mujair, nila merah, dan nila hitam.

Salah seorang warga, Hendra (43) mengaku sudah enam bulan lamanya beralih profesi dari sebelumnya bekerja di perusahaan kargo menjadi pembudidaya ikan. Ia terkena pemutusan hubungan kerja karena kondisi keuangan perusahaannya terus memburuk selama masa pandemi.

”Sempat nganggur terus bingung mau ngapain. Umur sudah segini susah cari kerja. Untungnya teman-teman karang taruna ajak gabung budidaya ikan. Alhamdulillah, sudah dua kali panen. Terakhir dapat 120 kilogram, lumayan hasilnya Rp 2,2 juta,” ungkapnya dilansir dari Kompas, Jumat (28/5).

Uang pesangon yang diterimanya ia gunakan sebagai modal usaha, yang diantaranya untuk membuat dua keramba jaring apung dan membeli ribuan benih ikan di Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat.

Pria yang akrab disapa Ompong itu dibantu oleh karang taruna dalam proses pembuatan keramba jaring apung hingga pemeliharaan ikan. Berbagai hal dipelajarinya dan dipraktikkannya secara otodidak, mulai dari membesarkan ikan, memeriksa kondisi air, menangani hama, dan lainnya.

Pada pertengahan tahun 2020, karang taruna mulai mengajak warga lainnya yang juga tidak punya pekerjaan untuk ikut membudidayakan ikan. Mereka kemudian mengumpulkan uang Rp 500.000 sebagai modal untuk merakit satu keramba jaring apung dan Rp 250.000 hingga Rp 500.000 untuk membeli benih ikan.

Ade Aulia Rahman, selaku pengurus Karang Taruna Kelurahan Setu mengatakan bahwa pihaknya ingin memberdayakan warga, khususnya yang tengah menganggur. Menurut Ade, pihak Kecamatan dan kelurahan juga mendukung supaya keramba terus berlanjut.

“Alhamdulillah sudah jalan dan sudah bisa panen,” kata Ade.

Menurut Ade, karang taruna dan warga tidak tahu bahwa ada beragam risiko dalam budidaya ikan. Misalnya, adanya serangan hama biawak dan ular atau permukaan air di rawa-rawa yang naik dan membuat ikan dari keramba keluar. Belum lagi kandungan asam air hujan yang bisa membuat pertumbuhan ikan terhambat.

”Kami berproses sampai tahu bahwa keramba jaring apung lebih aman dari luapan air. Sebulan sekali harus kontrol kondisi jaring, ada bolong atau tidak karena biawak dan ular merusak jaring dari bagian bawah. Ikan juga harus dipisah sesuai ukuran supaya pertumbuhannya optimal,” tutur Ade.

Saat ini, keramba jaring apung yang dimiliki oleh karang taruna sudah ada sebanya lima keramba. Setiap keramba tersebut dikelola oleh tiga sampai empat warga. Masing-masing bertugas memberi makan ikan dan memastikan kondisi air dan jaring.

Dari lima keramba jaring apung yang dikelola itu sudah berhasil melakuka panen hingga lima kali dengan hasil minimal 30 kilogram. Ikan yang dipanen dijual kepada warga sekitar dengan harga berkisar Rp 30.000 per kilogram.

Selain ikan, warga dan karang taruna di Kecamatan Setu juga tengah membudidayakan udang galah sejak awal tahun 2021. Mereka mendapatkan benih udang dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi di Jawa Barat.

Didi Sukandi (35), salah satu pengurus Karang Taruna yang memiliki ide ini awalnya hanya mencoba membudidayakan udang galah di akuarium. Setelah berhasil di akuarium, ia pun mencoba membudidayakannya di kolam terpal ukuran 2×1 meter dan 3×3 meter di dekat rawa-rawa.

Didi menjelaskan, udang galah mampu hidup di media kolam terpal, semen, dan tanah. Selain itu, lahan yang digunakan juga tidak perlu seluas puluhan hektar.

“Intinya atur kadar oksigen pakai mesin atau kincir, air tidak dikuras habis karena kadar amoniak sedikit, dan sebulan sekali bersihkan kotoran,” terang Didi.

Di kolam terpal dekat Rawa Samira dan di Kelurahan Muncul sejak awal tahun itu sudah ditebar benih udang sebanyak 15.000 berukuran 1-3 cm. Uji coba panen yang dilakukan warga pada pekan lalu menghasilkan udang galah dewasa dengan rata-rata per kilogram mencapai 50 ekor. Udang tersebut dihargai Rp 150.000 per kilogram.

Hasil panen tersebut kemudian diunggah di Facebook dan berhasil menarik minat pembeli dari luar Jawa, yakni Riau dan Kalimantan. Karena itu, warga telah berencana untuk melakukan panen perdana pada pertengahan Juni nanti.

”Nilai ekonomisnya tinggi. Kami harus perluas budidaya dengan merangkul warga yang memang antusias dan mau,” ujar Didi.

  • Bagikan