Lembu Jadi Korban Akibat ‘Konflik’ Manusia dengan Harimau di Langkat

  • Bagikan
ilustarsi lembu mati/IST

Mediatani – Akibat ‘konflik’ manusia dengan Harimau di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Lembu atau ternak sapi warga menjadi korban keganasan Harimau Sumatera  di Desa Batukatak, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Senin, (11/1/2021).

Bahkan kabar terbaru menyebutkan, Harimau Sumatera itu memangsa lembu warga Desa Seibamban, Kecamatan Batang Serangan, Langkat hari ini.

Menurut sumber berita dari idntimes.sumut.com menyebutkan, kawasan perkebunan warga tersebut merupakan kawasan home range (daerah jelajah) Harimau Sumatra. Meski warga di sana telah mengetahui hal itu.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Hotmauli Siantur memberikan pandangannya terkait mengapa Harimau Sumatra lebih intens muncul belakangan ini.

Analisis sementaranya bahwa hal itu menunjukkan harimau yang memangsa lembu di Batu Katak diduga kuat sama halnya yang terjadi di Desa Lau Damak beberapa hari sebelumnnya. Hal itu dikarenakan jarak kedua lokasi tersebut hanya sekitar 2 Km.

Saat ini pihaknya mencatat ada 21 kali kejadian konflik antar manusia dengan harimau di Kabupaten Langkat. Lokasinya pun tersebar di beberapa kecamatan, mulai dari Bahorok, Batang Serangan dan Besitang. Sedangkan yang menjadi ‘korban’ konflik itu umumnya lembu yang tidak lain adalah ternak milik warga.

Dia melanjutkan, tiga kecamatan itu pun diketahuinya sebagai kawasan yang secara langsung berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kawasan yang biasa pula disebut sebagai habitat Harimau Sumatra.

Hotmauli pun merincikan, kejadian pada Januari 2020 terdapat 2 konflik. Selanjutnya, pada Februari 2 peristiwa, Mei 5 kasus. Lalu bulan Juni terdapat 6  kasus, Oktober 2 peristiwa, dan Desember 2 kali serta Januari 2021 kembali terjadi.

“Areal itu, secara hukum statusnya hutan, tapi vegetasinya sudah menjadi kebun sawit dan karet dan sudah berlangsung lama, tanamannya pun sudah tua,” jelas Hotmauli.

Pihaknya pun menduga, masuknya harimau ke perkebunan tersebut akibat dari ternak warga yang tidak dikandangkan atau dilepaskan warga di perkebunan. Apalagi dirasa lebih mudah untuk diburu dengan jumlah puluhan hingga ratusan lembu dikawasan itu.

“Sementara harimau aktifnya sore, malam, dan subuh. Daerah itu masuk kawasan jelajahnya. Ternak yang tiduran, apalagi diikat, menjadi mangsa empuk. Itu sebenarnya yang terjadi di sana,” ungkap Hotmauli.

Dia menuturkan, pihak berwenang dari BBKSDA, BBTNGL dan Pemkab setempat telah memberi imbauan kepada warga agar supaya mengandangkan ternaknya. Namun imbauan itu dikatanya tidak selalu dipenuhi warga. Paling hanya berlaku saat ada ternak yang menjadi mangsa. Seusai itu, warga biasanya kembali melepas hewan ternaknya.

Mengantisipasi kejadian itu berulang, timnya
saat ini, sudah meletakkan kandang jebakan di seputar lokasi munculnya harimau. Begitu pula kamera perangkap (camera trap) yang akan merekam aktivitas harimau.

Upaya relokasi harimau, ungkap dia menjadi  pilihan terakhir. Yang pastinya semua pihak tidak ingin harimau atau manusia sendiri yang jadi korban.

“Sebenarnya upaya relokasi itu adalah pilihan terakhir bagi kita. karena sebenarnya manusia yang masuk ke wilayahnya karena itu rumahnya dia,” pungkasnya.

Merujuk ke peta yang dipaparkan BBKSDA, wilayah yang kini menjadi perkebunan itu hakikatnya merupakan kawasan hutan.

Dirinya sendiri tidak mengetahui pasti sejak kapan warga di sana mulai berkebun di kawasan buffer zone itu. Dia menyarankan agar hal itu dipertanyakan kepada pemangku kehutanan.

Sementara itu, dikutip dari Tribunmedan.com, Senin, (12/1/2021), Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok, Balai Besar Tmana Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Palber Turnip menjelaskan kejadian tersebut memperlihatkan bahwa warga belum mengindahkan Pak Camat setempat.

“Ini berarti warga masih belum mengindahkan permohonan pak Camat. Kita omongin tarik dulu lembu dari batas kawasan,” katanya, Senin (11/1/2021).

Dia juga memperkirakan peristiwa akan terus terjadi selama masih ada ternak lembu di sekitar kawasan taman nasional itu.

“Dari foto-foto terlihat, lembu-lembu tersebut masih terdapat tali di lehernya. Hal tersebut menunjukkan lembu tersebut diikat dan ditambatkan di lokasi,” terangnya. (*)

  • Bagikan