Peternak Babi di Bali Keluhkan Kelangkaan Kucit dan Harga yang Tinggi

  • Bagikan
ILUSTRASI. Aktivitas peternak babi/ist

Mediatani – Para peternak babi di Kabupaten Tabanan Bali kini mulai merintis kembali usahanya. Setelah diterpa wabah virus babi afrika setahun lalu.

Akan tetapi ketersediaan bibit babi yang lebih dikenal dengan nama kucit justru masih belum memenuhi kebutuhan. Hal itu dikarenakan dampak ASF tahun lalu.

Dampak ASF pun membuat kelangkaan kucit dan harganya pun melambung. Hal ini membuat para peternak yang kini masih memiliki babi akan berusaha menguatkan kembali proses indukan.

Menurut salah satu Peternak Babi di Tabanan Bali I Nyoman Ariadi dilansir Tribunbali.com, Sabtu (30/1/2021) kemarin menuturkan bahwa kondisi kekurangan bibit babi di Tabanan telah dialami sejak tahun lalu atau pasca ASF menyapu bersih peternakan di Bali.

Sejak saat itu lanjut dia, banyak peternak yang memilih vakum  atau berhenti sementara lantaran takut merugi lebih banyak.

“Intinya saat ini para peternak di sini masih kesulitan mencari bibit babi untuk dikembangkan. Itu karena jumlah bibit tak sesuai dengan permintaan karena sebelumnya disapu bersih oleh virus yang dikatakan ASF itu,” kata Ariadi saat dikonfirmasi, Jumat 29 Januari 2021 dikutip, Minggu (31/1/2021).

Dia menjelaskan bahwa selama ini sebenarnya banyak sekali masyarakat yang memang berprofesi sebagai peternak hendak kembali mencoba merintis dan memulai kembali usahanya, apalagi menjelang perayaan Hari Raya Galungan di Bali.

Namun persediaan bibit kata dia masih jauh dibandingkan kebutuhan.

Banyak faktor penyebabnya dikarenakan terserang virus ASF, lalu bibit-bibitnya menjadi langka, dan terakhir ialah harga bibit yang menjadi mahal.

“Sementara bibit yang ada kan di wilayah Bangli dan Gianyar. Semoga sih mereka para peternak yang mulai mencoba tidak terkena musibah seperti sebelumnya hingga nantinya populasi hewan kaki empat itu mulai tumbuh lagi di Bali,” harap dia.

Ditanya mengenai mendatangkan bibit babi dari luar Bali, Ariadi mengatakan untuk mendatangkan bibit dari luar pasti bakal memberikan dampak positif dan negatif.

Jika dilihat dari dampak negatifnya, kemungkinan besar risikonya adalah tertular virus ASF lagi di Bali. Sebab, di luar wilayah Bali seperti di Jawa Barat virus ini pula sedang marak terjadi.

Dia mengungkapkan, jika mendatangkan bibit dari luar Bali dengan kondisi terpapar virus itu, praktis bisa menular ke ternak yang sudah ada di Bali.

“Termasuk juga daging yang terkontaminasi virus itu bisa dicurigai, atau kemungkinan diselundupkan ke Bali lagi lewat kendaraan besar.”

“Sebab di Bali virus itu sementara diperkirakan masih ada, lantaran saat ini ternak di Bali selalu saja ada yang mati dengan ciri-cirinya pula mendekati virus ASF yang sempat terjadi tahun lalu tersebut,” ungkap dia.

Berbeda dengan Bali, Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur sebelumnya, sebagaimana yang diberitakan mediatani.co bahwa telah resmi melarang untuk sementara arus lalu lintas ternak babi di wilayahnya.

Larangan ini ditetapkan guna mencegah meluasnya serangan virus demam babi Afrika atau african swine fever (ASF) yang mewabah di di daerah itu.

“Lalu lintas ternak dari dan ke Lembata atau pun antar kecamatan kami sudah larang, dalam rangka menekan penyebaran virus ASF,” ucap Kepala Dinas Peternakan Lembata Kanisius Tuaq, Jumat (22/1/2021) dilansir Sabtu (23/1/2021) dari situs berita Republika.co.id.

Kata dia, virus ASF mulai menyerang ternak babi milik peternakan warga di Lembata pada bulan November 2020 lalu.

Jumlah babi yang mati pun tercatat berjumlah 856 ekor.

Pemerintah daerah pun tengah melakukan sejumlah skema untuk mencegah dan mengantisipasi meluasnya kasus itu.

Satu di antaranya, ialah mengeluarkan larangan lalu lintas ternak babi guna menekan penyebaran kasus.

Selain itu, dia menambahkan, upaya pencegahan lain yang dilakukan ialah berupa biosecurity kandang dan larangan pemotongan ternak yang sakit.”

Kami juga melakukan edukasi ke masyarakat melalui media sosial sebagai upaya pencegahan penyebaran virus ASF ini,” ungkapnya.

Kanisius menyebut dalam mencegah meluasnya penularan ASF, pemerintah daerah juga telah menyiapkan lokasi penguburan massal ternak babi yang mati.

Pihaknya mencatat dari jumlah 856 ekor babi yang mati, sebanyak 390 ekor telah dievakuasi untuk dikuburkan secara massal. Sementara sisanya dikuburkan sendiri oleh warga atau pemilik ternak. (*)

  • Bagikan