Pengamat: Pemerintah Harus Tetapkan HPP Beras Agar Tidak Ada Penyelewengan

  • Bagikan
Pekerja menjemur gabah hasil panen petani di salah satu pabrik giling padi di Desa Grong-Grong, Kecamatan Darul Aman, Aceh Timur, Aceh, Kamis (1/9). Harga gabah kering giling dalam sebulan terakhir mengalami kenaikan dari Rp4.800 menjadi Rp5.500 per kilogram. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc/16.

Mediatani – Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai fleksibilitas harga yang diberlakukan saat ini rentan dipermainkan oleh pengusaha untuk menekan petani.

Karena itu, ia berharap pemerintah melalui Bapan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras dan gabah dengan satuan harga, bukan dengan rentang harga bawah dan harga atas.

Sebelumnya pemerintah menetapkan batas atas harga pembelian di tingkat petani untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp 4.550 per kilogram. GKP Tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kilogram, Gabah kering giling (GKG) tingkat penggilingan Rp 5.700 per kilogram, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kilogram.

Untuk harga batas bawah atau floor price pembelian gabah atau beras, pemerintah masih memberlakukan HPP beras dengan mengacu pada Permendag Nomor 24 Tahun 2020, yaitu GKP tingkat petani Rp 4.200 per kilogram, GKP tingkat penggilingan Rp 4.250 per kilogram, GKG tingkat penggilingan Rp 5.250 per kilogram, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 8.300 per kilogram.

Menurut Khudori, batas atas harga GKP yang diberlakukan sangat memungkinkan perusahaan penggilingan padi atau korporasi besar untuk menekan petani dengan harga terendah yaitu Rp 4.200 per kilogram. Pasalnya, pedagang menjadi tidak akan mau membeli beras dengan harga atas.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Perum Bulog juga menjadi lebih mudah melakukan pengawasan dengan penetapan HPP satu harga. Menurutnya, penyelewengan berpotensi terjadi jika pemerintah membuat rentang HPP beras Rp 8.300 sampai Rp 9.000 per kilogram.

Misalnya, tambah Khudori, beras dengan harga Rp 8.700 per kilogram yang dibeli pedagang justru dicatat oleh pihak Bulog dengan harga pembelian Rp 9.000 per kilogram.

“Jadi ada permainan di bawah tangan kan, bahwa sebenarnya Rp 8,700 tapi Rp 300-nya engga tahu di mana. karena memang ada fleksibilitas yang menciptakan adanya moral hazard,” tuturnya.

Karena itu, ia berharap penetapan HPP bisa bisa dilakukan agar harga beras bisa ditekan dan Bulog tidak kalah saing dengan pihak swasta dalam penyerapan gabah di masa panen raya ini.

Sementara itu, Bapanas telah merumuskan besaran HPP beras dan gabah terbaru tahun ini bersama sejumlah perwakilan petani. Pertemuan tersebut berlangsung pada Kamis, 2 Maret 2023.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan Bapanas akan menetapkan HPP satu harga saat panen raya semester I tahun ini. Setiap perwakilan petani mengusulkan besaran HPP Gabah Kering Panen (GKP) menyesuaikan dengan hasil perhitungan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT).

Adapun usulan harga dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yaitu Rp 5.550 per kilogram, Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan Rp 5.600 per kilogram, dan KTNA mengusulkan Rp 5.400 per kilogram.

Sementara itu, Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) mengusulkan HPP GKP Rp 5.700 per kilogram. Aliansi Petani Indonesia (API) mengusulkan Rp 5.800 per kilogram, dan Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa (Gerbangmassa) mengusulkan Rp 5.375 per kilogram.

Usulan juga besaran HPP juga datang dari pihak pemerintah, yaitu Kementerian Pertanian di kisaran Rp 4.800 per kilogram sampai Rp 5.100 per kilogram dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan Rp 4.850 per kg sampai Rp 5.000 per kilogram.

“Selanjutnya akan kami analisis setiap opsi, bagaimana dampaknya terhadap inflasi, kesejahteraan petani, dan daya beli,” ungkap Arief.

  • Bagikan