Mediatani – Guna mengatasi krisis pangan yang tengah melanda berbagai negara di belahan dunia saat ini, Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan berbagai upaya untuk menggairahkan pengembangan potensi pangan lokal berkarbohidrat tinggi sebagai salah satu pangan alternatif.
Kementan akan mengembangkan sedemikian rupa semua jenis pangan lokal yang ada agar mampu mendukung ketahanan pangan dan hingga menjadi komoditas ekspor. Salah satu pangan lokal yang akan dikembangkan adalah talas beserta berbagai produk turunannya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menjelaskan ada berbagai penelitian yang telah dilakukan pada talas dan terbukti tidak saja bisa menjadi bahan pangan alternatif yang berprotein dan berkalori tinggi tapi juga memiliki kandungan karbohidrat dan gula yang rendah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa talas aman dikonsumsi, khususnya untuk orang yang menderita diabetes.
“Pangsa pasar talas di Jepang, Korea dan tentunya potensi pasar dalam negeri pun sangat menjanjikan,” sebut Suwandi di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Karena telah terbukti memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan gula yang rendah, talas dinilai bisa menjadi pangan alternatif untuk mengganti peran nasi dari beras.
Sebagai langkah awal mewujudkan langkah tersebut, Kementan menggelar Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani episode ke-609 dengan tema “Aneka Jenis Talas dan Olahannya, Peluang Pasar Dalam dan Luar Negeri” pada Jumat (2/09/22).
Pada kesempatan tersebut, salah satu pegiat talas, Subagja menyebutkan bahwa ada tiga jenis talas yang dikembangkan yaitu talas suriname, talas pratama, dan talas belitung/ mbote/ kimpul.
Ketiga jenis talas tersebut selain dapat dibudidaya juga dapat diolah menjadi beragam produk turunan di antaranya yaitu tepung, mie instant, beras talas, tembakau daun talas, dan pelet pelepah talas.
Lebih lanjut Subagya menjelaskan beberapa tahap yang dilakukan pada budidaya talas, yakni dimulai dengan penyiapan bibit, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, proses panen, dan pasca panen.
“Khusus untuk masa panen, setiap jenis talas memiliki masa panen yang berbeda-beda. Talas suriname panen setiap 24 bulan sekali, talas pratama dapat dipanen setelah berusia 6 bulan, dan talas belitung dipanen saat usia 8 bulan,” ungkapnya.
Selain umbi yang bisa dimanfaatkan, tambah Subagya, talas suriname juga memiliki daun dan batang yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi tembakau atau bahan sayuran serta pelet.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh pengusaha talas, Purnama Hadisumarya. Ia mengatakan bahwa talas yang dibudidaya di Indonesia memiliki potensi pasar ekspor di Jepang.
Menurutnya, talas merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki peluang pasar ekspor ke Jepang yang masih sangat terbuka lebar. Namun, agar peluang tersebut bisa dimanfaatkan, para stakeholder perlu memberi dukungan untuk lebih memudahkan akses ekspor tersebut.
“Adapun potensi supplay dari dalam negeri sudah tersedia. Untuk pangsa pasar ke Jepang, saat ini kami menyediakan talas frozen dengan berat 500 gram per kemasan,” urai Purnama.