Mediatani – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menuturkan bahwa petani merupakan kelompok yang rentan jatuh miskin akibat pandemi Covid-19.
Padahal, kata dia, pertanian merupakan sektor strategis dalam perekonomian Indonesia dan paling banyak menyerap tenaga kerja berbasis pedesaan.
“Kita tahu bahwa di sektor paling hulu dari semua produk pertanian adalah berasal dari petani. Ketika terjadi bencana alam maupun nonalam seperti wabah Covid-19 ini, maka yang paling mudah jatuh menjadi orang miskin adalah para petani,” kata Muhadjir di sela-sela acara “Pelepasan Ekspor Bersama Produk Pertanian Senilai Rp 220 M Melalui Karantina Pertanian Tanjung Priok dan Soekarno-Hatta”, mengutip, kompas.com yang juga melansir dari situs Kemenko PMK, Senin (5/4/2021).
Adanya pandemi Covid-19, lanjut dia, membuat kehidupan petani yang selama ini masih dalam keterbatasan semakin tertekan.
Apalagi petani Indonesia dinilainya sebagai salah satu kelompok yang sensitif terkena dampak pandemi Covid-19 tersebut.
Selain itu, pemerintah pula terus mendorong dan mendukung ekspor komoditas pertanian Indonesia ke mancanegara.
Menurut dia, dengan semakin naiknya ekspor, kesejahteraan petani pun bakal semakin meningkat.
“Dengan mendorong ekspor, diharapkan mata rantai proses komoditas ekspor ini akan betul-betul bersinggungan dengan para petani yang otomatis juga akan ikut mengentas (lepas) dari kemiskinan,” ujar mantan Mendikbud itu.
Muhadjir menekankan bahwa kegiatan ekspor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya mengangkat harkat martabat masyarakat, khususnya mereka yang berprofesi sebagai petani.
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan mediatani.co, sejumlah petani di Jember mengalami nasib malang karena mengalami penurunan hasil panen akibat hama Wereng.
Para petani pun mengeluhkan penurunan hasil panen akibat banyaknya serangan hama tersebut.
Padi yang mulai menguning tampak harus kembali disemprot pestisida untuk mematikan hama wereng.
“Tanaman padi di daerah kecamatan Jenggawah banyak yang terkena hama wereng. Ada yang kena sedikit, ada yang parah, tapi rata-rata kena,” ujar Ketua Kelompok Tani, Desa Seruni, Jenggawah, Habib (56), Jumat (2/4/2021), dilansir mediatani.co, Minggu (4/4/2021) dari situs IDNTimes.
Akibat terserang hama wereng, para petani yang lebih dulu panen, kata Habib, mengeluhkan penurunan hasil panen.
Serangan hama wereng membuat isi gabah kosong dan tanaman menjadi mati kering.
Sejumlah cara pun telah dilakukan petani untuk mengantisipasi, mulai dari pestisida alternatif hingga produk jadi dari kios pertanian.
“Kemarin ada sawah seperempat hektar, kena serangan wereng banyak. Sehari dua hari bisa habis gak panen. Ada juga yang biasanya dapat 20 karung, cuma panen 8 karung. Sekarang ini sudah masuk masa panen, ada juga yang masih sekitar 2 minggu lagi,” kata dia.
Menurut Habib, mahalnya harga pestisida hama wereng kemasan membuat sejumlah petani juga mencoba pestisida alternatif sendiri.
Mereka menggunakan sabun cuci piring, hingga lotion nyamuk yang disemprotkan ke tanaman padi. “Kalau pestisida aslinya beli di kios mahal, harganya bisa Rp 300 ribu,” ujarnya.
Sementara itu, petani asal Desa Kesilir, Kecamatan Wuluhan, Samsul Arifin (45) mengaku serangan wereng di tempatnya masih terkendali karena petani kompak segera mengantisipasi.
“Kalau daerah Wuluhan sini serangan wereng sekarang cukup aman, tapi ya antisipasi pestisidanya diperbanyak. Kalau saya sendiri pakai sabun colek buat mencegah hama wereng, soalnya obat aslinya mahal,” ujarnya.
Juga petani asal Desa Sabrang, Kecamatan Ambulu, Abdul Rokhim (45) mengatakan, serangan hama wereng juga mengenai tanaman padinya.
Di desanya, rata-rata padi terkena serangan hama wereng.
“Kalau daerah sini banyak yang kena, tapi yang ngeblok ngeblok, tidak sampai kena semua,” ujarnya.
Rokhim menuturkan, hama wereng menyerang padi dengan cara menyerap saripati padi, terutama yang muda.
Meski demikian, hama wereng juga menyerang padi yang sudah menguning.
“Jadi dia menyerap isi padi, terutama yang mau proses menua. Kalau yang sudah tua bisa tetap kena dampak, karena wereng yang hinggap membawa virus. Jadi setelah menyerap padi, semua bulir kopong, dan virus yang dibawa membuat tanaman padi kering dan mati. Tidak kenal padi sudah tua, juga bisa mati,” sebutnya. Baca selengkapnya dengan klik di sini. (*)