Hanya Jangkau Pasar Lokal, Budidaya Ikan Nila Black Prima di Tasikmalaya Untung Rp 10 Juta

  • Bagikan
Pembudidaya ikan nila black prima di Tasikmalaya
Pembudidaya ikan nila black prima di Tasikmalaya

Mediatani – Bisnis budidaya ikan nila masih memiliki prospek yang cerah. Hal ini dibuktikan setelah beberapa pembudidaya ikan nila masih mampu bertahan dan meraup keuntungan yang menggiurkan meski di tengah situasi pandemi Covid-19.

Pasalnya, ikan hasil budidaya ini masih laku terjual di pasaran, bahkan semakin banyak dicari konsumen. Potensi ini tentunya dimanfaatkan oleh banyak masyarakat untuk menggeluti bisnis ini. Terlebih, ikan nila ini relatif mudah untuk dibudidayakan pemula dan tidak membutuhkan modal yang terlalu besar.

Dilansir dari Kabar-Priangan, Jumat 23 Juli 2021, salah satu pembudidaya ikan nila di Kabupaten Tasikmalaya, Endang Johana (56), mengungkapkan bahwa usaha budidaya ikan nila masih populer meski di tengah pandemi Covid-19. minat konsumen untuk mengonsumi ikan saat ini masih terbilang tinggi.

Warga Cipulus, Desa Bugel, Kecamatan Ciawi ini termasuk sebagai salah satu yang sukses membudidaya ikan nila. Ia mengaku sudah lama menggeluti bisnis budidaya ikan nila.

Saat ini Endang membudidayakan ikan nila jenis Black Prima di 5 kolam yang dimilikinya. Pertama kali memulai usaha budidaya ikan, ia membudidaya beberapa jenis ikan nila, mulai dari jenis Gift, Gesit, Nirwana dan lainnya.

Setelah mencoba membudidaya banyak jenis ikan nila, Endang akhirnya memilih untuk fokus membudidaya ikan nila black prima. Hingga akhirnya usaha budidayanya itu berkembang, ia terus menambah jumlah kolamnya dan mempekerjakan beberapa orang.

Endang mengatakan, sejak dulu orang tuanya sudah melakoni usaha budidaya ikan, dan kini dilanjutkan oleh dirinya. Ia mengaku sengaja fokus menekuni budidaya ikan nila lantaran penjualannya yang cenderung stabil, yakni berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 35.000 perkilo.

Meski sulitnya situasi karena pandemi Covid-19, permintaan masyarakat terhadap ikan nila untuk konsumsi masih tetap stabil. Namun Endang tidak menampik, jika penjualannya mengalami sedikit penurunan karena adanya larangan pemerintah untuk menggelar pesta hajatan.

“Penjualan masih stabil, namun yang menjadi beda saat Pandemi Covid-19 tidak ada pembeli yang sengaja untuk pesta hajatan. Tetapi kalau di pasar atau konsumen tidak berkurang,” ungkapnya.

Menurutnya, hal yang menjadi keuntungan budidaya ikan nila yakni pemasarannya yang tidak perlu sampai ke luar kota, karena kebutuhan lokal pun masih tinggi bahkan belum mencukupi. Jika jumlah yang dipanen hanya 5 kuintal, penjualannya bisa lebih cepat untuk pasaran lokal saja.

Selama menjalani usaha budidaya ikan nila, Endang mengaku sama sekali tidak pernah mengalami kerugian. Dalam kondisi apapun, ia selalu mendapatkan keuntungan yang lumayan dari usaha budidayanya.

Karena itu, bisnis budidaya ikan nila ini dinilainya cukup menjanjikan dan masih menjadi peluang bagi siapa saja yang hendak memulai usaha. Disaat banyak usaha yang mengalami penurunan karena dampak pandemi Covid-19, budidaya ikan nila bisa menjadi usaha alternatif yang menjanjikan. Apalagi permintaan pasar akan produk perikanan cenderung meningkat.

Kelebihan dari ikan nila black prima, yakni memiliki kemampuan pertumbuhan yang sangat cepat. Hanya dalam waktu 3 hingga 6 bulan, ikan nila yang dipelihara sudah bisa dipanen. Selain itu, perawatannya cukup mudah, tahan terhadap penyakit, dan tidak perlu modal yang besar.

Endang mencontohkan, ikan nila yang dibudidayakannya di kolam berukuran 506 meter persegi itu sudah bisa dipenennya dengan total berat sekitar 6 kuintal dari benih yang ditebar sebanyak 40 kg.

Untuk memeliharanya selama sekitar 4 bulan, dibutuhkan pakan sebanyak 8 karung dengan ukuran 30 kg per karung. Jika harga pakan per karungnya Rp 300.000, maka total biaya dikeluarkan untuk pakan sebesar Rp 2.4 juta. Sementar modal untuk membeli benih sebanyak 40 kg sebesar Rp. 2,2 juta.

“Total modal keseluruhan yang digunakan sebesar Rp 4,6 juta. Adapun hasil panen dari 6 kuintal dengan harga jual Rp 25.000 per kilo sebesar Rp 15 juta, sehingga mendapatkan keuntungan Rp 10 juta dalam waktu 4 bulan,” pungkasnya.

  • Bagikan