May Day, Momen Pembentukan Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan

  • Bagikan
Deklarasi pembentukan Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan

Mediatani – Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada 1 Mei 2021 kemarin, juga menjadi momen untuk membentuk Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan. Deklarasi serikat buruh tersebut berlangsung di Kabupaten Tegal, Sabtu (1/5).

Serikat buruh ini dibentuk sebagai upaya untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan awak kapal Indonesia yang selama ini rentan terhadap praktik kerja paksa dan perdagangan orang.

Dilansir dari Getra, Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan ini dideklarasikan oleh Organisasi Pusat Informasi dan Layanan Awak Kapal Perikanan (PILAKP) Tegal dan didorong oleh SAFE Seas Project.

SAFE Seas Project sendiri merupakan sebuah proyek perlindungan awak kapal perikanan yang dikelola oleh Plan International dan sedang dijalankan di Indonesia dan Filipina.

Direktur SAFE Seas Project Nono Sumarsono mengutarakan bahwa pembentukan Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan adalah sebuah bentuk penegasan bahwa awak kapal perikanan juga merupakan bagian dari pemangku kepentingan yang memiliki peran strategis untuk memperjuangkan perlindungan dan kesejahteraan hidup mereka.

Usai deklarasi yang digelar di Ndalem Benawa, Kabupaten Tegal, Nono juga menjelaskan bahwa selain mendukung, Yayasan Plan International Indonesia atau Plan Indonesia melalui SAFE Seas Project sangat mendorong lahirnya Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan.

“Agar ke depannya kita bisa duduk bersama secara egaliter dalam perjuangan untuk melindungi dan menyejahterakan awak kapal perikanan Indonesia,” tambah Nono.

Nono menyampaikan, saat ini jumlah awak kapal perikanan yang ada di Indonesia, termasuk nelayan buruh diperkirakan telah mencapai dua juta orang.

Dengan jumlah sebesar ini, tambah Nono, diperlukan adanya serikat buruh yang independen seperti yang dibentuk PILAKP Tegal sebagai wadah untuk memperjuangkan perlindungan dan kesejahteraan.

“PILAKP adalah mitra strategis kami dalam SAFE Seas Project, dan kami akan memfasiitasi agar kawan-kawan dapat bergabung menjadi bagian dari Tim Nasional Perlindungan AKP dan Forum Daerah Jawa Tengah dalam rangka berjuang bersama untuk perlindungan dan peningkatan kesejahteraan AKP Indonesia,” ungkap Nono.

Di Jawa Tengah, lanjut Nono, diperkirakan terdapat sekitar 70 persen awak kapal perikanan yang belum memiliki kontrak kerja secara tertulis. Hal ini membuat mereka terpaksa harus bekerja tanpa perlindungan dan sangat rentan mengalami eksploitasi ketenagakerjaan

“Tentunya, hal ini akan menjadi tantangan besar bagi PILAKP untuk memperjuangkan kontrak kerja dan upah yang layak bagi awak kapal perikanan,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua PILAKP Tegal Wanardi juga menjelaskan dengan maksud yang sama bahwa pembentukan Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan ini dilakukan untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan awak kapal perikanan di Indonesia.

Dengan lahirnya serikat buruh ini, upaya pencegahan terhadap tindak pidana seperti praktik eksploitasi kerja paksa dan perdagangan orang atau forced labor and trafficking in person (FL/TIP) terhadap awak kapal perikanan asal Indonesia bisa semakin kuat.

“Ini momentumnya sangat tepat, yaitu Hari Buruh Internasional. Kami mendirikan serikat buruh ini karena kami sangat membutuhkan perlindungan dan kami ini bagian dari nelayan Indonesia yang memiliki hak untuk hidup sejahtera dari samudera Indonesia,” ujarnya.

Berdasarkan data dari Fishers Center yang dikelola oleh SAFE Seas Project pada Maret 2020, Warnadi menyebutkan ada sebanyak 44 kasus praktik kerja paksa dan perdagangan orang yang dilaporkan, di antaranya kasus gaji tidak dibayar, kecelakaan kerja, permohonan untuk dipulangkan ke Indonesia, dan tidak dicover asuransi.

Ia mengatakan bahwa pihaknya masih melihat adanya kelemahan pada sistem perlindungan bagi AKP Indonesia, diantarnya terkait dengan regulasi dan kewenangan kementerian lembaga serta pemerintah daerah yang masih tumpang tindih.

Menurutnya, dengan terbentuknya serikat buruh, terdapat wadah bagi awak kapal perikanan untuk mengadukan atau melaporkan persoalan yang mereka alami saat bekerja dan memperjuangkan kesejahteraan hidupnya.

“Selama ini kami awak kapal tidak pernah ada upah yang layak, tidak ada bagi hasil, dan harus menanggung biaya perbekalan yang seharusnya itu menjadi tanggungjawab pemilik kapal. Padahal risiko kerja awak kapal perikanan itu tinggi,” jelasnya.

Setelah terbentuk, tambah Warnadi, Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan Indonesia ini akan melakukan konsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat lain agar dapat terlibat dalam penentuan kebijakan untuk melindungi dan menyejahterakan awak kapal perikanan secara khusus, dan nelayan Indonesia secara umum.

“Kami sangat mengharapkan dukungan dari SAFE Seas Project agar kami dapat menjadi bagian dari penentu kebijakan untuk diri kami sendiri,” harapnya.

  • Bagikan