Mediatani – Gabungan nelayan dan pengusaha perikanan di sejumlah daerah di Tanah Air menggelar unjuk rasa menolak Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diberlakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Unjuk rasa ini salah satunya dilakukan oleh perwakilan nelayan dan pengusaha perikanan di Kota Tegal, Jawa Tengah. Mereka melakukan unjuk rasa dengan membentangkan beragam spanduk yang bertuliskan penolakan terhadap aturan tersebut.
Beleid tersebut dinilai memberatkan para nelayan dan pelaku usaha perikanan karena tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) naik hingga mencapai empat kali lipat atau 400 persen dari tarif sebelumnya.
Dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 ini, diatur tentang komponen penetapan tarif pungutan hasil perikanan per gros ton (GT) kapal yang dihitung berdasarkan produktivitas kapal, harga patokan ikan, dan ukuran kapal.
Adapun kategori kapal penangkapan ikan yang dikenakan aturan tarif ini yaitu kapal di atas 5 GT hingga 60 GT.
Dalam kebijakan itu, ada opsi tarif PHP yang diberikan pemerintah yaitu tarif pascaproduksi untuk kapal dengan ukuran di atas 5 GT sampai 60 GT sebesar 5 persen dan kapal berukuran di atas 60 GT sebesar 10 persen.
Kemudian ada opsi tarif PHP praproduksi, dimana tarif yang dikenakan sebesar 10 persen untuk kapal 60 GT-1.000 GT dan 25 persen untuk kapal di atas 1.000 GT.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Tegal Riswanto mengatakan aturan tersebut membuat tarif PHP akan naik dari Rp 900.000 per GT per tahun menjadi Rp 3,5 juta-Rp 4 juta per GT per tahun. Bagi nelayan, hal ini tentunya akan sangat memberatkan.
”Jika memang harus ada kenaikan tarif pungutan, maksimal 50 persen saja dari sebelumnya. Biar usaha perikanan kami bisa berjalan dulu,” kata Riswanto, dilansir dari Kompas, Senin (27/9/2021),
Terlebih, tambah Riswanto, nelayan Kota Tegal saat ini sedang dalam proses pergantian alat tangkap cantrang menjadi jaring tarik berkantong, dimana untuk bisa mendapat surat izin usaha perikanannya perlu terlebih dulu membayar PNBP.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Nelayan Kota Tegal Said Aqil. Menurutnya, nelayan Kota Tegal merasa dirugikan dengan adanya perubahan tarif PHP dan PNBP tersebut.
Dalam kesempatan itu, para nelayan dari berbagai organisasi juga melakukan audiensi dengan Pemerintah Kota Tegal dan DPRD Kota Tegal hingga bersepakat untuk mengirim surat penolakan atas kenaikan PNBP dan PHP kepada Presiden Joko Widodo.
”Selain menolak kenaikan PNBP dan PHP, kami juga meminta Presiden mengevaluasi kebijakan kementerian dan lembaga, terutama yang tidak berpihak pada nelayan. Kami berharap usulan kami dipertimbangkan,” ujarnya.
Aksi demo penolakan PP 85/2021 ini juga dilakukan oleh ratusan nelayan dan anak buah kapal di Kota Probolinggo Jawa Timur.
Massa melakukan unjuk rasa itu di area kantor satuan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan Probolinggo, tepatnya di pelabuhan perikanan pantai mayangan, pada Senin (27/9/2021).
Aksi demo para nelayan ini disebabkan oleh sikap asosiasi pengusaha ikan yang mengancam tidak akan beroperasi, karena beratnya aturan tarif tersebut. Tidak beroperasinya perusahaan ikan ini tentunya akan berdampak pada nelayan.
Asosiasi pengusaha ikan menilai aturan itu sangat membebani pengusaha ikan, karena tarif PNBP yang harus dibayar meningkat dari 1 triliun menjadi 12 triliun.
Sementara itu di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar), ribuan nelayan kapal tangkap mendatangi Kantor Pelabuhan Perikanan Pemangkat, Senin (27/9/2021).
Mereka menolak dan menuntut KKP untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
“Kalau pemerintah tetap menerapkan kebijakan ini kami terancam menjadi pengangguran,” ujar salah satu peserta aksi Juraidi.
Menurutnya, para pemilik kapal tidak akan mengoperasikan kapalnya untuk melaut karena tidak akan mengurus perpanjangan izin usahanya.
“Jangan jadikan kami kelinci percobaan kebijakan,” seru Juraidi.