Penelitian Terbaru Sebut Ada Mikroplastik pada Lebah Madu

  • Bagikan
Sengatan lebah odeng dapat mengakibatkan kematian (baktikunegeri)

Mediatani – Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lebah madu tak hanya menangkap serbuk sari tapi juga mikroplastik saat terbang mencari makan.

Hasil ini diperoleh peneliti usai melakukan analisis terhadap lebah pekerja yang berasal dari 19 sarang.

Sembilan dari sarang berasal dari pusat Kopenhagen, sementara 10 sisanya dari lokasi pinggiran kota dan pedesaan.

Temuan ini pun menurut peneliti bisa digunakan dalam menilai polusi dan mengukur keberadaan di udara. Termasuk pula menjelaskan prevalensi mikroplastik dalam madu.

Mikroplastik sendiri tercipta dari penguraian benda-benda plastic. Karena ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik bergerak melalui udara maupun air, menyebar ke mana-mana termasuk bagian terpencil Antartika.

Melansir dari Kompas.com yang juga mengutip IFL Science, Kamis (27/5/2021) lebah sudah berevolusi untuk memiliki tubuh berbulu yang digunakan untuk mengambil serbuk sari.

Bulu tersebut diisi secara elektrostatis selama penerbangan untuk membantu benda-benda menempel.

Tapi menurut penelitian yang diterbitkan dalam Science of The Total Environment, sekira seperenam dari semua partikel yang ditemukan pada lebah yang diteliti, peneliti menemukan adanya mikroplastik.

Dari jumlah itu, 52 persen adalah fragmen dan sekitar 38 persen adalah serat. Tiga belas jenis polimer ditemukan pada lebah, dengan jenis yang paling umum adalah poliester, setelah itu polietilen dan polivinil klorida.

Lebih lanjut, peneliti menyebut jika lebah madu kota memiliki lebih banyak mikroplastik pada tubuhnya, namun tak lebih banyak dibandingkan dengan lebah pedesaan.

Ini mengindikasikan, penyebaran angin di area yang luas dapat menjadi faktor penyebabnya.

Meski begitu, sumber mikroplastik ini tak jelas. Bisa dari praktik peternakan lebah, seperti pakaian dan peralatan, yang bisa meninggalkan jejak plastik di sarangnya.

Atau dapat juga dari lingkungan yang lebih luas, seperti bukti yang menunjukkan polusi mikroplastik ada di udara, tanah, dan air.

Kemudian mikroplastik mampu menempel pada lebah dengan berbagai cara, misalnya saja mungkin serat tersangkut pada serangga saat terbang.

Tim peneliti percaya, bahwa temuan itu bisa digunakan untuk memantau pencemaran di lingkungan dengan lebih baik. Sebab, lebah cenderung mencari makan hingga radius 8 kilometer dari sarangnya.

Dengan mempelajari jumlah plastik di akhir hidupnya, akan mungkin untuk mengidentifikasi seberapa banyak mikroplastik yang masuk ke lingkungan dan dari mana asalnya.

Pertanyaan lainnya ialah seberapa besar mikroplastik mempengaruhi lebah secara umum dan lebah madu pada khususnya.

Kita tahu bahwa penyerbuk berada di bawah tekanan dari beberapa jenis pencemaran, termasuk pestisida.

Peningkatan mikroplastik pada tubuh lebah madu bisa menjadi faktor lain yang mengancam kelangsungan hidup hewan-hewan ini, serta penyerbuk lainnya.

Sayangnya, untuk sementara pertanyaan-pertanyaan ini belum bisa terjawab. Perlu lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya masalah yang mendesak untuk diselesaikan ini.

Peternakan Lebah di Kota Dinilai Mampu Bantu Atasi Krisis Iklim Perkotaan

Beternak lebah di wilayah perkotaan kini semakin populer. Saat ini juga mampu menjadi usaha sampingan. Selain bermanfaat secara ekonomi, koloni lebah pun dapat membantu pemerintah menghijaukan daerah perkotaan.

​Masyarakat perkotaan juga tampaknya semakin banyak beternak lebah.

Faktanya, sosok Jan Day ternyata mulai beternak lebah di Washington DC sejak delapan tahun lalu. Berawal dari satu sarang lebah di teras rumah, Jan kini memiliki 22 sarang yang tersebar di Washington DC.

Jan pula terbergabung dengan klub peternak lebah, DC Beekeper.

Bersama klub ini, ia turut mengedukasi masyarakat agar peduli pada lebah, tanaman dan lingkungan.

Kerjasama dilakukan DC Beekeeper dengan pemerintah kota yang meregulasi lisensi bagi sekitar 500 sarang lebah yang terdaftar di Washington DC…baca selengkapnya dengan klik di sini. (*)

  • Bagikan