Oleh: Masluki *
Sebagai benteng utama tata guna lahan, air dan biodiversitas, DAS (Daerah Aliran Sungai) Rongkong perlu mendapat perhatian serius. Posisinya yang strategis berada di dua kabupaten yaitu Luwu Utara dan Luwu memiliki dengan luas 190.748 ha. Di Kabupaten Luwu Utara mencakup 7 kecamatan yaitu Kecamatan Baebunta, Limbong, Malangke, Malangke Barat, Mappedeceng, Sabbang, dan Seko sedangkan di Kabupaten Luwu melalui Lamasi dan Walenrang Utara.
Panjang aliran mencapai 2.526,81 km, terdiri dari anak-anak sungai dengan panjang 2.107,96 km dan sungai utama 418,85 km. DAS Rongkong telah puluhan tahun menjadi denyut nadi perekonomian masyarakat baik sebagai petani, nelayan, penambang pasir, jasa transportasi dan pedagang lintas daerah.
Transisi DAS Rongkong
Sebelum di ekplorasi, DAS rongkong berupa hamparan hutan campuran yang didominasi oleh sagu. Sagu tersedia melimpah di alam yang hanya butuh di panen. Bagi masyarakat Tana Luwu, panganan sagu begitu istimewa dan menjadi perekat sosial budaya. Kelezatan panganan sagu yang disajikan dengan “parede” ikan dan udang segar tidak kalah dengan makanan setingkat restoran mewah.
Di perantauan, makanan seperti “kapurung”, “dange” dan “sinole” selalu dirindukan. Walau pati sagu mengandung protein yang rendah dibandingkan nasi, sagu pada umumnya dikonsumsi dengan ikan dan udang segar sebagai sumber protein sehat dari tangkapan nelayan di DAS rongkong. Begitupun dengan sagu, tumbuh subur dikawasan ini sebagai anugerah ilahi yang tak ternilai hanya perlu dipelihara dan dijaga agar tidak punah.
Sejak pembuatan tanggul DAS Rongkong pada tahun 1990an praktek pertanian intensif tidak terbendung hingga kebibir sungai. Hanya dalam sekejap kawasan hutan sagu telah disulap menjadi kawasan pertanian intensif seriring dengan upaya ekstensifikasi pertanian. Alih fungsi lahan secara massif yang berdampak rusaknya tata guna lahan dan air. Dampaknya, saat musim penghujan, sungai tidak mampu menampung debit air dari hulu sehingga terjadi luapan yang menggenangi lahan pertanian.
Sebaliknya, pada saat musim kemarau rentan terjadi bencana kekeringan, bahkan sungaipun mengalami pendangkalan. Kelangsungan hidup biota air dan darat makin terancam. Dibawah kanopi sagu dulunya menjadi tempat biota air dan darat berkembangbiak makin terhimpit yang berujung pada bencana ekologis.
Peranan Tumbuhan Sagu
Sekilas, tumbuhan sagu serupa waduk alami yang menampung air berlebih dari lingkungan sekitarnya. Menyaring pencucian dari daerah belakang baik karena erosi maupun residu pupuk dan pestisida kimia tidak sampai ke pantai demi melestarikan biota pantai. Di sempadan pantai menyangga masuknya air laut, agar tidak masuk ke darat yang dapat merusak lahan pertanian dan sumber air konsumsi.
Lahan sagu di sempadan layaknya perisai sungai dari pencucian materi dari daerah ketinggian dikiri kanan sungai. Sagu membantu infiltrasi aliran air dan air hujan masuk kedalam tanah, mengurangi volume air dipermukaan dan mencegah banjir. Tegakan memberi naungan disekitar sungai dan mencegah meningkatnya suhu air. Suhu yang tinggi meningkatkan aktivitas metabolisme dan kebutuhan oksigen, sedangkan oksigen yang tersedia sangat terbatas. Dampaknya, kematian biota perairan karena kekurangan oksigen dan timbulnya bau akibat pesatnya pertumbuhan mikroba patogen dan bakteri.
Kawasan sagu merupakan habitat berbagai jenis biota sungai. Setiap organisme mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem sungai. Daerah dibawah permukaan tanah bantaran sungai adalah daerah yang penting bagi perlindungan organisme sungai terutama hewan invertebrata pada saat adanya gangguan banjir dan kekeringan.
Keberadaan sagu penting dalam mengendalikan pemanasan global. Pemanasan global salah satunya dikarenakan tingginya angka kerusakan hutan. Pemicunya, gas – gas CO,CO2 gas HC dan NOx terperangkap di atmosfer membentuk gas rumah kaca. Tumbuhan merupakan penyerap gas – gas pengemisi dan menimbunnya dalam bentuk biomassa. Tanaman menyerap CO2 untuk proses fotosintesis dan melepaskan O2 ke udara. Sagu menyerap CO2 289 ton/ha/thn dengan kategori tertinggi dibandingkan tanaman penghasil karbohidrat lainnya.
Demi keberlanjutan ekosistem dan pemenuhan pangan masyakarat perlu digalakkan penanaman dan penataan sagu. Areal bantaran dan garis sempadan DAS Rongkong sangat potensial dimanfaatkan sesuai dengan PP RI No.35 tahun 1991 tentang sungai. Olehnya itu, dibutuhkan peran para pihak dalam mendukung konservasi sagu, baik pemerintah, masyarakat, Perguruan Tinggi, LSM dan pelaku usaha sagu. Konservasi sagu diharapkan menjadi pelatuk dalam perbaikan ekosistem.
Koordinasi lintas sektoral penting untuk menguatkan peran masing – masing instasi dan masyarakat sebagai aktor kunci. Pada akhirnya, upaya tersebut diharapkan memberikan efek positif terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan peningkatan taraf kesejahteraan masyakat disekitarnya. \\
*) Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor