Mediatani – Meskipun Indonesia termasuk sebagai salah satu negara yang tingkat konsumsi susunya paling rendah di ASEAN, namun kebutuhan pasar dari produk susu terus mengalami peningkatan hingga 5% per tahun. Akan tetapi, peningkatan itu ternyata tidak sejalan dengan produksi susu sapi lokal yang hanya 2% per tahunnya.
Selain masalah kuantitas, secara kualitas susu sapi lokal juga belum cukup memadai untuk diserap oleh industri pengolahan. Hal itu disebabkan karena beberapa peternak di Tanah Air masih kesulitan untuk menjaga mutu atau kesegaran susunya dengan sarana dan prasarana yang dimiliki.
Hal itulah yang juga dirasakan oleh Hadi Apriliawan, seorang pemuda yang tumbuh besar di keluarga peternak sapi perah di Desa Sragi, Kabupaten Banyuwangi. Ia sudah sangat mengetahui bahwa susu sapi yang cepat basi adalah tantangan yang kerap dihadapi oleh keluarga dan warga di desanya.
Masalah itu membuat para peternak sapi perah terpaksa harus menjual produksi susu sapinya dengan harga yang dulu hanya di banderol Rp4.000-Rp5.000 saja apabila dijual ke Koperasi Unit Desa (KUD) atau ke perusahaan pengolahan. Bahkan jika tak habis dijual dalam dua hari, susu itu hanya dibuang sia-sia.
Hadi yang pada saat itu sudah mulai dewasa kemudian bertekad untuk mensejahterakan para peternak sapi perah di desanya, terlebih lagi ia ingin mewujudkan permintaan orang tuanya yang menginginkan agar kualitas produksi susu sapinya bisa lebih membaik dan tahan lama.
Di saat Hadi masih berkuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, ia terus mencari berbagai informasi mengenai cara pengawetan dengan membaca banyak jurnal dan berkonsultasi dengan dosen. Sampai pada akhirnya ia membaca bulletin Jepang yang menjelaskan tentang teknologi pasteurisasi kejut listrik daging ikan pada sushi tidak cepat busuk.
Hadi kemudian berpikir untuk menerapkan hal yang sama pada susu sapi. Pasalnya, susu dan daging sama-sama bersifat konduktor atau dapat menhantarkan listrik. Namun, dosen tempat Hadi berkonsultasi masih menganggap hipotesis Hadi belum tepat. Terbukti, susu percobaan pertamanya malah mengalami perkembang biakan bakteri yang lebih cepat.
Tidak menyerah begitu saja, Hadi kembali membuat formula bersama teman-temannya yang berbeda latar pendidikan. Ada yang merupakan mahasiswa teknik elektro, kedokteran, hingga gizi. Mereka kemudian merangkai sebuah prototype alat pasteurisasi plasma kejut listrik.
Alat yang biasa disebutnya Latte Electricity atau Susu Listrik (Sulis) itu merupakan alat percontohan yang baru bisa menampung 5 liter susu sapi dengan masa penyimpanan susu yang hanya seminggu saja. Setelah ia bekerja keras untuk menyempurnakannya, melalui CV Inovasiana Anak Negeri, Hadi akhirnya berhasil menciptakan dua mesin Sulis berkapasitas 20 liter dan 1,2 ton dengan tegangan 50kV-100kV.
Keunggulan utama dari alat ciptaan Hadi itu yaitu mampu membunuh 98 persen bakteri jahat pada susu perah, tanpa merusak nutrisi yang dikandungnya. Mesin kejut listrik ini berbeda dengan mesin pasteurisasi dengan menggunakan panas karena kerap membuat nutrisi di dalam susu berkurang.
Biaya yang dikeluarkan Hadi selama menyempurnakan temuannya itu sekitar Rp3-Rp4 juta. Dana itu selain diambil dari kantongnya sendiri, juga berasal dari hadiah menang lomba pada Program Kreatif Mahasiswa (PKM) yang diikutinya dulu.
Setelah merasa mesin itu telah rampung, Hadi akhirnya kembali ke kampung halamannya untuk memperkenalkan mesin kejut listrik buatannya kepada para peternak sapi perah di Banyuwangi. Alhasil, inovasi tersebut mampu membawa perubahan kesejahteraan sehingga para peternak sapi perah itu tidak lagi bergantung pada KUD dan perusahaan.
Untuk lebih mengembangkan lagi inovasi mesin Sulis buatannya itu, Hadi kemudian mendirikan perusahaan yang bernama PT MaxZer Solusi Steril. Perusahaan yang didirikannya pada 2013 itu memiliki alat-alat serta fasilitas uji laboratorium yang lebih lengkap dan modern. Perusahaan itu tidak hanya membuat mesin susu listrik, tapi juga memproduksi berbagai alat untuk membuat olahan susu seperti keju, yoghurt, hingga sabun.
Berkat inovasinya itu, Hadi juga diganjar penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU) Indonesia Awards tahun 2015 di bidang teknologi. Penghargaan itu merupakan apresiasi terhadap anak muda yang ikut berkontribusi mensejahterakan dan memajukan masyarakat sekitarnya.