Pengamat Ekonimi Pertanian: TBS Anjlok Ancam Keberlangsungan 10 Juta Petani Sawit

  • Bagikan
Ilustrasi: Pengamat ekonomi pertanian, Tungkot Sipayung

Mediatani – Pengamat ekonomi pertanian, Tungkot Sipayung, berharap pemerintah tidak menyepelekan permasalahan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang kini semakin anjlok. Pasalnya, hal tersebut menyangkut keberlangsungan 10 juta anggota keluarga petani sawit di Indonesia.

“Jika TBS tak laku, mereka kehilangan pendapatan, kemiskinan naik, pengangguran naik, krisis pangan terjadi, putus sekolah, akses ke kesehatan dan pendidikan hilang, dst. Ini persoalan sosial yang makin serius. Jangan anggap enteng,” ujar Tungkot saat dihubungi Sabtu (25/6/2022).

Tungkot mengatakan, harga TBS menjadi anjlok di tengah harga minyak sawit (CPO) dunia yang masih terhitung tinggi meski pada pekan sebelumnya mengalami penurunan yakni Rp 1.400 per ton dari Rp 1.500 per ton.

Bahkan, lanjut Tungkot, saat ini petani sawit Malaysia sudah menikmati harga TBS sawit di kisaran Rp 5.000 per kilogram (kg).

Menurut Tungkot, harga TBS petani ini terus anjlok disebabkan oleh tangki storage CPO yang sudah penuh. Padahal, kondisi normal stok tersebut hanya sekitar 3-4 juta ton.

Dia mengungkapkan, penyebab TBS anjlok karena kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Di samping itu juga karena adanya kebijakan flush out (FO) dengan tarif bea keluar yang besar.

Tungkot menambahkan, akibat tangki penampungan yang sudah penuh, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengurangi produksi mereka, sehingga TBS petani tidak tertampung lagi dan mengakibatkan harga TBS menjadi anjlok.

Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menerangkan, harga tandan buah segar (TBS) sawit makin hari justru makin turun. Bahkan, di Tanjung Jabung Timur harganya hanya Rp 300 per kg.

Henry mengatakan, tepat satu bulan pasca Presiden Joko Widodo mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO), sawit seperti tidak ada harganya sama sekali.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menerima kedatangan petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Sabtu (25/6/2022) di sela-sela memimpin rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga di Batam Kepulauan Riau.

Ketua Umum Apkasindo, Gulat Menurung, menyampaikan Kepada Moeldoko berbagai persoalan yang dihadapi petani sawit, terutama berkaitan dengan anjloknya harga tanda buah segar (TBS) sawit.

Gulat mengungkapkan, berdasarkan data posko pengaduan harga TBS Apkasindo di 22 provinsi, per 23 Juni, harga TBS kini sudah menyentuh di angka seribu rupiah, yakni Rp 2.002 per kilogram untuk petani bermitra dan Rp 1.127 per kilogram untuk petani swadaya.

“Kondisi ini memberikan multiplier effect pada petani. Untuk itu kami menemui Pak Moeldoko untuk mendapat saran,” kata Gulat dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/6/2022).

Gulat mengatakan, penyebab anjloknya harga TBS salah satunya akibat dari besaran pajak-pajak ekspor, seperti, Pungutan Ekspor (PE) BPDPKS, Bea Keluar (BK), pemenuhan wajib pasok dan harga (DMO/DPO), serta percepatan ekspor “FO”.

Menurut Gulat, besaran pajak-pajak ekspor tersebut menjadi beban bagi para petani sawit. Akibatnya, meski harga CPO Rotterdam pada 23 Juni 2022 mencapai 1.450 US Dolar per ton, petani hanya bisa menikmati harga TBS Rp1.027 – Rp2.002 per kilogram.

“Bahkan untuk petani yang hanya bisa menjual ke pengepul, TBS hanya dihargai Rp 400 per kilogram,” tambah Gulat.

Di sisi lain, Gulat mengatakan, saat ini pabrik kelapa sawit (PKS) seperti menghadapi buah simalakama. Di satu sisi, PKS harus membeli TBS petani, namun di sisi lain industri pengolahan lambat menyerap CPO dari PKS.

  • Bagikan