INDEF: Kebijakan Importasi Harus Lebih Berpihak Pada Petani

  • Bagikan
Mentri Pertanian bersama Petani

Mediatani – Dalam suatu negara, adalah hal yang wajar jika melakukan impotrasi. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produk-produk yang diimport pun bermacam-macam, mulai dari mesin-mesin, kendaraan, bahan kimia, perangkat optik, hingga hasil pertanian.

Khususnya dalam importasi hasil pertanian, tentunya harus dilakukan dengan banyak pertimbangan. Melihat dari segi kebutuhan dalam negeri dan juga kemampuan petani dalam menyediakan produk tertentu.

Bhima Yudhistitra Adhinegara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), melihat kebijakan importasi selama ini kurang berpihak pada petani dan meminta agar pemerintah segera memperbaiki hal tersebut.

Bhima menuturkan bahwa kebijakan impor yang tidak sesuai akan membuka peluang terjadinya impor yang dilakukan secara tidak sehat. Bukannya menguntungkan petani, malah hal tersebut dapat menimbulkan kerugian produksi kepada para petani dan memberikan keuntungan pada pihak-pihak pencari untung lainnya.

Bhima khawatir jika petani akan berpikir untuk mengganti komoditas karena komoditas yang ditanamnya sudah banyak diperoleh lewat impor dan harga di level petani pun terlalu rendah. Akibatnya petani tidak mampu mengembalikan modal pada waktu menanam. Lebih beresikonya lagi jika akhirnya petani berpikir untuk beralih profesi sehingga terjadi masalah pada produksi pertanian dan ketahanan pangan.

Sedangkan dari sudut pandang lain, langkah Kementrian Pertanian (Kementan) dinilai sudah tepat dalam meningkatkan produksi pangan nasional. Namun Bhima berpendapat, Pemerintah harus menggunakan data yang valid untuk fokus memperbaiki tata niaga impor.

Bhima menyarankan untuk pemerintah memastikan lagi data produksi konsumsi yang valid serta analisa kajian yang objektif.

Di sisi lain, Jangkung Handoyo Mulyo, Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Gajah Mada, menilai regulasi kebijakan harga harusnya bisa memberikan insentif bagi produsen pangan, sehingga mereka tetap memperoleh insentif ekonomi dalam bentuk producen surplus untuk memotivasi produsen dalam memberikan jaminan pada keberlangsungan proses produksi pangan.

Jangkung Handoyo Mulyo menambahkan bahwa hal ini memerlukan kerja yang ekstra keras, salah satunya adalah dengan secara rutin melakukan pemantauan dinamika harga pangan. Selain itu, mengevaluasi efektifitas harga pasar pangan juga perlu dilakukan dengan melibatkan para stakeholder secara lanjut agar bisa dilakukan reformulasi kebijakan manakala diperlukan.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menganggap bahwa pada tahun 2020 kinerja sektor pertanian sudah berada di jalur yang tepat. Hal ini didasarkan pada angka impor yang berhasil diturunkan dengan memperkuat posisi produksi. Harapannya ke depan, semangat kerja yang ada harus terus dipompa untuk mewujudkan pertanian yang jauh lebih baik.

Mentan menilai impor pangan berhasil diturunkan sekitar 10,2 persen, dan ekspor pertanian naik hingga 12 persen. Namun tentunya ini belum cukup dan Mentan memberikan semangat untuk terus bekerja untuk rakyat Indonesia.

Harapan Mentan kedepan, sasaran kinerja pertanian harus difokuskan pada upaya peningkatan produktivitas dan menjamin kesejahteraan petani. Oleh sebab itulah pemerintah memiliki target dalam meningkatkan ekspor hingga tiga kali lipat sebagai langkah kongkrit dalam mengakomodir semua pemangku kepentingan pembangunan pertanian.

Terakhir, Mentan mengatakan tugas orang-orang yang bergerak dalam sektor pertanian bukanlah tugas yang kecil. Seperti apapun kondisi pandemi saat ini, kita harus terus memastikan kebutuhan 273 jiwa warga Indonesia bisa terpenuhi. Jangan sampai masyarakat menjadi tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka. Hal yang harus diperhatikan saat ini yaitu harus tetap memaksimalkan potensi produk untuk diekspor. Hal ini bisa dijalankan dengan melihat data kabupaten, penduduk mana saja yang membutuhkan bantuan maka kita harus bantu fasilitasi.

  • Bagikan