Mediatani – Program lumbung pangan nasional alias Food Estate yang dipimpin Menhan Prabowo Subianto, dinilai strategis secara geostrategi dan geopolitik. Sehingga program ini disebut layak dipercayakan ke Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk menjadi leading sector yang akan mengkoordinasikan kementerian-kementerian terkait.
Pengamat politik Adi Prayitno menilai, langkah Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Wamenhan Sakti Wahyu Trenggono sebagai pimpinan program lumbung pangan nasional melalui Food estate sudah tepat. Adi meyakini Kemhan yang dipimpin duet Prabowo-Trenggono mampu mengemban tugas yang diberi oleh Jokowi.
Namun, penunjukan ini juga memantik banyak pertanyaan. Apalagi pada saat debat Pilpres 2019 lalu sempat menyinggung kepemilikan lahan Prabowo di Kalimantan. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko buka suara mengenai hal ini. Dia membantah adanya keterkaitan penunjukan Prabowo dengan kepemilikan lahan di Kalimantan.
“Nggak ada kaitannya. Itu berbeda ya. Lahan Pak Prabowo di Kaltim, ini di Kalteng, jadi nggak ada nggak ada konektivitasnya itu, nggak ada hubungannya,” ungkap Moeldoko.
Moeldoko menegaskan tahu persis alasan Jokowi melibatkan Prabowo di proyek lumbung pangan. Menurutnya, dalam konteks meningkatkan pekerjaan pertanian yang bisa melampaui kebutuhan perut, dibutuhkan tindakan yang extraordinary dari presiden.
“Menteri pertanian lebih ke pekerjaan yang bersifat seperti biasanya, tetapi dalam konteks kesiapan cadangan pangan nasional, maka Presiden menunjuk Pak Menhan untuk bisa menjalankan, menyiapkan cadangan pangan nasional,” lanjutnya.
Moeldoko mengatakan, sejauh ini indonesia tidak dalam posisi ancaman kelaparan. Kendati begitu, langkah penyiapan cadangan pangan perlu dilakukan. Moeldoko memaparkan, meskipun indonesia menghadapi pengurangan luas lahan baku, produktivitas Indonesia dalam satu tahun itu menurut data BPS itu masih lebih 2,9 juta ton.
Namun, barang tersebut saat ini selalu tersebar di berbagai lokasi seperti gudang, pasar, hingga rumah-rumah warga. Karenanya selama ini Indonesia masih mengambil kebijakan impor beras.
Jika tak impor, menurutnya gudang Bulog akan kosong. Karenanya impor yang selama ini dijalankan bertujuan agar aliran stok nasional Indonesia terisi.
“Itu sebenarnya kita bukan negara yang kekurangan pangan, tapi sebagai bapak bangsa sebagai kepala negara kepala pemerintahan itu selalu memikirkan resiko faktor-faktor agar 267 jiwa itu setiap hari tidak boleh kekurangan makan,” ujar Moeldoko.
Maka dari pilihan yang ada, pertama yakni intensifikasi lahan yang ada di Jawa dan sentra-sentra produksi. Yang kedua adalah ekstensifikasi membuka lahan baru. Oleh karena Kalteng terpilih karena memiliki keduanya, sehingga intensifikasi dan ekstensifikasi bisa dijalankan bersama
Eks Panglima TNI ini juga buka-bukaan mengenai status lahan food estate. Moeldoko menjelaskan bahwa food estate di Kalteng dikerjakan dengan paradigma ekstensifikasi sekaligus intensifikasi. Terdapat lahan eksisting yang pada tahap awal digarap seluas 30.000 hektare.
“Sektor yang pertama yang akan digarap oleh Kementerian Pertahanan adalah sekitar 30.000 hektare. Itu lahan eksisting yang siap dioptimalisasi. Hanya persiapan adalah di irigasi yang saat ini dikerjakan oleh kementerian PUPR untuk mengatur irigasi. Yang primernya sudah oke tapi sekunder dan tersiernya ini yang sedang dikerjakan sekarang,” ujarnya.
Selain langkah itu, pemerintah juga menyiapkan mekanisasi produksi sampai dengan budidaya hasil pertanian. Di sisi lain, ada lahan seluas 144.000 hektare yang juga akan dibangun sebagai food estate.
