Petani Madiun Protes Pupuk Bersubsidi Ilegal Ramai Beredar, Harga Dua Kali Lipat

  • Bagikan
puluhan petani madiun di DPRD
Puluhan petani saat berdialog dengan anggota DPRD Kabupaten Madiun, Rabu (9/3/2022). [Foto: Abdul Jalil/Madiunpos]

Mediatani – Selama tiga bulan terakhir ini petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur terpaksa membeli pupuk bersubsidi dengan harga yang tak wajar. Pupuk di pasaran dibanderol dengan harga tidak wajar, yakni dua kali lipat dari harga normal pupuk bersubsidi.

Belakangan diketahui bahwa pupuk tersebut adalah pupuk bersubsidi yang illegal. Namun karena desakan kebutuhan, petani di Madiun pun terpaksa membelinya. Hal ini ditengarai sebagai buntut dari kelangkaan pupuk bersubsidi yang resmi dari pemerintah.

Merespon kondisi tersebut, Gabungan petani Kabupaten Madiun berunjuk rasa di gedung DPRD Kabupaten Madiun, Rabu (9/3/2022) silam. Mereka menuntut pemerintah untuk serius menangani persoalan pupuk bersubsidi yang langka di Madiun.

Dalam keterangannya, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kecamatan Wungu, Muhadi, menjelaskan pupuk bersubsidi ilegal sudah tersebar di kalangan petani sejak tiga bulan lalu. Harganya mencapai Rp 550.000 per kuintal, sedangkan harga pupuk bersubsidi resmi hanya Rp210.000 per kuintal.

“Kalau kesulitan pupuk bersubsidi sudah lama. Tapi untuk munculnya pupuk bersubsidi ilegal ini sejak Januari lalu,” tutur Muhadi.

Lebih lanjut, Muhadi menjelaskan pupuk bersubsidi ilegal itu tidak dijual di toko, melainkan dipasarkan langsung kepada petani. Menurutnya ini adalah hal yang aneh, karena seharusnya pupuk bersubsidi dapat diambil sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Selain itu, dirinya menduga penjual pupuk illegal tersebut bukan berasal dari kalangan petani.

“Ini bisa membeli pupuk bersubsidi ilegal tanpa RDKK. Padahal distribusi pupuk subsidi yang punya wewenang kan kelompok tani dan petaninya,” ungkap Muhadi.

Sementara itu, menurut Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun, Suharno, mencatat 2.000 ton pupuk bersubsidi ilegal masuk ke Madiun. Dia pun mengakui tidak mengetahui mengenai asal-usul pupuk bersubsidi ilegal itu. Namun, informasinya pupuk tersebut dari luar kota.

“Yang jelas bukan dari petani. Karena mereka itu bisa menyediakan pupuk bersubsidi itu dengan cepat dan jumlahnya banyak,” jelas Suharno.

Harno mengesalkan kejadian ini karena kondisi tersebut merugikan petani karena harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli barang bersubsidi. Untuknya, Harno meminta pemerintah untuk segera menghentikan praktik jual beli pupuk bersubsidi ilegal.

“Akhirnya walaupun harganya dua kali lipat dari pupuk bersubsidi legal, petani tetap akan membelinya. Karena ini kan kebutuhan,” sesalnya.

Harno mengungkapkan bahwa dirinya telah melaporkan kasus ini kepada polisi. Namun menurutnya, pihak kepolisian belum menangani peredaran pupuk bersubsidi ilegal itu.

Harno juga mengaku kecewa dengan keberadaan Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) di Kabupaten Madiun yang tidak menunjukkan aktifitasnya. Padahal menurutnya, KP3 penting untuk mencegah keberadaan pupuk ilegal dan palsu di masyarakat.

Penjelasan Pemerintah Kabupaten Madiun

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Madiun, Toni Eko Prasetyo, menjelaskan KP3 memang bertugas mengawasi pendistribusian pupuk bersubsidi yang dialokasikan untuk petani di Madiun. Menurutnya peredaraan pupuk bersubsidi ilegal bukan menjadi tugas pengawasan KP3.

“Kalau pupuk yang beredar di luar alokasi pupuk di Madiun itu tentunya di luar pengawasan KP3. Kami hanya mengawasi pupuk yang alokasi untuk Kabupaten Madiun,” kata Toni sebagaimana dilansir solopos (12/3/2022).

Toni menjelaskan, kasus beredarnya pupuk bersubsidi ilegal di Madiun ini harus ditelusuri dan dikoordinasikan dengan asal pengiriman pupuk. Menurutnya, jika di kabupaten asal pupuk itu mengalami kelebihan pupuk bersubsidi maka dapat dialihkan ke Kabupaten Madiun.

Toni menjelaskan pemerintah tetap melakukan pengawasan atau monitoring di berbagai wilayah di Kabupaten Madiun.

“Hasil monitoring di wilayah selatan, beberapa pupuk berhenti di kios karena regulasi ketat, seperti harus ada fotokopi KTP. Sementara di wilayah utara meski tidak ada fotokopi KTP dibantu dengan keterangan desa kalau lahan digarap petani itu,” jelasnya.

  • Bagikan