Anggrek Biru, Flora Cantik dari Pulau Waigeo Indonesia

  • Bagikan
Sumber foto: pinterest.com

Mediatani – Kawasan Waigeo dikenal sebagai wilayah endemik anggrek Dendrobium azureum Schuit atau anggrek biru. Awal eksistensinya Anggrek biru  ketika perempuan Inggris bernama Lucy Evelyn Cheesman (60) yang menemukannya tumbuh di pohon yang memiliki ketinggian tujuh ratus meter di atas permukaan laut, dalam perjalanannya ke Pulau Waigeo, Papua Barat di tahun 1938.

Lucy kemudian berhasil membawa anggrek yang saat itu belum diketahui jenisnya. Dia membawanya sebagai spesimen dengan menuliskan keterangan “Anggrek Dendrobium, tumbuh di pohon, berwarna biru tua” yang kemudian diserahkan ke museum di London. Dari hasil perjalanannya, Lucy kemudian menuliskan dalam buku yang berjudul “Six Legged Snakes in New Guinea”.

Pada tahun 2002 dan 2005 ada tiga peneliti bernama Iwein Mauro, Sebastian Schmidt dan Campbell Webb yang melakukan riset di Pulau Waigeo. Tetapi sayangnya, mereka tidak berhasil menemukan anggrek biru tersebut.

Kemudian pada tahun 2013, peneliti yang bernama André Schuiteman dari National Herbarium di London, secara tidak sengaja menemukan spesimen anggrek yang tak biasa. Tetapi, setelah dia membaca informasi terkait spesimen yang ditemukannya lebih detil, ia kemudian ingin lebih dalam untuk mempelajarinya. Belakangan baru dia sadari bahwaspesimen anggrek tersebut adalah jenis anggrek yang pernah dibawa oleh Lucy Evelyn Cheesman.

Menurut André, yang takjub terhadap keterangan spesimen yang menjelaskan anggrek Dendrobium berwarna biru tua. Menurut dia, anggrek pada marga Dendrobium yang terdapat di alam, sebagian besarnya memiliki warna pelangi.

Kemudian André melanjutkan pengamatannya terhadap warna spesimen kering yang berwarna keabuan ketimbang warna coklat yang umumnya terlihat saat bunga anggrek kering. Menyadari spesimen tersebut memiliki warna yang langka, Andre mendeskripsikan menjadi jenis baru yang ia namakan Dendrobium azureum, yang berarti biru tua. Dari tujuh belas ribu anggrek epifit hanya jenis ini yang memiliki warna biru tua.

Di tahun 2016, Maurits Kafiar selaku staf Fauna & Flora International-Indonesia Programme, juga melakukan penelitian burung di hutan Pulau Waigeo. Secara tak sengaja, ia mendokumentasikan spesies anggrek biru pada sebuah batang pohon. Setelah melihat literatur, barulah ia sadar bahwa anggrek tersebut adalah Dendrobium azureum. Dan penemuan ini menjadi kali kedua penemuan anggrek biru di alam setelah 78 tahun dari penemuan Lucy sebelumnya.

Kemudian empat tahun berlalu, tepatnya di tahun 2020, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat dan Fauna & Flora International – Indonesia Program juga melakukan ekspedisi untuk mencari anggrek biru. Hasilnya menggembirakan karena tim berhasil menemukannya.

Terkait hal ini, Budi Mulyanto, selaku [Plt.] Kepala Balai Besar KSDA Papua Barat memaparkan terkait kondisi hutan di Pulau Waigeo yang relatif terjaga dengan baik. Tutupan kanopinya masih cukup rapat dan terdapat juga pohon dengan diameter besar dari jenis Vatica rassakPometia pinnata, dan Ficus sp.

“Banyak juga pohon ditutupi lumut dan tumbuhan merambat. Pohon-pohon ini menjadi salah satu tempat hidup anggrek di Pulau Waigeo. Ada sekitar 128 jenis anggrek yang telah diidentifikasi. Kekayaan anggrek menjadi salah satu dasar penunjukan Waigeo sebagai cagar alam. Anggrek identitasnya Raja Ampat,” jelasnya.

Yanuar Ishaq Dwi Cahyo selaku koordinator dari Global Tree Campaign, Fauna & Flora International – Indonesia Programme yang juga merupakan bagian dari tim ekspedisi yang menjelaskan bahwa timnya berhasil menemukan anggrek biru pada ketinggian tujuh ratus meter dari permukaan laut. Persis sama dengan yang ditemukan Lucy.

“Saat kami temukan, berada di pohon-pohon suku Lauraceae, Ericaceae, Dilleniaceae, dan Elaeocarpaceae. Anggrek ini mekar bersama jenis lain yaitu jenis Appendicula sp., Bulbophyllum cylindrobulbum Schltr, Coelogyne veitchii Rolfe, dan Mediocalcar uniflorum Schltr,” jelas Yanuar.

“Bunga ini hanya mekar sekitar satu minggu, bunga ini persebarannya terbatas di Pulau Waigeo dan belum ditemukan selain di Pulau Waigeo.” tutup Yanuar.

  • Bagikan