“Kita tanam intensif di sana. Berikutnya investor akan melihat itu. Nanti kalau melihat 30.000 hektare ini berhasil dengan baik, maka akan dengan sendirinya akan mempermudah untuk berinvestasi pada lahan yang yang 144.000 hektare. Itu strategi yang kita kembangkan kesana,” lanjutnya.
Adapun mengenai status lahan, dikatakan bahwa lahan ini dimiliki masyarakat. Lahan ini sebelumnya merupakan milik negara yang dibagi-bagikan kepada masyarakat untuk dikerjakan sebagai lahan pertanian.
“Lahan ini sudah dibagi-bagi kepada masyarakat dan ada sertifikatnya, ada yang punya SKT (surat keterangan tanah) begitu. Tetapi ada sebagian yang dikerjakan oleh masyarakat, ada sebagian besar yang ditinggalkan oleh masyarakat,” ujar Moeldoko.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang tak lagi menggarap lahan pertanian ini karena alasan ekonomi. Artinya, lahan yang digarap selama ini belum menuai hasil optimal.
“Mungkin pada saat itu dibuka, masyarakat diberikan hak untuk mengelola tetapi tidak diberikan pendampingan yang optimum oleh pemerintah. Sehingga masyarakat itu bekerja sendirian, tidak didampingi. Mungkin sekali hasilnya minimum, dilanjutkan lagi dua kali masih belum mendapatkan hasil yang baik akhirnya lama lama nggak tahan dia, ditinggal,” kata Moeldoko.
Karena itu, kini pemerintah kembali hadir untuk mendampingi masyarakat. Kendati begitu, Moeldoko mengungkapkan bahwa instruksi Jokowi adalah membuka sistem pertanian modern.
Artinya, lahan itu tidak dikerjakan oleh petani sebagai subjek utama, melainkan melalui mekanisasi teknologi pertanian. Di sisi lain, Jokowi ingin warga setempat yang juga para petani tetap mendapatkan dampak positif dari food estate.
“Nanti kerjanya itu akan diambil oleh mekanisasi. Harapan presiden semua pun mekanisasi ya tapi juga mengakomodasi rakyat yang ada di sana. Bentuknya nanti bisa itu disewa, bisa nanti bagi hasil dan seterusnya, atau alternatif lain Kemarin saya bicarakan dengan Gubernur bisa juga dibeli ya tapi siapa yang beli, apakah swasta, sedang dipikirkan itu,” tandasnya.
Sejalan dengan itu, proyek ini juga bakal melibatkan militer. Di bawah Prabowo, militer dikerahkan menggarap lumbung pangan. Menurut Moeldoko keterlibatan tentara dalam kesiapan pangan itu bukan hal yang baru, sampai saat ini masih ada para Babinsa yang bekerjasama dengan petani.
Bahkan, ia pun mengaku pernah menggerakkan langsung tentara di urusan pertanian ketika menjabat sebagai Panglima TNI.
“Waktu saya jadi panglima TNI, Pak Mentan menginginkan keterlibatan para Babinsa di lapangan untuk ikut mendorong para petani di lapangan. Itu sudah saya waktu itu udah MoU dengan pak Menteri Pertanian ya,” kata Moeldoko.
Kendati begitu, Moeldoko juga menegaskan bahwa tidak ingin tentara terlalu terlibat secara terus menerus di urusan pangan. Artinya, tetap ada peran daerah melalui dinas pertanian untuk mengurus persoalan pangan.
“Tapi ketika TNI diperlukan pada dasarnya siap saja karena dalam undang-undang di pasal 7 juga ada operasi militer selain perang itu ada peran peran non militer yang dijalankan TNI untuk membantu pemerintah daerah,” ujar Moeldoko.
Nantinya, dia menyebut bahwa peran militer di food estate Kalteng yakni turut menyiapkan cadangan pangan nasional. Dalam hal ini, militer dikerahkan untuk membuka diversifikasi komoditas pangan.
“Kalau kita bicara cadangan pangan nasional, bukan saja beras, bukan hanya jagung, tetapi juga bisa nanti ada umbi-umbian, ada makanan-makanan lain yang pada akhirnya nanti itu bisa menjadi diversifikasi makanan kita. itu yang diharapkan,” katanya.