Sebanyak 878 Babi Mati Misterius, Diduga Terkena Virus Afrika

  • Bagikan


Mediatani – African Swine Fever (ASF) atau demam babi afrika diduga menjadi penyebab kematian 878 ekor babi ternak di Palembang, Sumatera Selatan selama dua bulan terakhir.

Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PHDI) Sumsel Jafrizal mengatakan, kematian misterius ratusan babi ini mulai diketahui sejak awal Mei. 

Namun jumlah kematian yang sangat besar baru diketahui akhir-akhir ini karena para peternak tertutup dan tidak melaporkan kematian massal ini.

Jafrizal mengatakan, penyebab kematian babi itu mulai diketahui saat ampas tahu yang menjadi salah satu pakan babi, jumlahnya melonjak karena tidak terserap. 

Sejak saat itu ia mulai menelusuri dan memanggil Balai Veteriner Lampung untuk menyelidiki penyebab kematian babi itu.

Dia menambahkan, berdasarkan data laporan sementara, terdapat 878 ekor babi yang mati. Namun dirinya memperkirakan jumlahnya bisa mencapai ribuan karena ada beberapa peternak yang mengaku babinya pun mati namun belum terdata.

“Ini terjadi di beberapa peternakan di Palembang seperti Talang Buruk, Talang Keramat. Sei Hitam, Ilir Barat I, dan juga di Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin. 

Jumlah babi yang tidak terdata kematiannya masih banyak dan masih kami telusuri. Peternakannya banyak yang tutup karena merugi akibat ini,” kata dia.

Saat PHDI Sumsel dan Balai Veteriner tiba di beberapa kandang peternak, keadaannya sudah kosong. Babi yang mati, menurut pengakuan peternak, sudah dibakar dan dikuburkan. Petugas Balai Veteriner hanya mengambil sampel berupa kotoran babi, darah, dan lainnya untuk menyelidiki penyebab kematian babi tersebut.

Jafrizal berujar, saat ini proses pemeriksaan dan penyelidikan tengah berlangsung. Namun kuat dugaan penyebab kematian ratusan babi tersebut akibat ASF. Hal tersebut ditengarai karena sebagian besar bibit babi yang diternakkan di Palembang berasal dari Sumatera Utara dan Lampung.

Virus tersebut menjangkiti babi usia muda hingga dewasa dengan masa inkubasi 3-14 hari. Namun biasanya waktu kematian bisa lebih cepat yakni sekitar lima hari.

“Kalau peternak mau mulai beternak babi di kandang yang sama, harus disterilkan benar-benar dulu. Kira-kira butuh waktu tiga bulan untuk memastikan kandang bebas dari ASF setelah disterilkan untuk bisa digunakan kembali,” kata Jafrizal.

Dirinya pun mewanti-wanti pemerintah untuk melakukan penyelidikan lebih ketat dan teliti karena ada ancaman wabah flu babi H1N1 yang mulai merebak di China yang bisa menular kepada manusia.

Jafrizal bilang perlu ada kolaborasi semua pihak agar ancaman penyakit zoonosis atau yang secara alami menular dari hewan vertebrata ke manusia dapat ditangkal.

“Pemeriksaan hewan yang masuk ke Palembang harus lebih ketat. Ini bukan kewajiban dokter hewan atau dinas peternakan saja, tapi juga dinas lain seperti perhubungan, kesehatan, dan kepolisian,” ungkap dia.

Sementara itu Kepala Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Palembang Sayuti berujar, pihaknya masih menunggu hasil penelitian Balai Veteriner Lampung terkait kematian ratusan babi tersebut. Dari hasil penyelidikan tersebut baru pihaknya bisa melakukan tindak lanjut.

“Hasil penyelidikan kemungkinan baru keluar satu minggu ke depan. Masalahnya kita juga tidak tahu jumlah riil babi yang mati ini karena tidak semua peternak mau melapor,” ungkap dia.

  • Bagikan