Petani kebun terancam merugi akibat pendemi covid 19. Harga biji kakao (coklat) di tingkat petani saat ini menurun dibandingkan sebelum covid 19 melanda. Padahal saat ini petani kakao di Jembrana dan di daerah lain sedang musim panen. Demikian halnya dengan harga cengkeh juga menurun tajam.
Akibat pandemi covid-19 ini, harga biji kakao kering ditingkat petani hanya Rp 25 ribu per kilo. Dan untuk yang basah hanya Rp 8.000 per kilonya. Dibandingkan sebelum covid 19 melanda harga biji kakao kering menjacapi Rp 27 ribu sampai Rp 28 ribu perkilonya. Sementara yang pasar berkisar Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu perkilonya.
“Kalau corona belum usai kami kuatir harga terus menurun. Kalau gini kami pasti rugi,” ujar Gede Sutama, salah seorang petani kakao dari Kecamatan Pekutatan, Jembrana, Minggu, 5 Jui 2020.
Hal serupa juga terjadi pada harga cengkeh kering yang terus mengalami penurunan yang sangat tajam. Saat ini harga cengkeh kering ditingkat petani mencapai Rp 50 ribu hingga Rp 52 ribu perkilonya. Sementara cengkeh basah harganya Rp 17 ribu per kilo.
“Sementara sebelum wabah corona melanda, harga cengkeh kering sampai seratus dua puluh ribu rupiah perkilonya dan yang basah sampai empat puluh ribu rupiah,” imbuhnya.
Seorang pengepul hasil perkebunan asal Desa Yahembang, Sayu Diana juga membenarkan hal tersebut. Menurutnya saat ini harga biji kakao dan cengkeh menurun dibandingkan tahun sebelumnya, baik kondisi basah maupun kondisi kering.
“Saya beli biji kakao kering dengan kadar air 12 persen dua puluh lima ribu rupiah per kilonya. Sedangkan yang basah saya beli delapan ribu rupiah per kilo,” ujarnya melalui telpon.
Untuk cengkeh kering, Sayu Diana mengaku membeli dengan harga Rp 52 ribu per kilonya. Sementara untuk cengkeh basah dia beli ke petani Rp 17 ribu per kilonya. Harga cengkeh ini juga jauh menurun dari tahun lalu.
Cengkeh tidak hanya dijadikan sebagai racikan tambahan dalam pembuatan rokok, tetapi cengkeh juga banyak digunakan sebagai bahan pembuatan parfum dan obat, bahkan untuk pembuatan kue dan masakan lainnya. Namun, karena pasar bebas dan tidak adanya patokan harga per kilogram membuat petani mulai berpikir untuk beralih ke komoditas lain.